Keesokan harinya, Jingga benar-benar datang untuk menjemput Lentera di sekolah. Kehadirannya disambut berbagai tatapan penuh pertanyaan dari para warga sekolah yang melihatnya saat bertengkar dengan Juna beberapa waktu lalu.
Tapi toh Jingga tidak peduli. Ia kesini untuk Lentera, bukan untuk menanggapi rakyat-rakyat bermulut lemes semacam mereka.
Jingga duduk di ruang tunggu tempat ia janjian dengan Lentera. Tak butuh waktu lama, gadis itu kini sudah berada di depannya. Lengkap dengan dua bodyguard yang mengawalnya.
Juna dan Jingga saling bertatapan.
"Kapan kamu mau pulang ke rumah?" Tanya Jingga yang mendahulukan berbicara dengan Juna daripada Lentera.
"Nunggu diusir Genta" jawab Juna yang langsung dibalas tatapan oleh Genta.
Kalo tau boleh gw usir, dah dari kemaren-kemaren gw laksanain - batin Genta
Jingga kemudian beralih pada Genta, ia memegang bahu anak itu "Saya udah bilang makasih berkali-kali sama Mentari. Tapi saya baru ingat kalo saya belum pernah berterimakasih sama kamu. So, thank you, very much"
Genta yang bahasa Inggrisnya hanya mentok di nilai maksimal 50 hanya bisa menjawab sekenanya.
"Oh, yes yes, no problem." ucap Genta tanpa malu.
Tatapan Jingga beralih lagi pada adiknya.
"Kakak mau pergi sama Lentera. Kamu jangan nakal di rumah Genta. Inget, kakak masih ngawasin kamu lewat Mentari" ucap Jingga mewanti-wanti.
Juna diam saja. Enggan menjawab. Namun dalam hati ia mengiyakan titah kakaknya. Toh dia memang tidak akan macam-macam di rumah Genta. Malah ia cenderung membantu mengasuh Putri.
Lalu Jingga beralih pada Lentera "Kakak pergi dulu"
"Hati-hati"
Jingga sontak menoleh dengan kaget.
"- buat Lentera maksudnya" Juna melanjutkan dengan wajah datar.
"O-oh" Jingga jadi malu sendiri karena sudah berekspetasi yang terlalu tinggi.
Setelah itu, Jingga dan Lentera masuk ke dalam mobil.
Hari ini Jingga sudah izin, dan sebagai gantinya dia akan jaga malam. Walaupun ia sebenarnya tidak harus melakukan itu, tapi tetap saja, sebagai direktur yang teladan, ia harus melakukannya.
"Kamu udah makan?" Tanya Jingga memecah keheningan.
"Belum. Kak Jingga suka makan apa?" Tanya Lentera yang memang sudah lumayan akrab.
Entahlah, sepertinya Lentera memang mudah akrab dengan orang lain.
"Saya... Ga ada makanan khusus yang saya suka, tapi kalo yang saya ga suka itu cuma makanan pedes" jawab Jingga.
"Soto mie suka?" Tanya Lentera lagi.
"Suka. Kenapa?" Jingga bertanya balik.
Lentera tersenyum "Aku tau tempat makan yang enak deket sini. Mau kesana?"
Dengan satu anggukan, seruan antusias keluar dari mulut Lentera. Ia pun dengan setia mengikuti arahan Lentera ke tempat yang nampaknya pernah ia kunjungi sebelumnya. Entah kapan.
"Nah, sampe deh" ucap gadis itu sambil tersenyum semangat. Ia bahkan turun terlebih dahulu, untung saja Jingga sudah benar-benar memberhentikan laju mobilnya.
Dia geleng-geleng sendiri. Namun mulutnya tak kuasa menahan tawa gemas. Tapi senyumnya pudar tatkala menyadari tempat apa ini.
Ia turun dari mobil untuk mengejar Lentera dan memastikan bahwa ia salah duga. Tapi ternyata, dugaannya benar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [END]
Aktuelle Literatur[Ineffable Universe Phase 1] "I always grateful for everything I have. Home, job, friends- -and also you." -Pradipta Jingga Danendra