21-Bingung

42 10 3
                                        

Sisil mengembungkan pipinya saat sinar matahari menerpa wajahnya. Ia coba melindunginya dengan telapak tangan. Pagi ini jadwal kelasnya berolahraga. Dan mereka semua sudah siap di lapangan.

"Ck, panas!"gerutu Sisil yang mulai sebal.

"Lemah!"cibir Lea yang ada di sampingnya. Sisil hanya mengumpat dalam hati.

Sisil melihat pria yang sedang berjalan kearahnya. Karena sinar matahari yang menyilaukan, ia tidak bisa melihat wajahnya dengan jelas.

Pria itu sudah ada di hadapannya, Sisil mendongak melihat siapa sebenarnya pria itu. Karena berkat dirinya ia tidak terkena sinar matahari lagi.

Deg

Jantung Sisil mendadak derdebar dengan kencang, setelah melihat wajah pria yang ada di hadapannya. Entah ia sengaja atau tidak melakukannya untuk Sisil.

Ia menatap Sisil dengan lekat hanya dalam hitungan detik, kemudian ia memutar tubuhnya membelakangi Sisil.

"Hmmmmm" Sisil mencoba menetralkan debaran jantungnya.

"Kenapa?keselek lo?"tanya Lea

Alya ikut menoleh, ia mulai kepo. Sisil menggeleng. Mereka berdua menaikan bahunya acuh.

Sisil jadi bingung kenapa ia selalu terpaku dengan tatapan itu.

"Huftt" Sisil menghembuskan nafas kasar.

"Duh Om lo mana sih sil?udah panas gini juga"protes Lea yang sudah mulai kepanasan.

"Ck, Lemah"cibir Sisil mengembalikan perkataan Sahabatnya.

"Nggak kreatif  lo!!"

"Terserah gue!!"

Lea mendengus sebal, sisil tak mau kalah jika di ajak debat.

Sisil mengembangkan senyumnya, ketika melihat plester yang ada di lengan pria di depannya.

"Emm itu yang kemarin gue kasih kan?"tanya nya lirih, tidak ada yang mendengar.

Ia memudarkan senyumnya saat ia sadar karena terlalu terbawa suasana.

"Pritt...pritt..pritt"

Suara peluit mengintruksikan semua siswa.

"Sebelumnya maaf saya telat, tadi ada urusan sebentar"ucap pak Darwin, semua hanya mengangguk.

Olahraga dimulai, tapi sebelumnya mereka melakukan pemanasan terlebih dahulu. Setelah melakukan pemanasan mereka lari tiga putaran.
.
.
.

"Gu-e huh..huh"ucap Sisil dengan nafas yang tersisa, ia tidak sangat suka berlari.

"A-pa si-l "tanya Boby yang berada di sampingnya, mereka sama saja.

"Ca-pe!"ujarnya seperti orang mabok.

"Ay-o ba-ru sa-tu put-aran"

"Gendong" pinta Sisil seperti anak kecil.

Boby menggeleng, berlari membawa tubuhnya saja itu sangat merepotkan, apa lagi harus menggendong bayi kangguru.

"Terus gue harus gimana? gue nggak mau lari lagi!! Kaki gue sakit!kalo patah gimana?kalo di amputasi gimana?kalo gue lumpuh gimana?Noooooo gue nggak mau Bob"ujar Sisil dengan histeris dan terus mengguncang tubuh Boby yang gempal.

Boby menatap Sisil dengan malas, mahluk apakah yang ada di hadapannya ini.

"Gue nggak perduli!!" Boby meninggalkan Sisil begitu saja.

"Lahhh, bob tungguin!!"

"Prittt!!" Suara peluit mengagetkan semuanya, termasuk Sisil.

Lean On My ShoulderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang