Seharian ini April terus-menerus menghindari kontak langsung dengan Jingga. Ia bahkan berusaha menghindar sebisa mungkin hingga membuat Jingga hampir gila dibuatnya.
April tidak marah, dia hanya belum terbiasa dengan sikap Jingga yang tidak mau mengalah itu. Emosi Jingga juga sangat tidak stabil belakangan ini. Dan April tidak mau tau alasannya, ia hanya tidak suka dijadikan pelampiasan.
Tapi satu-satunya yang tidak bisa ia hindari adalah, pulang bersama Jingga. Itu seperti sudah keharusan, walaupun sebenarnya April hanya tidak mau membuat Jingga mengira bahwa dirinya marah.
"Hari ini sibuk banget ya? Mas mau ketemu aja susah" ucap Jingga sambil melirik ke penghuni bangku sebelahnya itu.
April mengontrol wajahnya dengan memasang senyuman terbaik.
"Lumayan mas. Mas ngapain nyari aku?" Tanya April retoris.
"does that need an answer? Mas cuma mau ketemu, masa harus pake alasan?" Jingga bertanya balik.
April tidak menanggapi dan memutuskan untuk memainkan ponselnya.
Setelah diam cukup lama. Jingga memutuskan untuk membuka percakapan baru.
"Kamu mau makan dulu?"
"Ga usah. Langsung pulang aja. Aku mau istirahat" jawab April masih dengan tatapan yang fokus ke handphonenya.
Kenapa cewek kalo marah auranya lebih serem dari Voldemort?
Akhirnya selama perjalanan pulang mereka cuma diem-dieman atau ngobrol singkat. Lebih tepatnya sesi tanya jawab sih. Soalnya Jingga nanya, terus April jawab. Then, end. Ga ada lanjutannya.
Jingga menghentikan laju mobilnya karena mereka sudah sampai. April langsung menaruh ponselnya ke dalam tas dan menatap Jingga.
"Makasih ya mas" ucap April sambil tersenyum tipis, lalu tanpa banyak basa-basi ia membuka pintu mobil.
"Eh bentar!" Jingga menahan pergelangan tangan April dan menariknya untuk kembali masuk ke mobil.
"Kenapa mas?" Tanya April bingung.
"Ada yang ketinggalan."
"Ap— engga ah. Ga ada yang ketinggalan"
Jingga mengeluarkan sebuah buket bunga mawar putih dan memberikannya pada April.
"Ini ketinggalan"
April menerima buket bunga itu. Menatapnya sebentar, lalu tatapannya beralih pada Jingga.
"Mas masih permasalahin soal bunga-bungaan tadi?" Tanya April datar.
"Hah? Engga, mas—"
"Aku sama mas Rey ga mungkin ada apa-apa mas. Dia juga udah jelasin kenapa dia ngirim aku bunga tiba-tiba. Tapi aku masih ga paham kenapa mas segitu marahnya. Aku salah apa?" Tanya April yang terdengar lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [END]
General Fiction[Ineffable Universe Phase 1] "I always grateful for everything I have. Home, job, friends- -and also you." -Pradipta Jingga Danendra