Juna asik memetik gitar. Tidak buruk sih, namun sedikit asal-asalan. Ia termenung sambil menatap langit-langit rumah Genta.
Mereka lagi apa ya sekarang?
"Bengong aja terossss!!" Genta yang habis mengganti popok Putri langsung meneriaki Juna yang sangat terlihat tidak bersemangat.
"Bosen, su. Jalan-jalan skuy lahh" ucap Juna yang melawan semua tanya di kepalanya. Siapa tau dengan jalan-jalan dia bisa sedikit melupakan Lentera.
"Naek motor apa jalan kaki?" Tanya Genta dengan dahi berkerut.
"Naek motor lah! Emang di komplek perumahan lo ini ada wahana apa? Taman kota lah hayu!" Ucap Juna sambil berdiri dan menyandarkan gitar Genta di ujung tembok. Lalu ia bercermin untuk memperbaiki rambutnya.
"Sok ganteng amat lu, nying!" Cibir Genta yang kini menatapnya dari belakang.
"Eits, sorry, gini-gini gw emang ganteng. Coba aja Putri udah gede, dijamin langsung klepek-klepek sama gue! Eh sekarang juga udah sih" Juna meneruskan kesombongannya.
"Di depan maneh teh aya kaca, naha atuh teu dipake?!" Genta jadi sewot mendengar rentetan Juna yang merasa dirinya secakep Sasuke.
Genta sudah berada di depan pintunya. Saat Juna keluar, Genta baru berteriak "Bi, Genta pergi dulu yaaaa!!!"
Lalu tak lama ada sahutan dari dalam.
"Iya A', hati hati!!"
Setelah itu Juna dan Genta naik ke motor sendiri-sendiri. Bayangkan saja kalau mereka sampai boncengan ke taman kota. Mungkin semua orang bisa mengira mereka maho.
Memang sih, permintaan Juna sangat random. Tapi entah mengapa Genta setuju-setuju saja. Bisa dibilang Genta memang sedang pusing karena tawaran Lia itu. Terlebih saat di sekolah tadi Lia tidak menyapanya.
Salah Genta juga sih tidak menyapa duluan, tapi kan- dia takut kalau Lia memang tidak mau disapa.
Motor Juna berhenti terlebih dahulu di depan tukang mie ayam. Genta jadi ikut-ikutan berhenti.
"Maen berhenti aja, gw ga bawa duit nih!" Ucap Genta pelan namun terdengar kesal.
Juna malah sibuk pukul-pukul meja dan menatap temannya dengan wajah sok bodoh yang minta digampar.
Akhirnya mau tak mau Genta duduk di depan Juna. Malas berdebat lebih tepatnya. Toh kalau nanti ujung-ujungnya mereka disuruh jadi babu cuci piring dadakan, biarkan saja.
"Buset tuh muka kayak baju belom disetrika aja, kusut amet" sindir Juna sambil menoyor kepala Genta.
Yang ditoyor hanya bisa membalas dengan death glare.
"Serem amat sih, su! Selow ae napa, gw yang bayar!" Ucap Juna sewot.
Genta langsung cengo "Abis jaga lilin lu?"
"Yoi. Kemaren gw yang jaga lilin, Putri yang gw suruh keliling- ANJING! Sakit bego!" Ucapan Juna memang sangat patut diberikan geplak-an. Justru sepertinya tindakan Genta patut diberi penghargaan.
"Mulut lo kayak ga ada pendidikannya" Genta kesal setengah mati.
Baru saja Juna ingin membalas dengan kalimat yang mungkin bisa memancing keributan yang lebih besar lagi, Abang tukang mie lebih dulu menginterupsi.
"Silahkan mie nya" ucap si tukang mie sambil memberikan dua mangkuk pada dua orang minim akhlak itu.
Walaupun tadinya mereka bertengkar. Entah bagaimana bisa akur kembali. Bahkan mereka sibuk membicarakan tentang guru-guru, adek kelas menyebalkan dan sebagainya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Ineffable [END]
General Fiction[Ineffable Universe Phase 1] "I always grateful for everything I have. Home, job, friends- -and also you." -Pradipta Jingga Danendra