34-Percaya

37 7 8
                                    

Maaf jika banyak typo dan kesalahan yang lain 😁🙏🙏

Happy Reading 💙

"WAHHH"pekik Boby ketika ia sedang melihat-lihat lukisan Sisil.

Boby, Rafa, Vera dan Sisil sudah berkumpul di sebuah ruang khusus, yaitu tempat yang selalu Sisil gunakan setiap kali ia melukis. Tempat ternyaman kedua setelah kamarnya.

Di tempat ini terdapat sofa dan meja di sudut ruangan, ada juga beberapa lemari untuk menyimpan berbagai peralatan yang Sisil butuhkan. Dan yang terakhir, tentu saja semua hasil lukisan Sisil ada di sini

Sisil tengah menyiapkan peralatan yang ia perlukan. Setelah semua siap ia melekatkan pantatnya di kursi spesial miliknya. Sebelum ia mulai melukis, ia mengikat rambutnya terlebih dahulu. Tak butuh waktu lama ia telah mulai melukis dengan indah.

Rafa menatap Sisil dengan takjub, seperti pertama kali ia melihat lukisan dari karya gadis itu. Ada rasa bangga dan iri di dalam hatinya. Pasalnya ia tidak bisa melukis apalagi seindah itu. Sekarang ia sadar semua manusia punya potensi masing-masing.

Boby sibuk melihat lukisan Sisil, tidak ada bosannya. Sedangkan Vera sibuk dengan ponselnya, mereka tak mau menganggu konsentrasi Sisil.

"Sil, kalau lo butuh bantuan ngomong yah, biar kita nggak nganggur gini"ujar Rafa memecahkan keheningan.

Sisil menoleh"Oke" lalu ia kembali fokus pada tugasnya, namun seketika tangannya terhenti.

"Emm kalau kalian bosan kalian bisa ikut ngelukis, asik banget soalnya. Disini ada buku gambar dan kertas yang bisa kalian gunakan, dan peralatan yang lain ada di lemari"ujar Sisil merasa tidak enak hati jika mereka bosan.

"Terus kalau cemilannya kurang, nanti ambil cemilan di lemari pojok sana"tambah Sisil sambil menunjuk lemari yang ia maksud.

Semua mengangguk mengiakan.

"Nah kalau kalian bosan pake banget, kalian boleh pulang"tambah Sisil untuk terakhir kalinya ia pun kembali fokus pada lukisannya agar cepat selesai.

"Njir yang terkahir kesannya lo ngusir kita!!"sahut Boby dengan sedikit kesal.

Sisil tak menjawab membuat Boby memberengut sebal.

Waktu berlalu dengan cepat, Vera beranjak dari duduknya menuju balkon, ia menatap Sisil, gadis itu terlihat sangat fokus. Kemudian ia memalingkan wajahnya kearah Boby, pria gempal itu dari tadi tak ada hentinya mengemil. Ia beralih ke arah Rafa, pria tampan, dingin dan ketus. Vera menatap jengah, pria itu sibuk sekali dengan dunia gamenya.

"Selesai!!"seru Sisil dengan semangat ia mengembangkan senyumnya melihat hasil lukisannya.

Mereka semua mendekat, ingin tahu seperti apa hasilnya.

"Wah keren sil!"puja Boby dengan mata berbinar.

Rafa terus menatap lukisan itu tanpa berkedip"Beautiful"ucap Rafa dengan lirih tidak ada yang mendengarnya.

"Ternyata lo nggak berubah yah"ucap Vera membuat semua menoleh kearahnya.

Sisil menatap Vera penuh selidik, ia di buat bingung oleh semua ucapan yang akhir-akhir ini Vera katakan. Perempuan itu sungguh membuat otak Sisil bekerja keras.

"Ya udah gue beresin dulu"ucap Sisil mengalihkan pembicaraan.

Semua membantu membereskan peralatan yang tadi Sisil gunakan, cuma butuh waktu lima menit untuk membereskannya.

"Udah selesai kan?gue pulang duluan boleh??"tanya Vera yang sudah siap untuk bergegas pulang.

"Gue anter ke depan"jawab Sisil sambil memberi kode.

Lean On My ShoulderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang