27 - CIVIL WAR;2

472 62 1
                                    

Wajah Jingga nampak lebih berseri dari biasanya. Hal itu sukses membuat sekeluarga merasa aneh. Apalagi sang ayah.

"Kamu kenapa senyum-senyum gitu? Kamu naksir sama opor ayam?" Agung menaikan satu alisnya sambil menatap Jingga yang kini sudah menjadi pusat perhatian dari 3 orang lain yang ada di meja makan tersebut.

"Engga pa." Jingga langsung memasang poker face nya sambil menggeleng.

"Palingan gara-gara yang di Instagram" cetus Ana sambil menyuapkan nasi dan lauknya ke dalam mulut.

"Apa? Siapa?" Agung memandang anak perempuannya clueless.

"Itu pa... Kak Jingga bentar lagi bawa calon man—"

"Ssst! Engga pa! Boong!" Jingga langsung menyela dengan sedikit panik, karena ia belum kepikiran sampai disana.

Agung memiringkan kepalanya. Ia sempat terdiam sebentar. Kalau sudah begini, tandanya ia sedang memilah-milah kalimat yang lebih baik diucapkan.

"Kenalin lah ke papa. Kamu udah mau 30 tahun kan? Umur kamu udah pas buat nikah" ucap Agung mencoba untuk tetap santai agar Jingga tidak tegang.

"T-tapi belum sampe sana, pa. Jingga masih mau coba jalanin dulu" Jingga menggaruk belakang lehernya.

Agung menganggukkan kepalanya "Kalau udah mantep kamu kasih tau papa. Anggaran nikah kamu udah papa siapin loh! Anak pertama papa harus bikin pesta gede-gedean"

Wajah tampan Jingga berubah merah padam. Kenapa rasanya memalukan membicarakan pernikahan? Padahal ia sudah pernah membahasnya 7 tahun lalu.

Tatapan Agung beralih pada anak bungsunya yang nampak murung dan gelisah. Ia bahkan hanya memakan setengah dari makanannya.

"Kamu kenapa, Jun? Sakit perut?" Tanya Agung.

Juna menoleh dan mengangkat kedua alisnya karena terkejut.

"H-hah? G-gapapa pa" Juna melanjutkan makannya dengan pura-pura lahap.

Agung menoleh pada anak sulungnya dan membisikinya sesuatu. Jingga langsung mengiyakan ucapan ayahnya.

Setelah makan, semua kembali ke kamar masing-masing. Kamar Jingga yang terletak selisih dua ruangan dari Juna mau tidak mau pasti melewati kamar adiknya.

Ia bisa melihat Juna berkali-kali mondar-mandir sambil memegangi handphonenya.

"Kamu kenapa, Jun?" Ucap Jingga dari ambang pintu.

Arjuna hampir saja menjatuhkan handphonenya kalau ia tidak cepat sadar.

"K-kenapa? Gapapa kok!" Juna mencoba mengendalikan wajahnya.

"Kakak boleh masuk ga?" Izin Jingga.

Juna mengangguk mengiyakan. Lalu Jingga masuk dan melangkah di karpet tebal milik Juna. Ia duduk di sana dan menyandarkan diri ke tembok.

"you look troubled" Ucap Jingga sambil menatap adik laki-lakinya.

Juna jadi ikut duduk di depan kakaknya dan menghela nafas gusar berkali-kali.

"I think I did a mistake..." Juna memulai sesi curhat yang tidak terduga.

"Kenapa? Sama siapa?" Jingga menegakkan duduknya dan menatap adiknya dengan tatapan penasaran.

"Selli. Sebenernya gw ga yakin ini salah gw! Toh gw cuma ga suka aja dia jalan lagi sama si brengsek itu. Semuanya cuma buat kebaikan dia doang!" Juna melontarkan keluh-kesahnya.

"Kenapa kamu ga suka?"

"Ya karena si Nathan itu yang bikin dia jadi banyak masalah! Gw tuh heran kenapa dia seolah-olah gampang banget lupain kesalahan orang!"

Ineffable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang