Bagian XXIV: Teror

2.8K 373 8
                                    

Waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam dan teman-teman sekolah Sana sudah pamit karena jarak rumah mereka cukup jauh, minus Fatih dan Arka. Kakakku dan Kak Dirga juga sudah pergi, sepertinya ke rumahku. Alexa tadi sudah diantar Bang Jay pulang.

Teman-teman satu kompleks masih betah disini. Padahal mereka baru kenal dengan Sana, tapi mereka langsung akrab. Mereka memang tipe yang gampang akrab dengan orang baru. Rasa canggung tak mereka biarkan lebih lama bersarang.

"Gue masih penasaran Yan." Weli berbisik padaku. Aku menatapnya geli.

"Kepo banget urusan orang." Sewotku.

Aku, Weli dan Jojo duduk bertiga di sofa di dekat jendela. Fatih dan Arka sedang berbincang di sofa lain. Sedangkan Bang Dira, Bang Jay dan Sana sedang asik main ps bergantian.

"Jo, main apaan sih?" Tanyaku pada Jojo yang susah sekali lepas dari hpnya.

"ML, Kak." Jawabnya tanpa menoleh. Setelah PUBG, sekarang dia beralih ke ML. Dua game itu jadi kegemaranku juga, apalagi saat libur.

"Jangan sering-sering Jo. Bikin sakit mata." Saranku. Ia terkekeh dan mengangguk.

"Yan." Weli menoel-noel lenganku. Dia persis seperti anak kecil yang tidak dituruti maunya. Dari tadi tidak berhenti bertanya sebelum ia mendapatkan jawaban yang memuaskan.

"Apa Eli." Kesalku.

"Apa artinya kak Vino buat lo?" Tanyanya. Jojo sontak menghentikan permainannya dan ikut menatapku. Tingkat keponya sama dengan Weli. Tapi saat bersama dengan orang lain ia bertingkah sok cool, jaga image kali ya.

Aku menatap Sana yang terlihat serius memencet stik ps di tangannya. "Serius lo tanya itu?" Tanyaku balik. Mereka serentak mengangguk mantap. "Dia segalanya buat gue." Gumamku.

"Udah ketebak sih." Sahut Jojo. "Lo juga berarti buat dia kak. Gue bisa liat dari matanya." Lanjutnya. Memang terlihat jelas ya di mata Sana? Apa aku saja yang baru ngeh?

"Pada jarang buka grup ya? Minggu kita rapat. Jangan sampai pada gak dateng." Bang Dira tiba-tiba saja bersuara. "Lo juga Vin, harus hadir. Sekalian perkenalan sama anggota lain." Sana mengangguk.

"Rapatnya bahas apaan Bang?" Tanyaku. Jujur aku memang gak ada baca grup, soalnya aku memang jarang pegang hp kalau tidak benar-benar perlu. Setauku kami rapat hanya saat terjadi masalah.

"Masalah satpam yang baru." Dahiku langsung mengerut bingung. Satpam lagi? Emang gak ada pembahasan yang lain?

"Itu loh, yang warga ngeluh gara-gara satpamnya gak becus. Pas malem sering molor." Sela Bang Jay. Kemarin satpam yang mencuri, sekarang satpam yang molor, besok apalagi?

---

Semuanya sudah pulang kecuali Arka. Aku pamit sebentar ke rumahku ingin mengambil hp, meninggalkan Sana dan Arka yang terlihat asik menonton tv di ruang tamu. Bunda dan Bik Minah sudah beristirahat di kamar.

Di rumahku masih ada Kakakku yang sedang mengerjakan sesuatu dibantu oleh Kak Dirga. Sepertinya untuk acara pekan olahraga di sekolahnya yang sedang berlangsung. Maklum, anggota OSIS.

Setelah mengambil hp, aku berniat kembali ke rumah Sana. Tapi aku berhenti di depan pagar rumahku saat melihat seseorang dengan pakaian serba hitam baru saja masuk ke halaman rumah Sana dengan mengendap-endap, mencurigakan. Wajahnya tidak kelihatan. Sepertinya ia menggunakan topi beserta masker.

Aku langsung menelpon Sana sambil bersembunyi di balik pagar. Tapi ia tidak mengangkatnya. Sial. Biasanya ia cepat mengangkat telfonku.

Aku kembali memperhatikan gerak-geriknya yang semakin membuatku heran. Ia sempat mengintip keadaan rumah melalui jendela. Ada yang tidak beres. Dia bukan bodyguard Sana kan?

Laksana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang