Jingga membuka pintu ruangannya secara perlahan. Lalu ia mengintip ke dalam. Setelah memastikan tidak ada orang, Jingga langsung menghela nafas lega.
"Nyari siapa pak?"
Tubuh Jingga terasa disambar petir. Dia berjengit saat mendengar seseorang dari arah belakangnya.
"Ga. Ga nyari siapa-siapa. Ngapain kesini?" Jingga langsung memasang wajah cool nya saat tau Mentari yang datang.
"Ga ngapa-ngapain pak, cuma memastikan kalau DIREKTUR SAYA udah dateng." ucap Mentari sambil tersenyum sarkas.
Jingga mengangguk "Gw udah dateng. Sana balik" usirnya.
Mentari tersenyum semakin lebar "Abis darimana pak? Wangi banget kayak kuburan baru."
Jingga menggaruk pelipisnya.
"Abis... Ketemu Lentera."
"OHHHHH... Ketemu Lentera???? Gimana kencan paginya pak? Lancar? Sampe lupa kerja gitu?" Mentari terus-terusan menyindir Jingga.
Jingga bertolak pinggang. Dia lama-lama kesal juga disindir terus-terusan.
"Lo ga ada kerjaan lain ya, Tar? Ngomel mulu! Sana balik kerja!" Ucap Jingga
Mentari juga melipat kedua lengannya di depan dada. Seolah tidak takut dengan atasannya itu.
"Banyak kerjaan gw! Bukan cuma buat ngurusin lo doang! Ga ada terimakasihnya ya lo! Inget Jing, lo disini direktur! Tingkah lo udah dijamin jadi panutan pegawai disini! Lo bayangin ga kalo misalnya mereka liat lo dateng plus pergi seenak jidat?! Lo mau dokter-dokter disini pada ga bener kerjanya? Hah?!" Wanita yang rambutnya sedang diikat itu benar-benar membuat Jingga bungkam.
Jingga kalah telak.
"Oke. Gw salah. Lo bener. Gw minta maaf. Is it clear now?" Ucap Jingga sambil mengerdikkan bahu.
Mentari tergelak "Terserah aja lah, Jing... Capek gw"
Setelah itu Mentari langsung pergi ke ruangannya. Jingga juga masuk ke ruangannya sendiri, mengganti jaket denimnya dengan jas putih. Tak lama setelahnya, para pasien mulai berdatangan.
15.10
Jingga meregankan otot-ototnya. Sudah waktunya istirahat makan siang. Ternyata benar kata Mentari, pasiennya banyak sekali hari ini. Padahal ia hanya memiliki 2 janji temu.
Dan Jingga yakin sebagian pasiennya sudah dialihkan ke dokter lain.
"Pak Direktur?" Ucap seseorang dari arah belakang.
"Ya? Kenapa, Pril?" Jingga menghentikan langkahnya dan menunggu April berbicara.
April memberikan sebuah map coklat.
"Tadi Bu Mentari nyuruh saya kasih ini ke bapak" ucapnya
Jingga mengambil map itu dan mengeluarkan isinya. Ternyata ada selembar surat dengan rentetan kata yang jika diringkas; undangan untuk pertemuan antar petugas kesehatan.
"Ini darimana?" Tanya Jingga. Yang ditanya hanya bisa menggeleng tak tau.
Tapi tak lama Mentari datang dengan wajah datarnya. Bumil masih marah ceritanya.
"Lo yang pergi" ucap Mentari begitu sampai di sebelah Jingga dan April.
"Kok gw?" Jingga mengerutkan dahi.
"Tinggal bilang iya kayaknya susah banget ya, Jing?" Mentari lagi-lagi tersulut emosi.
Jingga jadi takut.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [END]
General Fiction[Ineffable Universe Phase 1] "I always grateful for everything I have. Home, job, friends- -and also you." -Pradipta Jingga Danendra