"Gue makin yakin kalau Boni kerjasama sama Karin." Ucap Arka yang baru saja memasuki mobil.
Sesaat setelah Boni dan Karin sudah berpisah sejak keluar dari kafe barusan, ada yang menelfon Sana bertanya sesuatu. Tak lama seseorang masuk ke dalam mobil. Surprise! Orang itu adalah Arka.
Ternyata yang mengambil gambar Karin dan Boni di kafe tadi adalah dia. Pakaiannya serba hitam, sama seperti Sana. Mereka berdua persis seperti detektif yang sedang memata-matai orang.
"Jangan-jangan dia udah tau tentang lo ama Diana." Ujarnya.
"Kalo dia tau berarti akan ada sesuatu yang bakal terjadi. Lo terusin aja mata-matain mereka berdua." Arka mengangguk patuh.
Aku agak sedikit bingung mendengar interaksi mereka sebab dari tadi aku tak diizinkan Sana untuk mendengarkan percakapan Karin dan Boni yang bisa ia dengarkan melalui airpods. Saat melihat Sana dan Arka seperti ini kenapa aku seperti melihat seorang bos dan bawahan? Anehnya Arka pun mengangguk aja saat diperintahkan oleh Sana.
"Gue orang kepercayaan Sana." Tutur Arka seakan bisa membaca pikiranku.
Orang kepercayaan ya? Sana yang masih terlihat seperti bocah sudah punya orang kepercayaan? Aku tau ini bukan lelucon. Sana ternyata benar-benar disiapkan dengan matang oleh Oma.
"Arka ini anak Om Perdana, orang kepercayaan Oma, bisa dibilang tangan kanannya Oma." Sana ikut menjelaskan. Keluarga Sana adalah kasta atas, tentu punya cara tersendiri.
Terlahir dari keluarga kaya membuat Sana terlihat menonjol dari teman-temannya yang lain. Dulu disaat teman-temannya masih sibuk bermain, Sana sudah diajarkan berbagai hal, terutama bisnis. Walaupun ia masih sempat bermain denganku tapi aku tau akibatnya adalah ia begadang agar bisa belajar.
Aku pernah protes akan hal itu. Bahkan melarangnya bermain karena hanya akan membuatnya begadang di malam hari, tapi Sana tetaplah Sana. Ia akan melakukan sesuatu yang dia sukai, tidak peduli dampak yang akan ia rasakan.
Sana tetap mengajakku ke kafe untuk sekedar nongkrong, mengikuti kegiatan klub basket, ataupun hanya sekedar mengobrol di rumahku. Malam harinya ia begadang hanya untuk belajar, tapi aku tak pernah mendengarnya mengeluh.
Aku kasian pada Sana, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa karena begitulah aturan di keluarganya. Yang aku tau Ayah dulu juga seperti Sana. Terlahir sebagai anak satu-satunya membuat ayah harus mengikuti semua kemauan oma. Dan sekarang Sana yang hidup sebagai cucu satu-satunya juga diperlakukan demikian. Tapi aku tau tujuan Oma baik. Siapa lagi yang akan meneruskan bisnis Oma kalau bukan Sana kan?
Memang saat ini bisnis milik Oma tidak sepenuhnya dijalankan oleh Oma, tapi Ayah. Ayah yang menggantikan peran Oma kecuali dalam hal kepemilikan.
Ayah Sana termasuk pebisnis yang lumayan sibuk, makanya aku dari dulu tidak terlalu dekat dengan Ayah. Dalam setahun bisa beberapa kali keluar negeri bahkan keluar kota hingga jarang di rumah. Itulah kenapa Sana jadi pelindung satu-satunya bagi Bunda.
"Gue ikut Sana sejak dia balik dari luar negeri, bagaimanapun keluarga gue udah lama mengabdi sama Oma. Secara gak langsung Oma yang mempekerjakan gue. Tapi sesuai perjanjian, gue adalah orang kepercayaan Sana, makanya gue gak termasuk mata-mata Oma." Ah, emang begini ya keluarga sultan? Bukan harta doang yang sistem warisan, tapi tangan kanan juga.
"Waktu di sekolah..."
"Gak ada satupun yang tau kecuali lo sama Fatih. Bahkan Karin pun gak tau." Sambung Arka. Aku mengangguk paham. Jadi keberadaan Arka ini bisa dibilang rahasia ya?
"Lo tau Boni yang jadi mata-mata oma di sekolah? Eh?" Arka yang awalnya menatap kearahku malah menoleh takut kearah Sana.
"Jadi Boni?" Tanyaku pada Sana. Ia mengangguk pelan. Kok bisa?
KAMU SEDANG MEMBACA
Laksana [END]
Teen FictionWajah datar dan kaku menghiasi hari-hariku selama 2 tahun terakhir. Ini adalah bentuk pertahanan diri, agar orang lain tidak memandangku dengan tatapan kasihan. Aku benci itu. Semua berjalan seperti air mengalir. Hidupku tentram walaupun terlihat mo...