44

22.2K 1.1K 66
                                    

Aku mengurtkan alis saat memasuki gerbang. Semua siswa menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan, mereka berbisik dan menjauh dariku. Aku berusaha tidak memperdulikan mereka dan berjalan memasuki koridor sekolah. Keadaannya sama seperti digerbang sekolah, tetapi kali ini ada beberapa siswa yang menyindirku, dan itu membuatku terkejut.

“Cantik-cantik psiko”

“Gak nyangka banget sih, ternyata perna bunuh orang”

“Gila. Ternyata Bad girl”

“Munafik aja selama ini

Aku menggeleng kepala lalu terus berjalan, berusaha sabar dan tidak menanggapi sindirian itu, karena memang itu sedikit ada benarnya, walaupun memang bukan aku yang membunuhnya, tetapi itu karena aku, dia membenciku hingga dia nekat melakukan itu. Berarti memang aku yang pembawa sial disini.

Saat aku melewati papan pengumuman, mataku memicing saat kerumanan yang sedang melihat sebuah artikel menjauh dan memberiku jalan. Wajah mereka banyak yang terlihat ketakutan, tetapi banyak juga yang terlihat mencibir.

Aku berhenti didepan papan pengumuman, dan membaca sebuah artikel tentangku. Sebuah gambar hitam yang mirip denganku dengan tulisan, “SEORANG SISWA SMP MENDORONG TEMANNYA DARI ATAP GEDUNG SEKOLAH”. Aku memejamkan mata lalu terkejut saat badanku dilempari terlur busuk yang baunya sangat menyengat, mereka melempariku dengan bertubi-tubi hingga suara teriakkan guru menghentikan mereka.

Bella, Anisa, Dan Dhafa yang berdiri disamping bu Endang berlari ke araku, Bella terlihat marah, begitupun juga dengan Dhafa dan Anisa. Mereka menatap siswa lainnya dengan wajah siap menerkam.

“Kalian gak bisa menghakimi orang lain karena masa lalu yang belum tentu benar. jadi lo semua gak usah ngebacotin hidup orang lain. bangsat” umpat Bella yang mendapat pelototan dari guru-guru dan teriakan dari siswa lainnya.

“Ra” Sasa berlari kea rah kami “Gue-gue, minta maaf” cicitnya. Membuatku mengertukan alis, disaat aku ingin bertanya, Bu Endang menghampiriku “Ikut ibu ke ruangan” ucapnya tegas.

Aku mengangguk “Iyah bu” ucapku lalu mengikuti bu Endang dari belakang, aku melirik siswa-siswa yang melemparku tadi sekilas lalu mengacungkan jari tengahku dan memberi kepalan tangan kepada mereka. Terdengar Bella, Anisa dan Dhafa terbahak dibelakangku. Mereka pasti menertawakan ekspresi siswa-siswa yang aku yakini dibayar seseorang untuk melakukan hal serendah itu.

                ***

Aku menghela nafas berat saat keluar dari ruang BK. Bu Endang bahkan meragukan kebenaran yang ku ceritakan. Dia meragukan segalanya semenjak aku kembali seperti ini. Kenapa penampilan selalu menjadi letak penilaian orang lain terhadapku. Aku berjalan santai. Tidak memperdulikan tatapan siswa lainnya. Sesekali aku meniup permen karet dan kembali mengunyah.

Aku terkejut saat melihat Naro berdiri didepanku secarah tiba-tiba, dia menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan. Dari dulu aku suda cukup meyakinkan diriku untuk konsekuensi yang terjadi saat semuanya terbongkar. Mau tidak mau aku harus rela saat dia menjauh, dan mungkin inilah saatnya.

“Lo gak papakan?” Tanya Bella yang aku jawab dengan anggukan tetapi tatapanku tetap mengarah pada Naro yang berdiri mematung.

Beberapa siswa dan Putry cs lewat sambil berbisiki tetapi aku masi bisa mendengarnya.

Cih katanya dia udah gak punya bokap” Reni melirikku sinis yang dijawab oleh Putry.

Jangan-jangan nyokapnya main sama om-om lagi” ucap Putry membuatku tersulut dan langsung berjalan cepat lalu menarik bahunya dengan keras. Satu tinju melayang di atas pipinya disusul dengan tamparan keras yang cukup membuat suana terasa cukup mencekam.

Bella memelukku dari belakang. Untuk kali ini aku tidak bisa mengontrol emosiku. Persetan dengan berubah, persetan dengan pandangan siswa lainnya. Aku tidak perduli. Yang aku inginkan sekarang menghancurkan orang yang berbicara macam-macam tentang mamaku dan papa.

