Semua pesanan sudah sampai di tempat. Hanya akunya saja yang belum menampakkan diri disana.
Waktu juga hampir menunjukkan pukul delapan malam. Sementara aku masih terdiam kaku di mobilku.
Otakku memintaku untuk segera keluar dan menyaksikan kebahagiaan orang yang aku sayang. Sekaligus menunjukkan penampilanku yang sangat berubah, berbeda dengan dulu supaya dia menyesal karena sudah meninggalkanku.
Tapi disisi lain hatiku juga enggan untuk terluka. Setelah dia menemuiku waktu itu, aku menangis sejadi-jadinya. Meratapi takdir yang bertentangan dengan mauku. Tapi aku tak bisa melakukan apapun. Mengemis supaya dia kembali padaku? Tentu saja ogah karena aku perempuan dan aku punya harga diri.
Aku menghela nafas pelan dan mulai memakai high heels yang aku lepas karena mengemudi. Kemudian mengambil tas kecil yang senada dengan gaunku yang aku taruh di samping kemudi.
Hari ini aku mengenakan gaun chantilly klasik selutut, dilapisi dengan tulle berhias yang transparan di bagian lengannya. Gaun dengan v-neck dan a-line berwarna coklat muda. Aku sengaja membeli gaun dan heels ini untuk tampil maksimal di acara mantan. Mantan? Ah, mantan gebetan maksudku. Bukan mantan pacar. Aku kan tak pernah pacaran dengannya. Bahkan aku bela-belain untuk ke salon agar rambutku yang digulung keatas terlihat rapi dengan beberapa helai yang menjuntai kebawah.
Suasana di dalam cafe tak terlalu ramai. Aku bahkan tak mengenal satupun dari mereka yang hadir. Mantan gebetanku, ah maksudku dia juga tak tampak. Dia patut bersyukur karena aku mau datang ke acara spesialnya setelah ia mematahkan hatiku menjadi kepingan-kepingan kecil. Walaupun dalam lubuk hatiku, aku sangat ingin melarikan diri.
Sejujurnya ada dua orang yang pernah mengutarakan niat baiknya padaku. Mereka bahkan menemui Papa karena niat serius itu. Tentu saja keputusan ada di tanganku. Aku menolak mereka dengan alasan aku sudah punya orang lain. Tapi ternyata orang lain itulah yang justru menolakku sekarang. Ah, mungkin lebih tepatnya meninggalkan. Sakit ya rasanya.
Seorang pelayan mengantarkanku menuju meja yang kosong di sudut. Saking tak pentingnya kehadiranku sehingga aku ditempatkan di sudut seperti ini. Benar-benar menyedihkan.
Acara sudah dimulai dengan tanda dimatikannya lampu penerangan. Hanya tersisa lampu-lampu kecil berwarna-warni yang dijadikan dekorasi. Dia benar-benar menyiapkan semuanya dengan matang. Sebesar inikah rasa cintanya pada calon istrinya? Iri, cemburu, tapi aku hanya bisa menyimpannya di dalam hati.
Aku memutar bola mataku menghadap keatas, berharap supaya air mataku tidak jatuh. Kalau air mata ini jatuh, pasti make up di wajahku akan hancur. Jangan sampai aku terlihat jelek. Bukankah aku ingin melihat mantan menyesal?
Sorot cahaya mengarah pada seseorang yang duduk diatas kursi di panggung dengan gitar hitam di pangkuannya. Kalau biasanya dia sering memakai pakaian gelap, sekarang ia terlihat berbeda dengan batik berwarna coklat muda. Apa calon istrinya juga memakai warna yang sama? Sepertinya aku salah kostum. Seharusnya aku mencari warna lain. Sialan.
I found a love for me
Darling, just dive right in
And follow my lead
Well, I found a girl, beautiful and sweet
I never knew you were the someone waiting for me
Aku menutup telingaku, tak sanggup mendengar nyanyiannya yang diiringi petikan gitar terdengar lembut di telingaku. Tapi percuma, nyanyian itu tetap terdengar.
'Cause we were just kids when we fell in love
Not knowing what it was
KAMU SEDANG MEMBACA
Laksana [END]
Novela JuvenilWajah datar dan kaku menghiasi hari-hariku selama 2 tahun terakhir. Ini adalah bentuk pertahanan diri, agar orang lain tidak memandangku dengan tatapan kasihan. Aku benci itu. Semua berjalan seperti air mengalir. Hidupku tentram walaupun terlihat mo...