🌌(41) My Daffodil

3.6K 681 317
                                    


Seulgi memandangi cucu perempuannya yang duduk persis di sampingnya. Kaki-kaki Jinae yang berbalut sepatu berwarna gold ikut mengayun, seakan mengikuti detik jam yang ada di pergelangan tangannya. Kepala Jinae sering sekali menengok ke kanan ke kiri, atau fokus pada satu hal yang menurutnya menarik. Seperti seorang wanita yang buru-buru berlari di lorong sambil menarik koper pinknya. Panik, karena pesawatnya akan lepas landas. Atau mata turunan Cho Seungyoun itu akan terpaku pada staf kebersihan bandara yang berlalu-lalang di depannya sambil membersihkan lantai atau mengelap kaca-kaca. Tapi bukan itu yang menjadi fokus Seulgi, tepatnya bukan pada Jinae. Namun pada sebuah bingkai foto yang ada dalam pangkuan si cantik. Tangan-tangan Jinae sesekali meremat ujung bingkai di atas dress ivory-nya, mungkin takut terjatuh. Atau mungkin itu reaksi fisiologis untuknya yang bosan karena membunuh waktu.

"Nena, sekarang jam berapa?" Tanyanya sambil menoleh pada Seulgi. Rambut Jinae ikut bergoyang mengikuti gerakan kepalanya. Seulgi tersenyum lucu saat menyadari jepitan yang dipakai cucunya itu melorot.

"Pesawat kita masih satu jam lagi, Sayang.." jawab Seulgi seraya membetulkan letak jepitan di kepala cucunya.

Bibir Jinae membulat, seakan menyuarakan 'ooo' panjang setelah mendengar jawaban dari Neneknya.

"Jinae mau makan? Atau mau ke toilet? Yuk biar Nena anter."

Jinae menggeleng. "Gapapa Nena, Jinae cuma tanya. Jinae mau tau berapa lama lagi Jinae ada di Korea, di tempat yang sama kayak Bibu sama Dodo."

Dada Seulgi mendadak nyeri mendengar jawaban polos cucunya. Tiba-tiba ia teringat Sejin, apa kabar menantunya itu sekarang? Bagaimana keadaannya saat tau jika Seungyoun membawa pergi Younjin dan Jinae? Juga ditambah dengan surat gugatan cerai yang pengacara Seungyoun berikan? Apalagi Seungyoun tidak memberi kesempatan putri kecilnya ini untuk mengucap selamat tinggal pada ibunya. Walaupun Seulgi sebenarnya tidak terlalu menyukai kehadiran Sejin di tengah keluarga Cho, Seulgi ikut sedih membayangkannya, karena Seulgi juga seorang ibu.

"Jinae.."

"Iyaa, Nena?"

"Jinae mau ngobrol sebentar sama Bibu, gak?" Tawar Seulgi.

Mata Jinae membola. Maniknya berbinar bahagia saat Seulgi menawarkan kesempatan untuk menelepon Sejin.

"Beneran Nena?? Nena punya telepon Bibu??"

Mati-matian Seulgi menahan airmatanya ketika melihat senyuman itu mengembang di bibir Jinae. Ada banyak harapan dalam ekspresi gadis cilik itu saat menatapnya, yang membuat hati Seulgi semakin teriris membayangkan betapa kejamnya dunia untuk gadis sekecil Jinae.

"Sebentar ya.. Nena teleponin dulu."

Jinae mengangguk girang dengan senyuman yang tidak luntur dari wajahnya. Kaki-kakinya yang menggantung di kursi tunggu ikut bergerak semangat. Kali ini lebih cepat. Setara dengan degupan jantung Jinae yang bahagia ketika membayangkan bisa mendengar suara ibunya.

Seulgi mengambil ponselnya dari dalam tas. Kemudian segera menyambungkan panggilan dengan nomor menantunya.

Tidak diangkat.

Seulgi mencoba lagi.

Masih tidak diangkat.

Bahkan sudah hampir 5 kali ia mencoba menghubungi Sejin, tapi panggilannya berujung pada suara operator yang mengalihkannya pada kotak suara.

Helaan nafasnya membuat Jinae menatapnya lagi.

"Sayang, kayaknya Bibu lagi gak pegang handphone. Nanti kita coba lagi ya sebelum take off?"

MIKROKOSMOS | PRODUCE X 101 and Others (Sequel From Catch Me If You Can)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang