39

23.9K 1.3K 68
                                    


Aku dan Bang Dikki sampai dirumah dengan aman dan tenang tanpa ceramah mama yang melihatku dalam keadaan seperti ini. Karena Mama masi di kantor dan juga Bang Dikki suda berjanji untuk merahasiakan kejadian tadi.

Bang Dikki memang paling pengertian soal ini, aku sayang sama Abangku yang ganteng itu.

“Nih makan” Bang Dikki masuk ke kamarku dengan membawa makanan. Dia langsung duduk disampingku.

“Gak laper gue Bang” ucapku berbohong. Sejujurnya aku lapar tetapi karena sudut bibirku yang memar masi sakit, aku terpaksa berbohong agar Bang Dikki tidak memaksaku.

“Gak laper atau bekas tonjokan itu masi sakit?” dia menatapku tajam lalu menekan sudut bibiku yang masi sangat sakit karena seperti biasa aku tidak ingin di obati. Aku tidak suka karena obat itu membuat bibirku terasa perih.

“Bang”aku menepis tangannya dengan kasar.

“Apa? sakit? di obatin gak mau” ucapnya dengan nada yang sudah tidak bersabat. seperti aku ralat kata-kataku yang tadi. Aku tidak menyayangi Bang Dikki.

“Makan gak lo” dia menyuapiku. di sertai dengan ancamannya “obatin gak mau. Makan gak mau, lama-lama gue laporin juga lo di mama ntar”

Dengan cepat aku langsung merebut piring di tangannya dengan kesal lalu memasukkan makanan dimulutku dengan hati-hati, sesekali aku meringis saat menyentuh memar disudut bibirku. aku ingin sekali menipu Bang Dikki dengan cara mengantar kembali makanan di dapur lalu berpura-pura kenyang, tetapi sialnya, Abangku ini suda hafal dengan sifatku, jadi dia duduk disamping sambil bermain ponsel tanpa berniat untuk keluar dari kamar. Benar-benar menyebalkan orang ini.

“Ra” panggilnya dengan tatapan masi fokus ke ponselnya.

“hum”aku membalas dengan gumanan karena aku masi kesal dengannya.

“Ngandep sini. Abang mau ngomong bentar” Abang duduk menghadap ke arahku namun aku tetap men acuhkan dia.

“Ih. Ngadep sini dong. Marah-marah mulu. Abang maksa lo makan itu karna Abang gak mau lo semakin kesakitan” aduh Bang Dikki tiba-tiba sweet.

Dengan malas dan hati-hati aku berbalik pelan-palan dan menghadap kea rah Bang Dikki yang sedang memasang wajah seriusnya. Aku yang semulanya masi ingin marah menjadi heran melihat wajah Bang Dikki yang sangat serius. Biasanya kalau seperti ini, dia membicarakan yang penting.

“Lo sama Naro gimana?” aku hanya bisa diam mendengar pertanyaan Bang Dikki, aku harus menjawab apa? jawab kalau Naro suda berparan dengan Putry dan membiarkan Bang Dikki semakin membenci Naro? Tidak !! sepertinya aku tidak meng inginkan itu.

“Woi, kesambet baru tau rasa lo. Orang nanya ya jawab kunti” Bang Dikki menyetil dahiku.

Aku mengusap dahiku sambil mencebik, menista dari dalam hati tapi tidak ku keluarkan karena aku tau jika Bang Dikki seserius ini, dia akan marah jika aku menanggapi dengan main-main..

“Jawab” geramnya.

“Ya-ya gitu. Udah putus” jawabku kikuk.

Dia berdecak “Ya kalau udah putus juga Abang tau. Maksud Abang itu lo masi suka gak sama dia?”

Aku mengangguk sambil menunduk…

“Dia masi sering main ke kelas lo atau nawarin buat nganter?”

Aku mengangguk..

“Dan Lo tolak?”

Aku bingun mau menjawab apa, dan pada akhinya aku hanya bisa mengangguklagi , karena memang aku selalu menolak apapun yang dia tawarkan semenjak saat itu.

Ayara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang