16 - JANJI

436 61 4
                                    

"That fucking bastard... should I beat him?" Pertanyaan itu lolos dari mulut Jingga.

Mentari dan Selli kompak menoleh dan menatapnya tak terima.

"Jangan cari-cari masalah baru deh. Lo tinggal tunggu adek lo selesai diobatin. Mendingan lo diem aja disini!" Omel Mentari.

Tapi sebenarnya Jingga memang bukan orang yang pemarah. Tidak sampai semarah ini. Mentari berani taruhan kalau Jingga tidak dikontrol emosinya, ia harus menjemput Jingga di kantor polisi karena menganiaya anak dibawah umur.

Kakak fikir cuma Lentera yang bisa bikin kamu nonjok orang... Ternyata kamu emang se-gentle itu. – batin Jingga

Lalu pintu UGD terbuka dan langsung menampakkan wajah Vina yang bisa dilihat sarung tangannya terdapat banyak bercak darah.

"Keluarga Arjun— pak direktur?" Vina nampak terkejut melihat Jingga yang seperti orang mau mati dan gadis di sebelahnya yang berdarah-darah layaknya zombie.

"Saya kakaknya. D-dia baik-baik aja kan?" Tanya Jingga panik.

"Arjuna sekarang masih dibawah pengaruh obat bius. Kepala bagian kirinya harus menerima 3 jahitan. Lengannya retak. Dan beberapa bagian tubuhnya mengalami luka ringan. Untuk sementara, dia harus dirawat di sini, karena tadi sempat ada gumpalan darah yang menyumbat saluran pernafasan nya." Jelas Vina panjang lebar.

Nyawa Jingga dan Selli bak terbang entah kemana. Mentari langsung memegang tubuh Jingga, kalau-kalau ia tiba-tiba pingsan.

"Makasih banyak Vin" ucap Mentari.

Lalu tak lama ranjang Arjuna lewat di depan mereka, dan naik ke lift menuju ruang inap nya.

"Jingga, lo sekarang ke kantin, pesen jus atau susu atau terserah lo! Intinya lo harus minum sesuatu. Dan kamu... Ohanna— kamu ikut saya sebentar" Mentari bergegas mengatur semuanya.

"Tapi gue—"

"Ga ada tapi tapian! Gw ga nerima penolakan apapun. Just do what I said, okay?" Mentari kembali menegaskan.

Jingga mengangguk pelan "okay"

Lalu Selli mengikuti kemana Mentari pergi. Ternyata ia dibawa ke ruangannya.

"Saya ada baju bersih. Kamu bisa ganti baju dulu" ucap Mentari sambil memberikan sebuah kaus dan celana training bekas kebijakan Jingga dulu yang menyuruh semua karyawannya senam pagi sebelum bekerja.

Namun tentu saja itu tidak bertahan lama. Toh itu cuma formalitas supaya terkesan mengikuti anjuran pemerintah.

"Terimakasih dok..." Ucap Selli dengan suara serak.

Lalu setelah itu Selli mengganti bajunya dan memasukannya ke dalam totebag yang juga diberikan Mentari. Di dalam kamar mandi dia kembali memikirkan Juna. Rasa bersalah kembali menyelimutinya.

Juna pasti marah padanya. Lentera juga. Semua orang pasti membencinya setelah ini, begitu pikirnya.

Selli keluar dari toilet dengan baju yang sudah ganti. Walaupun tidak mandi, ia merasa lebih bersih dari sebelumnya.

"Mau ke ruangan Juna?" Tawar Mentari.

"Juna udah boleh dijenguk?" Tanya Selli takut-takut.

"Boleh. Tapi sebelum itu kita ke kantin dulu. Kamu pasti ga ada fikiran buat makan kan?" Tebak Mentari tepat sasaran.

Karena tidak ada jawaban, Mentari langsung saja menggiring Selli ke kantin. Mungkin karena sudah punya anak perempuan, sikap keibuan Mentari jadi keluar secara otomatis.

Ineffable [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang