32

23K 1K 16
                                    

“ARA. SARAPAN DULU” teriak mama saat melihat aku yang suda berlari keluar rumah.

“ARA. UDAH TELAT MAM” ucapku saat aku suda berdiri diteras rumah. Namun saat aku ingin masuk kedalam mobil aku teringat janji Bang Dikki.

Aku berlari kembali kedalam rumah “BANG. BURUAN, GUE UDAH TELAT” teriakku dengan wajah kesal karna aku bangun telat dan dengan santainya mama dan Bang Dikki tidak membangunkan aku.

“Bentaran dikit napa. Abang masi sarapan” jawab mama lalu langsung mencium pucuk kepalaku yang kubalas dengan dengusan dan langsung menarik abang yang sedang duduk santai didepan meja makan.

“Abang belum selesai sarapannya Ara” ucap Abang yang suda kutarik sampai depan pintu.

“Antar gue sekarang atau gue bawa motor abang” jawabku sambil mengangkat kunci motor di tanganku.

“JANGAN” teriak Abang dan mama bersamaan membuat aku terkekeh

“Ya udah. Abang antar” ucap Bang Dikki lalu langsung merebut kunci yang ada di tanganku dan menghidupkan motor.

“BYE MAM” teriakku lalu duduk manis di belakang Bang Dikki

“hati-hati. Jangan buat masalah” ucap Mama membuat Bang Dikki melirikku dari spion sambil terkekeh dengan wajah yang mengejek. Menyebalkan sekali. Ingin sekali aku memukul wajah menyebalkan itu namun ku urungkan karna kami sedang berada di atas motor dan juga aku tidak ingin telat.

“Bang. Ini jalan kaki atau pake motor sih bang?” tanyaku kesal.

“Abang bukan pembalap liar kaya kamu” jawabnya membuat aku meninju bahunya karna kesal. aku menghela nafas sabar tetapi tidak bisa ku pungkiri bahwa aku sedang panik, pasalnya tiga menit lagi gerbang akan ditutup. Chat dari Bella dan Anisapun sudah berulang ulang masuk ke ponselku. Aku yakin mereka saat ini sedang berfikir bahwa aku tidak masuk sekolah karna masi terpuruk.

Ah mereka tidak tau saja aku adalah cewek paling jago dalam hal pura-pura kuat.

“Bang. Gue udah telat” ucapku ketika aku suda turun dari motor dan melihat gerbang yang suda di tutup.

“Ya tinggal pulang” jawab Abang santai membuat aku melototkan mata kearahnya namun dia melirikku lalu mengangkat bahu asal.
Dengan kesal aku berjalan kea rah gerbang untuk menemui Pak Saiful, satpan yang sedang beridiri didepan gerbang, dengan memasang wajah memelas dan sedikit pujian dan senyum yang ku buat semanis mungkin, aku bisa masuk tetapi dengan catatan aku harus tetap menjalankan hukuman yang diberika guru piket hari ini.

Paling tidak absenku tidak bolong. Soal hukuman sepertinya aku merindukan itu.

Aku berlari kea rah bang Dikki lalu mencium pipi Bang Dikki untuk pamit

“Masuk?” Tanya Bang Dikki yang ku jwab dengan anggukan.

“Ngomong apa aja sampai di bolein masuk?”

“Satu senyum manis dan satu kedipan” jawabku lalu berlari masuk kedalam kintal sekolah meninggalkan Bang Dikki yang suda siap menyemburkan ceramahnya terindahnya yang suda sering kali kudengar sejak dulu.

             ***

Aku berjalan sambil terkekeh mengingat ekspresi marah Bang Dikki saat di gerbang. Wajah jeleknya terlihat semakin menyeramkan saat dia marah. Ah aku merindukan segalanya, merindukan tentang Papa, Mama dan Bang Dikki. Yah aku merindukan keluarga yang lengkap.

“Araya” teriakkan Bu Endang membuat aku berhenti.

“Kamu telat?” suda tau aku telat tapi masa bertanya, aneh sekali guruku yang satu ini.

“Gak” jawabku santai, kulirik beberapa siswa yang sedang berdiri membelakangi kami. Rupanya bukan aku saja yang terlambat hari ini.

Yah. Setidaknya aku ada teman untuk menjalani hukuman.

“Kamu telat Araya” teriak Bu Endang.

Aku terkekeh lalu mengaruk kepalaku yang tidak gatal “Ibu juga udah tau ngapain nanya”

“Kamu” Bu Endang menjewer telingaku “gabung sama mereka” ucapnya lalu menujuk siswa lainnya yang sedang berdiri sambil menghormati bendera.

“Gak ada yang lebih ekstrim gak bu? Hormat gitu mah udah biasa, harin senen juga sering hormat kok” ucapku lalu berlari keujung barisan sambil terkekeh.

Ku lirik siswa yang sedang berdiri disampingku. dia ganteng, tapi kenapa baru kali ini aku melihatnya. Siswa pindahan kali yah. aku tebak sepertinya dia suda sering mendapat hukuman karna dia terlihat biasa saja sedangkan yang lain memasang wajah takut.

“Gak usah lirik-lirik” ucapnya membuat aku terkejut

“Mata lo rusak ya. siapa juga yang lirik lo” jawabku sinis.

“Lo pacarnya Naro? Eh mantannya” ucapnya membuat aku meringis.

Aduh. Mulutnya minta di ulik yah..!!

“Lo siapa?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.

“Lo kuper banget ya. padahal Gue cukup populer di sekolah ini” ucapnya menyombongkan diri membuat aku memutar bola mata.

Populer pala lu..

Dia terkekeh “Gue Stev. Kelas delapan IPS lima” dia melirikku sejenak “kelas paling terisisih” ucapnya membuat aku terkekeh.

“Tersisih karna kelas Lo Ips gitu?” tanyaku lalu dia mengangguk.

“IPS dan IPA itu sama aja menurut gue. Sama-sama punya kelebihan dan kekurangan. IPS jago dalam pelajaran Ekonomi dan IPA jago dalam pelajaran Fisika sama Kimia” jawabnya membuat dia tertawa.

“Lo ternyata gak sekaku yang siswa lain gosipin”

“Gue terkenal banget yah”

“Kalau lo pacaran sama orang cakep disekolah ini. Lo bakal jadi bahan gosip seluruh sekolah dan otomatis lo jadi terkenal” ucapnya membuat aku terkekeh tetapi tetap saja pernyataan tersebut membuat hatiku sedikit tercubit.

“kalian berdua mau sampai kapan berdiri disitu?” pertanyaan Bu endang membuat kami terkejut. Siswa yang lain sudah tidak ada lagi dan tinggal kami berdua.

Malu-maluin anjg..

Aku tersenyum kikuk karna malu dengan tatapan siswa yang sedang menatap kami. Ah memalukan sekali.

                             ****

Ayara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang