Aku meregangkan otot-ototku yang terasa kaku. Mataku yang baru saja terbuka masih menyipit, sedang berusaha menyesuaikan dengan cahaya lampu yang terang.
Mataku masih terasa berat, enggan untuk tetap terbuka dalam waktu yang lama. Sepertinya aku bermimpi saat Sana bilang ia menyayangiku lebih dari sekedar sahabat. Aku tak ingin bangun sebab mimpi itu lebih indah.
Aku berusaha menjangkau hpku yang biasanya aku taruh di nakas, tapi tidak ada. Mataku mengerjap bingung. Aku menaruh hpku dimana ya? Kenapa aku bisa lupa?
Mataku menyapu ke sekeliling ruangan. Tampak Bunda yang terlelap ranjang samping. Sana juga terlihat betah bergulung di sofa. Aku menepuk pipiku agar kesadaranku kembali pulih. Ternyata bukan mimpi ya? Aku benar-benar di rumah sakit sekarang. Pengakuan itu benar-benar nyata.
Flashback on
“Gue gak akan maafin lo.” Potongku.
"Tapi Na..."
"Diem dulu." Aku memberi isyarat supaya dia berhenti menyela ucapanku. "Seharusnya kalo lo ngomong kek gitu sama cewek, lo harus tanya perasaan dia sama lo kek gimana. Pantesan dari dulu gak pernah punya pacar." Makiku.
Aku langsung berdiri untuk pindah ke ranjang. Sepertinya duduk di sofa berdua dengan Sana bukanlah hal yang baik. Dia membuatku salah tingkah.
Tapi Sana menahanku. Ia menarikku untuk kembali duduk.
"Gue kira lo marah karena gue bilang gitu." Aku menatapnya jengah. "Jadi jawaban lo apa?" Aku mengumpat dalam hati. Dia polos atau gimana sih?
"Emang lo ada nanya?" Sana terkekeh saat mendengar nada suaraku yang kesal. Kalau saja aku bisa teriak, mungkin aku sudah teriak dari tadi.
"Sejujurnya gue udah tau gimana perasaan lo sama gue. Cukup dari tatapan lo." Ucapnya. Aku terdiam. Apa benar ia tau perasaanku? Aku mengalihkan pandanganku darinya.
"Dih, sotoy." Elakku.
"Kita gak baru kenal kemarin sore, Na. Lo udah naksir gue dari lama kan?" Aku melotot. Dia tau? "Gue tau lo bukan tipe orang yang gampang mengungkapkan apa yang lo rasain. Pengakuan gue tadi itu tujuannya adalah supaya lo gak salah paham sama sikap gue. Dan gue juga gak mau ada yang deketin lo. Liat gue." Sana memutar wajahku agar menghadap kearahnya.
"Lo curang." Ucapku. Ia terkekeh.
"Makanya biar impas gue bikin pengakuan kek gini. Gue kira status kayak gini bisa bikin semuanya jelas. Tapi ternyata gak, Na. Lo masih bersikap sebagai sahabat, padahal lo bisa lebih dari itu. Gue gak mau nyesel, makanya gue egois sekarang. Gue gak mau minta lo jadi pacar gue. Tapi gue mau lo jadi milik gue. Pacaran bisa aja putus, gue gak mau hal itu. Saat lo udah jadi milik gue, gak ada yang berhak misahin kita kecuali yang menyatukan kita." Beginikah cara cowok membuat cewek baper? Aku sampai tak sanggup berkata-kata.
"Lo mau kan?" Tanyanya lagi. Aku mengangguk. Tidak mungkin aku menolaknya. Dia merasakan apa yang aku rasakan adalah hal yang aku inginkan dari dulu. "Tolong jaga hati lo buat gue ya? Gue juga akan selalu jaga hati gue buat lo." Bisiknya. Aku mengangguk cepat.
"Sekarang lo bukan cuma sahabat buat gue, tapi lebih dari itu." Ia menatapku lekat. "Lo tau kan apa yang bisa dilakukan cowok kalau berduaan gini ama cewek?" Aku langsung mendorong dadanya menjauh.
"Jadi, lebih baik lo pindah ke ranjang, biar gue tidur disini. Lo gak mau gue apa-apain kan?" Ia mendekatkan wajahnya padaku. Aku menahan jidatnya dengan telunjukku dan mendorongnya perlahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Laksana [END]
Novela JuvenilWajah datar dan kaku menghiasi hari-hariku selama 2 tahun terakhir. Ini adalah bentuk pertahanan diri, agar orang lain tidak memandangku dengan tatapan kasihan. Aku benci itu. Semua berjalan seperti air mengalir. Hidupku tentram walaupun terlihat mo...