Bagian I: Gombalan maut

21.7K 1.1K 51
                                    


"Paling seru kalo ada yang nantangin"

Diana

*
*
*
*

'Sial aku telat' Ucap batinku saat melihat jam weker hitam menunjukkan pukul 6 lewat 15 menit.

Aku segera berlari menuju kamar mandi. Kamar mandi mungil ini adalah saksi keterlambatanku hari ini. Kuhidupkan shower dan mandi secepat mungkin.

Bisa-bisanya dihari pertama bersekolah aku kebablasan tidur sampai tak kenal waktu. Kalau aku terlambat datang bisa gawat. Aku tidak mau dihukum di hari pertamaku bersekolah.

Tak butuh waktu lama, badanku terasa bersih. Aku segera mengeringkan badan dan mengenakan pakaian yang akan menemaniku tiga tahun kedepan. Putih abu-abu.

Tak terasa aku sudah masuk SMA sekarang. Rasanya baru kemarin aku menangis saat dijahili temanku saat TK. Aku terkekeh mengingat momen itu.

Kalau mengingat masa lalu emang suka bikin ngakak ya. Bagaimana tidak, terlalu banyak momen yang saat itu menurut kita biasa aja tapi kalau diingat sekarang jadi sesuatu yang memalukan. 'Dulu kok gue begitu ya?'

Aku segera membawa seluruh peralatan untuk MOS, Masa Orientasi Siswa menuju meja makan. Kakakku yang sedang makan pun langsung tersedak begitu melihatku.

"Uhuk uhuk. Astaga. Itu peralatan MOS semua? Sebanyak itu?" Tanyanya tak percaya. Devy Ichika Wijaya namanya, kakakku satu-satunya.

"B aja." Jawabku acuh.

"Ih dasar. Lagian lo sih, gue suruh masuk di SMA gue aja malah gak mau. Emang sih sma lo lebih bagus dari sma gue, tapi MOS nya gak bakal repot gini." Katanya lagi. Perhatian sekali kan? Tumben.

"Yang ada disana gue bakal lebih parah lagi dikerjainnya. Salah sendiri kenapa jadi anggota OSIS." Sinisku.

Aku langsung meminum coklat panas kesukaanku yang telah disiapkan Mama. Nasi goreng di meja makan itu sangat menggugah seleraku. Tapi tampaknya aku sudah kehabisan waktu.

"Ma, aku langsung ke sekolah ya?" Pamitku.

"Buru-buru amat." Sela Kakakku.

"Loh kamu gak sarapan dulu Na?" Tanya Mama yang tengah membawa secangkir kopi di tangannya. Biasa, untuk Papa bos. Kopi adalah rutinitas pagi yang menjadi kesukaan Papa.

"Gak Ma, takut telat." Tanpa menunggu jawaban aku langsung berlari keluar rumah. Oke, let's go.

---

"Yan!" Panggil seseorang saat aku menutup pintu gerbang, membuatku sontak menoleh pada sumber suara. Tuhkan, dia sudah datang. Kalau aku sarapan dulu tadi, mungkin dia akan lebih lama menungguku.

"Kita kayak orang gila ya bawa beginian." Ucapku. Ia tertawa keras hingga matanya menyipit.

Yaiyalah seperti orang gila. Kami disuruh membawa pot bunga yang nantinya akan dijadikan topi, kemudian kertas karton besar yang berisi biodata pribadi, kalung dari permen, tak lupa disuruh membawa plastik ukuran besar yang dipasangi tali diatasnya yang nantinya berguna sebagai tas. Merepotkan sekali bukan?

Dia adalah Weli, temanku sejak kelas 2 SMP. "Udah gak sabar nih." Bisiknya saat kami berjalan beriringan menuju depan kompleks.

"Gak sabar buat?" Heranku.

"Ketemu senior ganteng." Sahutnya sambil mengedipkan sebelah matanya. Aku menghela nafas lelah. Weli selalu saja begini.

"Sekolah itu tempat belajar, bukan tempat nyari cowok Eli." Teriakku. Weli merengut sebal.

Laksana [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang