Bagian XXIX: Dia Pergi

2.9K 382 10
                                    

Aku terbangun saat merasakan nyeri di kepalaku. Mataku mulai menyapu sekeliling ruangan. Eh, ruangan ya? Seingatku aku tertidur di balkon, tapi sekarang sudah berada di kamar saja.

Tapi aku tak menemukan Sana. Kemana dia?

Diluar sudah mulai terang. Tidurku terlalu nyenyak sampai tak sadar kalau Sana sudah memindahkanku ke dalam kamar. Bagaimana keadaannya sekarang? Apa dia sudah lebih baik? Kuharap iya.

Aku menegakkan badan dan meregangkan otot-ototku yang terasa kaku. Setauku tadi malam Arka yang tidur disini. Berarti dia juga sudah bangun ya? Kemana mereka berdua?

Mataku memperhatikan sekeliling. Kamar Sana terlihat sama dengan dulu. Hanya satu yang berubah, yaitu tidak ada poster yang ditempel di dinding kamar. Padahal dulu dia suka sekali memajang foto anime dan pembalap favoritnya.

Aku menggulung rambutku dan pergi ke kamar mandi untuk cuci muka. Tak lupa sebelum itu memeriksa wajahku, apakah enak dilihat atau tidak. Ternyata masih muka bantal.

Langkah kakiku membawa aku turun kebawah. Ada Sana disana, duduk si sofa bersama Arka beserta beberapa bodyguard. Dia memegang cangkir berisi kopi.

Sepertinya sudah mandi. Terlihat jelas dari rambutnya yang masih terlihat basah.

Saat aku datang ia langsung menyodorkan paper bag. Aku mengintip isinya.

"Sana mandi dulu. Baju lo diantar Kak Devy tadi subuh." Aku mengambil tas itu dan berbalik, kembali naik ke lantai dua. Aku sedang tak mood berbicara karena belum gosok gigi. Jangan sampai mereka pada pingsan karena mencium bau mulutku.

---

Aku mengeringkan rambutku dengan handuk kecil yang aku dapat di lemari Sana. Karena dia tak punya hair dryer makanya aku terpaksa mengeringkan rambutku dengan handuk.

Tak kusangka di lemari miliknya masih banyak baju. Aku kira saat pindah dia sudah membawa semua bajunya. Ternyata tidak.

Saat merasa rambutku sudah kering, aku menyisirnya dan kembali merebahkan badan di tempat tidur. Kasur ini sangat empuk sehingga membuatku ingin tidur lagi dan lagi. Godaan kasur memang lebih besar daripada godaan mantan. Ah, sok tau sekali. Punya mantan aja enggak.

Mataku rasanya kembali mengantuk karena kelamaan berendam di bathtub. Hampir ketiduran juga sih sebenarnya, tapi untungnya aku segera sadar dan langsung membilas badanku. Kabar baiknya adalah aku mandi hampir sejam. Luar biasa. Ini rekor.

Sabun dan shampo milik Sana sangat wangi. Aku saja betah menciumi rambutku dari tadi. Besok-besok aku akan membeli sabun yang sama deh.

Boleh tidur lagi gak sih? Aku benar-benar tak bisa menahan godaan untuk kembali tidur. Aku merasa sangat mengantuk. Apa karena semalam ngobrol sampai larut malam dengan Sana ya?

Pagi ini Sana terlihat lebih segar. Walaupun mata pandanya masih nampak, tapi ia terlihat lebih baik. Semuanya hanya menunggu waktu, sampai dia benar-benar menerima semuanya dengan lapang dada. Semuanya hanya menunggu waktu, sampai dia benar-benar ikhlas menerima kepergian Bunda.

---

Aku terbangun saat mendengar ketukan pintu. Astaga. Aku jadi lupa waktu. Sudah lebih dari dua jam aku disini. Satu jam aku gunakan untuk mandi sementara sisanya untuk molor.

Aku bangun dengan tergesa-gesa dan bergegas merapikan tempat tidur. Anak gadis harus bersih dan rapi, kalau gak nanti dapat suami brewokan. Gak papa sih brewokan, asal ganteng.

Kalau yang mengetuk pintu Sana, mungkin dia akan meledekku abis-abisan karena kelamaan.

Aku memegang kenop pintu, dan menekannya perlahan. Pintu itupun terbuka. Ternyata bukan Sana yang datang, tapi Arka.

Laksana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang