2-Pingsan

92 15 6
                                    

Sisil baru saja tiba di rumahnya ia pun bergegas memarkirkan motor kesayangannya. Setelah selesai memarkirkan Pomy . Pomy adalah nama untuk motor kesayangannya. Si Scoopy merah yang menemaninya selama 3 tahun ini, ia langsung memasuki rumahnya, ia ingin rebahan, membaca komik,novel,ngemil, dan melakukan hal-hal malas yang lain.

"Assalamualaikum"Ucap Sisil ketika memasuki rumahnya

"Eyang Sisil pulang"tambahnya tapi tidak ada sahutan.

"Eyang?"panggilnya sembari mencari keberadaan Eyang nya itu.

"Hey sayang kamu udah pulang?"suara wanita paruh bayuh itu membuat Sisil mematung di tempat. Ia pun memutar tubuhnya untuk melihat wanita itu.

"Kenapa belum pulang?"tanya Sisil menatap tajam wanita di depannya. Masih ada rasa benci di dalam hatinya.

"Mamah masih mau ketemu sama kamu"Ujarnya dengan mata yang memerah. Sisil yang mendengar ucapan wanita itu pun hanya tertawa sumbang.

"Mama mohon dengerin mama dulu"

"Nggak ada yang perlu aku denger"Ujarnya sambil melangkah pergi menuju kamarnya. Wanita itu hanya menatap sendu putrinya yang selalu menghindar dari nya.
.
.
.

Sisil kini tengah duduk di kasurnya dengan menatap foto ayahnya, seketika ia teringat saat ayahnya menghembuskan nafas terakhirnya.

Sesak,sakit, ia belum ikhlas kehilangan sosok sang ayah, setelah ayahnya meninggal kepribadian sisil berubah, yang mulanya ia sangat perduli kepada orang lain kini ia menjadi cuek, ia pintar dalam segala bidang tapi semenjak Ayahnya pergi ia selalu menutup dirinya dan mengabaikan kemampuan yang ia punya, hanya melukis lah yang sangat ia suka.

"Ayah Sisil kangen"lirihnya dengan terus menatap foto itu. Tak ada air mata yang menetes pada saat Sisil sedih, itu janji Sisil pada ayahnya.

"Sisil makan!!mama kamu udah siapin"Perintah pria paruh bayah yang kini tengah mengetuk pintu kamarnya.

Itu Eyang sisil, semenjak Ayahnya meninggal ia hidup bersama Eyang dari ibunya, keluarga dari ayahnya tak mau menerima dirinya kecuali Almarhum opah dan omahnya, entah karena alasan apa Sisil tak perduli.

Sisil pun beranjak untuk membukakan pintu.

"Sisil nggak laper"Ucapnya setelah membuka pintu dan melihat sang eyang.

"Ayo makan, nanti kamu sakit!"Perintah Abraham, iya Abraham itu eyang sisil meskipun sudah tua ia masih terlihat muda dan segar. Sisil hanya menggeleng dan kembali menutup pintunya, tapi pintu itu di tahan oleh Abraham.

"Sisil nggak mau, dan Sisil lagi marah sama eyang jadi jangan maksa sisil"Ucapnya dan langsung menutup pintu kamarnya. Ia ikut kesal pada eyangnya, kenapa tidak bilang kalau mamahnya datang kemarin dan sampai sekarang belum pulang.

💠💠💠

Paginya sisil sudah siap untuk berangkat sekolah masih jam enam pagi, masih terlalu pagi tapi ia tak perduli ia tak bisa berlama-lama di rumah jika ada wanita itu, sisil pun bergegas keluar kamar.

"Hai, sisil udah siap ,kamu sarapan dulu"perintah wanita itu saat sisil melewati meja makan.

"Sinih! Eyang nggak akan ijinin kamu sekolah kalau kamu nggak sarapan"timpal Abraham yang membuat Sisil tambah emosi, ia hanya memutar bola matanya jengah, ia berlalu pergi tanpa memperdulikan ucapan mamah dan eyangnya. Mereka pun hanya menghembuskan nafas kasar melihat sikap Sisil.

"Kamu tenang aja, Suatu saat sisil pasti akan dengerin penjelasan kamu"Ujar Abraham menenangkan Sinta mamah Sisil, ia hanya mengangguk lemah.

Lean On My ShoulderTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang