April terdiam beberapa saat di depan sebuah rumah yang di luarnya terdapat pohon mangga yang banyak kenangan.
Rumah lamanya.
Sudah sangat lama April tidak kembali kesini semenjak kedua orangtuanya memutuskan pindah ke Cirebon. April juga sempat tinggal di Cirebon selama 7 tahun. Dari umur 17 tahun sampai 24 tahun.
Keluarga April memang sering pindah-pindah rumah. Tapi meskipun begitu, rumah ini yang paling berkesan untuknya. Disini dia merasa paling hidup.
"Eh, ada neng Wulan..." sapa seorang nenek yang entah sejak kapan ada disana.
"Eh mak' Iin, sehat mak'?" Tanya April sambil mencium tangan nenek berusia 60 tahunan itu.
"Alhamdulillah sehat, neng... Mau masuk dulu?" Tanya Mak' Iin dengan senyuman yang dikelilingi keriput.
"Oh, engga, mak' Wulan harus kerja. Takut telat hehe... Kapan kapan deh Wulan main" tolak April sambil tersenyum.
Wulan adalah nama kecil April. Hanya orang-orang yang sudah sangat dekat dengannya sedari kecil yang memanggilnya demikian.
April saat ini berusia 27 tahun. Orangtuanya sudah memintanya untuk menikah, namun ia belum mendapatkan pasangan yang tepat. Tapi bisa jadi juga karena ia masih mengharapkan perjanjian bodohnya waktu kecil bisa benar-benar terwujud.
Dulu, saat ia tinggal disini, ia memiliki tetangga, namanya Angga. Usianya hanya terpaut dua tahun darinya. Angga sangat manis, tingkah lakunya sopan, tidak banyak bicara, namun sekalinya bicara bisa langsung terngiang-ngiang di kepala.
Saat itu April masih duduk di kelas 4 SD, sedangkan Angga di kelas 6. Angga sering sekali bermain di halaman rumah April, katanya halaman rumah April lebih luas dari miliknya.
Saking seringnya bermain, April dan Angga jadi sangat dekat. Lalu suatu saat mereka menuliskan sesuatu yang sekarang harusnya masih terkubur di bawah pohon mangga tadi.
Isi dari tulisannya tak lain adalah, Angga berjanji akan menjadi pangeran berkuda putih yang akan langsung menjemput April untuk menikah dan hidup bahagia selamanya.
Kalau Angga menuliskannya di jaman sekarang, mungkin orang-orang akan menghubung-hubungkannya dengan Mimi Peri.
Tapi untuk April kecil, itu sangat manis. Ia bahkan masih ingat wajah anak laki-laki itu. Lesung pipinya yang terbentuk setiap kali ia tersenyum, adalah alasan mengapa ia selalu berbunga-bunga.
Tapi Angga justru pindah saat masuk SMP. Lalu mereka hilang kontak. Sudah tidak pernah berinteraksi baik secara langsung ataupun tidak langsung.
Mungkin bagi orang lain ini semacam permainan anak-anak. Tapi, bagi April. Itu adalah janji yang harus ditepati! Ia tau ia bodoh menunggu lelaki yang wujudnya bahkan tak ia ketahui sekarang, tapi tak apa. Dia masih mau menunggu.
Tin! Tin!
April tersadar dari lamunannya. Dan menoleh ke mobil yang nampak familiar di matanya.
"Mau bareng saya?" Tawar seseorang dari dalam mobil.
April menunduk dan matanya langsung bertemu dengan Jingga yang ada di kursi pengemudi.
"A-anu saya..."
"Ga usah pake ga enak segala, ayo bareng aja. Kan saya juga mau ke rumah sakit" ucap Jingga sambil tersenyum.
"I-iya pak" April mengangguk dan langsung membuka pintu mobil Jingga.
Tak lama setelah April duduk dan menutup pintunya, Jingga menjalankan mobilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [END]
Ficção Geral[Ineffable Universe Phase 1] "I always grateful for everything I have. Home, job, friends- -and also you." -Pradipta Jingga Danendra
![Ineffable [END]](https://img.wattpad.com/cover/222194801-64-k680503.jpg)