Putry yang tersukur di atas lantai menatap takut ke arahku yang sedang memberontak untuk dilepas.

“LEPASIN GUE BANGSAT” aku mendorong Bella kuat hingga pelukannya terlepas.

Aku berjalan dan menunduk didepan Putry dan kedua temannya. Tanganku memegan kerah bajunya “Lo boleh hina gue bangsat, tapi kalau lo hina nyokap,bokap gue dan Abang gue. siap-siap aja lo mati perlahan karna tinju gue ini” ucapku sambil menguyah permen karet.

“Put. Minta maaf aja deh” Reni berbicara dengan nada yang menandakan bahwa dia sedang ketakutan. Aku melirik Vivian disebelah Putry yang sedang menunduk.

Plak..

Satu tamparan lagi melayang di pipi Reni membuat Bella dan Anisa menjerit dan memelukku dari belakang. Dhafa? Dia hanya tersenyum menatapku lalu memberi jempol.

“Ini buat lo yang ngomongin bokap gue” ucapku

“DASAR PSIKO” teriak Putry dengan air mata yang mengalir tetapi suaranya bergetar dan juga badan yang ikut bergetar karna ketakutan.

“IYAH. GUE PSIKO” aku tersenyum sinis “DAN TARGET GUE KALI INI LO” teriakku lalu menedang kakinya “LO TAU SALAH LO APA? BANGSAT. LO UDAH BERANI SAMA GUE, LO UDAH MENUDUH NYOKAP GUE YANG GAK-GAK. GUE BAKAL BUNUH LO SEKARANG JUGA” teriakku lalu menatap semua siswa yang sedang menonton “LO SEMUA” aku menunjuk mereka “SIAPA YANG BERANI NGOMONGIN KELUARGA GUE. SIAP-SIAP AJA NASIB LO SAMA DENGAN MEREKA” aku menendang kaki Putry “INI GUE YANG SEBENARNYA, LO SEMUA MAU PROTES?” aku melirik Naro dan teman-temannya yang berdiri disamping Dhafa “ADA YANG MAU JAUH DARI GUE. SILAHKAN. GUE GAK BUTUH LO SEMUA. BANGSAT”teriakku lalu berlalu meninggalkan kerumunan itu dengan wajah memerah.

Aku berlari ke kelas, dan untung saja kelas kosong, aku menedang lalu meninju tembok dan menangis sepuas-puasnya. Aku tidak suka orang berbicara seperti itu tentang mama. Itu adalah kelemahanku. Jika ada yang berbiacara seperti itu, aku tidak perduli dengan derajat dan tingkatannya. Aku akan menghabisinya kalau itu memungkinkan.

“Ra” Naro masuk dan langsung memelukku

“Ngapain lo disini?” ucapku tetapi tetap membalas pelukkannya.

“Temenin lo. Nangis aja kalau mau nangis” ucapnya lalu mengecup pucuk kepalaku.

“Lo gak takut sama gue? lo gak marah atau malu deket-deket sama gue?”

Naro menggeleng “Gak. Ngapain takut, orang lo bukan psiko beneran, gue Cuma kecewa sama lo. Kenapa gak ceritain ini ke gue dari awal? Apa gue gak bisa di percaya ? ucapnya lalu melerai pelukkannya dan menatapku.

“Gue Cuma berfikir kalau masa lalu itu gak harus diumbar” jawabku.

Naro menghapus air mataku “Lo yang pukulin orang tapi lo yang nangis? Cengeng banget sih” ucapnya membuatku memberenggut.

“Kalau gue gak jauh dari dia dan gak nangis, gue bisa mati nahan emosi” ucapku lalu menatapnya kembali “Gue di skorsing seminggu sampai berita itu dinyatakan benar atau salah. Surat juga udah dikirim ke mama” ucapku lalu menundukan kepala.

“Yah asik dong. Bisa puas rebahan” Naro mencubit hidungku.

Aku tekekeh saat menatap Naro yang sedang menghapus air mataku, aku bahagia dia bisa menerimaku, tetapi kenapa dia begitu cepat menerima keadaanku yang mengejutkan ini. Apa dia suda tau sebelunya atau dia sedang berusaha biasa saja dengan berita itu.

Aku tersenyum lalu memelukknya lagi membuat dia terkejut dan mengusap rambutku “Kenapa hum?” tanyanya

Aku menggeleng “Pengen aja” aku terkekeh sejenak“Seminggu rebahan kayaknya enak sih” ucapku membuat dia terkekeh.

_______________

Masi suka gak?

Follow Ig: meluksendi

Ayara (END) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang