7 - HUJAN

602 80 5
                                        

21.30

Jingga bersiap-siap untuk pulang karena jam kerjanya sudah selesai. Ia menggantung jas putih kebesarannya dan memakai jaketnya untuk pulang.

Jaket ini pemberian Ana sewaktu pulang dari Paris bulan lalu. Sebenarnya Arjuna juga diberikan jaket yang sama persis, namun karena Jingga lebih sering memakainya, Arjuna jadi tidak mau pakai. Arjuna hanya tidak mau kedapatan memakai barang couple-an dengan kakaknya itu.

Jingga turun ke lantai dasar dan menjumpai Andre yang sepertinya sedang jaga malam.

"Jaga, Dre?" Tanya Jingga basa-basi. Padahal ia sudah hafal jadwal jaga malam, karena ia sendiri yang membuatnya.

"Iya nih, pak. Bapak mau pulang?" Tanya Andre dengan segelas kopi yang baru jadi di tangannya.

"Iya, kamu jaga sama siapa?" Tanya Jingga lagi.

"Sama Bambang. Tuh orangnya" jawab Jingga sambil menunjuk Raka yang tengah main tiktok di koridor rumah sakit.

Jingga menatap Raka miris, lalu ia teringat, bahwa hari ini bukan jadwalnya jaga malam.

"Bukannya dia jaga kemarin?" Tanya Jingga yang dibalas anggukan oleh Andre.

"Gantiin Bella. Biasa pak, namanya juga orang bucin" jawab Andre dengan iringan tawa kecil.

Semua orang disini juga tau sejarah percintaan Raka dan Bella yang bisa terbilang miris. Raka mati-matian mengejar Bella, tapi gadis itu malah menyukai Jingga. Hebatnya, meskipun tau saingannya adalah seorang Pradipta Jingga Danendra, Raka tidak menyerah sama sekali. Ia malah semakin semangat untuk merebut perhatian Bella meskipun tidak pernah ditanggapi.

"Ya udah, saya pulang dulu. Kalian berdua jaga yang bener. Jangan berantem" ucap Jingga sambil menepuk pinggiran bahu Andre dan melangkah menjauh.

Jingga berjalan ke arah mobilnya yang terparkir manis di basement rumah sakit. Hanya ada dua buah mobil dan tiga motor disana. Cukup sepi, karena biasanya basement ini ramainya bisa setara dengan mall di penghujung Minggu.

Di dalam mobil, Jingga langsung menyetel radionya agar tidak terlalu sepi, dan indra pendengarannya langsung disambut dengan lagu Kunci Hati milik Afgan, salah satu penyanyi favoritnya.

Jingga memang bukan sobat ambyar atau anak indie apalagi metal. Tapi ia lebih cenderung mendengarkan lagu-lagu pop atau ballad yang menenangkan. Berbeda dengan Mentari dan Pesona yang menyukai lagu K-Pop.

Tapi karena kesukaan mereka itu, Jingga jadi mudah memberikan hadiah jika mereka berulangtahun. Ya walaupun mahal, tapi setidaknya ia tidak perlu mengeluarkan uang jutaan rupiah hanya untuk sebuah tas.

Kalau sejarah bagaimana Jingga dan Mentari bisa sedekat sekarang, mungkin karena suami Mentari -Daniel- adalah teman dekat Jingga sewaktu kuliah di Harvard. Dan kebetulan, Genta dan Juna juga berteman dekat, akhirnya Tari dan Jingga sudah seperti saudara sendiri.

Apakah Daniel pernah cemburu pada Jingga? Jawabannya tidak. Karena mau setampan apapun Jingga, Mentari hanya menganggapnya sahabat. Tidak lebih. Mentari juga ada di saat-saat terburuk dalam hidup Jingga. Jadi sebenarnya, jika dibilang Jingga tidak bisa hidup tanpa Mentari, mungkin ada 30% benarnya.

Jingga menyalakan lampu sein nya dan berbelok ke arah minimarket yang ada di pinggir jalan. Ia berniat membeli kopi dan beberapa makanan ringan. Dulu sewaktu masih hidup, Ellyana sering sekali ngemil. Mungkin hal itu menurun ke anak-anaknya. Meskipun Ana jarang ngemil karena takut gendut, si sulung dan si bungsu tetap melanjutkan tradisi mamanya itu.

Dan ada satu lagi ciri khas dari dua anak yang selalu berbeda pendapat itu. Jika Juna tidak suka selai Oreo, Jingga justru hanya memakan selainya saja. Jadi dulu, sewaktu mereka masih akur, mereka selalu berbagi Oreo. Tapi ya... Sudah berbeda sekarang.

Ineffable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang