31

23.5K 1.1K 8
                                    

“Gue mau pulang dan jangan ganggu hidup gue lagi. gue udah cukup sakit dengan sikap lo yang selalu membuat gue sakit” ucap Bella dengan wajah sedihnya membuat aku yang sedang melamun langsung menghela nafas dan mengusap dada sabar untuk mempersipan hati dan pikiran menyaksikan kegilaan Bella.

Bella mengambil tas dan berjalan menuju pintu “Lo gak mau nahan gue gitu?” aku menjawab dengan gelengan tetapi tetap melihat ke arahnya yang suda memberenggut.

“Lo mah selalu gini. Gak so sweet banget” ucapnya sinis membuat aku mendelik

“yang kamu lakuin itu jahat. Ara. Jahat” ucapnya sambil memegang dadanya dengan ekspresi yang tersakiti.

“Najis bin Alay” Aku melepar Kue Nastar kepadanya yang diterima olehnya dan langsung dimasukkan kedalam mulut.

“Lo beneran pulang?” aku turun berjalan di dekatnya.

“Iyah. Gue udah bosen liat lo setiap hari” ucapnya diakhiri dengan tawanya yang melengking membuat se isi rumah terkejut.

“BELLA. KAMU MAU PULANG ATAU GAK?” teriakan ibu Sati membuatku tersenyum bahagia dan langsung berlari keruang tamu untuk bertemu Ibu Sati yang sangat aku rindukan.

“IBU. ARA  KANGEN” teriakku lalu langsung memeluknya. Sedangkan Bella hanya mendumel di belakangku.

“Ibu juga kangen. Kapan-kapan kerumah yah. Ibu masakin makanan kesukaan kamu” ucap Ibu Sati sambil mengecup pucuk kepalaku.

“Udahan dong pelukannya. Giliran sama Ara aja alus banget. Sama anak sendiri gak perna di alus-alusin” ucap Bella memberenggut membuat kami terkekeh.

“kamu kalau di alus-alusin tingkahnya semakin ajaib” jawab Ibu Sati

“Ara sama Bella itu sama aja kok Bu. Sama-sama petakilan kalau di alusin” aku dan Bella langsung menatap Bang Dikki dengan tajam namun yang di tatap malah memasang wajah cuek membuat kami berdua mendegus.

“Yah udah kalau gitu kami pamit yah” ucap Bu Sati.

“Bye Ara” ucap Bella setelah mencium tangan Mama lalu mendekat ke arahku dan berbisik “awas aja lo kalau besok masi galau” ancamnya membuatku memutar bola mata. Sifat jahatnya keluar.

                ***

Aku suda berada didalam kamar. Sedang duduk di atas sofa sambil menatap layar tv yang gelap. Aku tersenyum kecut saat buliran air mata jatuh lagi. Sampai kapan aku harus menangis seperti ini. Semakin aku memaksakan diri untuk melupakan semuanya namun hati aku semakin terasa sakit. Katakanlah aku lemah. Yah memang aku selalu lemah jika berurusan dengan cinta.

“bodoh, bego” umpatku pada diriku sendiri. sesekali aku menepuk dadaku, menyakinkan diri bahwah aku baik-baik saja namun selalu sia-sia. Air mata ini selalu luruh dengan sendirinya tanpa aku perintah.

“woi” ucap Bang Dikki yang suda duduk di sampingku namun aku tidak menjawab.

Bang Dikki memegang bahuku mambuat aku terkejut dan langsung menepisnya.

“Ah. Bang. Sorry” ucapku pelan membuat Bang Dikki menundukan kepala berusaha melihat wajahku dari bawah.

“Hei” Bang Dikki mengangkat kepalaku lalu menatapku kawatir “kamu kenapa?”

“Bang” ucapku lirih lalu langsung memeluknya dan menangis sejadi-jadinya dipelukannya. Ku rasa Bang Dikki sesekali menghelas nafas sambil mengusap kepalaku.

“Bang hiks sakit banget hiks rasanya” ucapku terisak. Bang Dikki mengecup pucuk kepalaku lalu melerai pelukannya dan menatapku.

“Aku putus sama Naro karna..”

“Abang udah tau” ucapnya sebelum aku selesai berbicara.

“semuanya?” tanyaku yang dibalas anggukan oleh Bang Dikki.

“siapa yang ngasih tau Abang?”

“Alex sama Bella” jawabnya membuat aku mengangguk

Bang Dikki menghapus air mataku “Abang udah perna bilang sama kamukan? Kalau kamu berani jatuh cinta. Berarti kamu harus siapkan diri untuk merasakan yang namanya sakit, kecewa dan terluka” Bang Dikki mengecup pucuk kepalaku lagi “harus kuat dong. Adek Abang yang wujudnya cewek tapi tingkahnya laki kok cengen” ucap Bang Dikki sambil terkekh.

Aku menatapnya sini lalu menundukkan kepala “Ara jelek banget yah Bang. Sampai di jadiin bahan taruhan”

“Iyah jelek banget” ucapnya terkekeh mambuatku mendengus lalu memukul lengannya dengan boneka yang kupeluk.

Ah mengingat boneka. Aku jadi ingat jika boneka ini adalah boneka yang dia belikan untukku ketika dia menagajakku untuk membelikan hadia untuk Putry.

“Gak. Abang boong kok. Adek Abeng cantik. Biar tampilannya kaya gini yah lumayanlah. Enak dipandang, tapi kalau lama-lama dipandang juga gak enak” ucapnya di akhiri dengan tawa yang membuatku semakin memukulnya dengan boneka yang ku pegang.

“I hate you Gorila jelek” ucapku sambil melancarkan pukulan.

“ampun-ampun dek” ucapnya lalu kembali menatapku serius “sekarang kamu Tidur. Besok sekolah, Abang yang antar” ucapnya membuatku tersenyum lebar.

“serius?” Bang Dikki mengangguk sambil mengacak rambutku.

“Ah so sweet” ucapku langsung mencium pipi Bang Dikki karna senang. Aku sangat senang karna kerinduanku di antar oleh Bang Dikki besok akan terwujud.

Keluaga dan sahabt-sahabat gue selalu ada. Lantas, bahagia apa lagi yang gue cari?” aku tersenyum “Faiting Araya. Be Srong. Lo harus bahagia demi orang yang bener-bener sayang lo dengan tulu” batinku

                            ***

Ayara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang