Cklek!
Lelaki itu memutar netranya untuk mencari dimana keberadaan perempuan itu. Tapi tidak butuh waktu lama karena ia mendengar suara TV yang diiringi tawa yang cukup kencang dari perempuan yang ia cari.
Nathan menggeleng pelan saat melihat tontonan gadis itu.
"Five feet apart? Lo ga kesurupan kan nonton ini?" Tanya Nathan yang sukses membuat Selli berjengit kaget.
Ia datang di saat adegan terakhir sebelum ending. Dimana adegan itu yang paling menguras emosi Selli sejak tadi.
"Sel?"
Nathan bingung karena Selli tidak menoleh sama sekali. Tapi begitu ia mengecek wajah gadis itu, matanya sembab.
"Lo nangis nonton ginian? Gila... Keajaiban dunia." Nathan yang kini sudah duduk di sebelah Selli tetap tidak mendapatkan atensi gadis itu. Selli tetap menatap lurus pada televisi.
Lelaki itu baru ingin meninggalkan Selli yang sepertinya sedang fokus menonton. Tapi ia urungkan begitu melihat Selli yang terus-terusan mengelupas kukunya seperti orang gelisah.
"Stop, nanti berdarah!" Nathan menghentikan tangan Selli. Tapi gadis itu masih saja tidak mau menoleh pada Nathan.
"Lo kenapa sih, Sel? Ada apa?" Tanya Nathan sambil terus menggenggam tangan Selli.
Perempuan itu menggelengkan kepalanya samar.
"Lo kalo diem gini gimana gw bisa bantu?" Tanya Nathan dengan nada melembut.
Layar televisi mulai menggelap dan berganti dengan deretan nama dan para pemain film tersebut. Film sudah usai tapi Selli masih tidak mengalihkan pandangannya dari layar.
Nathan menarik Selli dalam pelukannya dan menepuk-nepuk punggung gadis itu agar merasa lebih nyaman. Dan hal itu berhasil membuat Selli menangis di ceruk leher Nathan.
"Nangis sampe lo puas. Kalau ga mau cerita sekarang juga gapapa, yang penting lo tenang dulu." Ucap Nathan lembut.
Ia bisa merasakan bahwa Selli mencengkram kuat seragamnya. Di dalam pikirannya cuma satu; she was tired, she was hurt, she needed someone to hear her out.
Isakan Selli perlahan berhenti. Nathan masih tetap pada posisinya, ia tidak akan melepas Selli kecuali perempuan itu yang melepasnya terlebih dahulu.
"Gw udah tau masalah lo... Lagi-lagi karena dia ya, Sel?" Nathan tersenyum pahit.
"Ternyata kayak gini rasanya jadi Juna waktu gw lagi brengsek-brengseknya..." Ia terus bermonolog sampai Selli mau berbicara.
Perlahan Selli melepaskan pelukannya dan menatap Nathan dengan mata yang masih basah. Dengan sigap Nathan membantu menghapusnya.
"Udah mau cerita?" Tanya Nathan sambil tersenyum.
Selli menarik nafasnya dan mencoba tenang.
"Kenapa benci sama dia itu sulit?" Lirih Selli.
"Gw yakin kalau gw bisa benci sama dia, rasa sakit gw ga bakal sampe kayak gini, Nath. Rasanya kayak mau mati-"
"Jangan suka sembarangan kalo ngomong! Gw ga suka!" Nathan yang tadinya selembut salju langsung berubah seperti seekor rubah begitu Selli mengatakan kata itu.
Perempuan itu kembali menangis "Tapi emang sesakit itu! Rasanya kayak tiba-tiba udara di sekitar lo itu hilang. Sesek-dan seolah lo bakal mati kehabisan nafas."
"Sepanjang film gw mikir... Apa gw harus suka film romance biar Juna pilih gw? Apa gw harus jadi kutu buku biar dia ga pergi? Atau gw harus sakit dulu biar dia perhatiin gw?" Selli menggigit bibir bawahnya hingga memutih.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [END]
Fiction générale[Ineffable Universe Phase 1] "I always grateful for everything I have. Home, job, friends- -and also you." -Pradipta Jingga Danendra