18 : Tears

38 8 0
                                    

"Kak, aku mau jelasin,"

"Gak perlu," katanya. Lalu dia melangkah pergi namun ditahan oleh cewek itu. "Sebentar aja kak,"

Haikal menghempaskan tangan Aqilla. Pergi meninggalkan Aqilla dengan perasaan sesak di dada. Aqilla rela ke kelas Haikal untuk menjelaskan hal tempo hari, namun ini yang di dapatkan.

Penolakan.

Aqilla menunduk dalam. Sesak di dadanya kian mendalam. Tanpa sadar, dia menangis lagi untuk orang yang sama.

Dia menganggap Haikal berarti. Tapi apakah itu hanya anggapan sepihak? Apakah Haikal tidak menganggap Aqilla berarti juga? Sekali lagi, dia lelah.

Dia menghapus air mata yang membasahi pipinya. Mencoba bersikap seolah semuanya baik-baik saja. Memasang topeng kekuatan di depan orang lain.

---

Setelah Ravaro melihat Aqilla dengan raut muka yang sedih, dia langsung membawa cewek itu ke rooftop. Berusaha membantu cewek itu melupakan sejenak kesedihannya.

Saat ini sedang jam kosong karena para guru sedang rapat. Entah apa yang dibahas, para murid tidak terlalu memperdulikan itu. Yang terpenting adalah jam kosong.

Ravaro membuka pintu rooftop, langsung menampakan gedung tinggi menjulang yang dilatarbelakangi langit cerah pagi hari.

"Di sini aja dulu," katanya mengajak Aqilla duduk di sofa usang yang ada di sana.

Aqilla menunduk, berusaha menahan agar tangisnya tidak keluar. Namun tidak bisa. Akhir-akhir ini Aqilla sering menangis karena renggangnya hubungannya dengan Haikal.

"Udah," kata Ravaro seraya membawa kepala Aqilla bersandar di pundaknya. Ravaro tau, Aqilla sedang butuh sandaran. Dia tau, Aqilla butuh orang untuk menguatkannya. Dan Ravaro berusaha menjadi hal yang dibutuhkan Aqilla.

"Kenapa dia semarah itu, Ro?"

"Itu tandanya dia sayang sama lo. Dia gak mau kehilangan lo,"

"Begitu cara dia nunjukin sayangnya ke gue? Dengan bikin gue jadi orang yang ngerasa paling salah?"

Ravaro diam. Dia bingung harus menjawab apa.

"Gue juga gak mau kehilangan dia, Ro. Makanya gue mau jelasin semuanya ke dia,"

"Ada waktunya, La. Kalo keadaan udah agak reda, lo bisa ngajak Haikal ngobrol dengan kepala dingin,"

Aqilla menghela napas. Sampai kapan dia harus menunggu waktu itu datang? Sampai Haikal akhirnya pergi dari hidupnya?

Pintu rooftop terbuka, keduanya menoleh. Reira yang ditatap langsung hendak berbalik, namun dicegah oleh Ravaro.

"Sini, Ra,"

Reira menghampiri keduanya. Lalu mendekati pagar pembatas rooftop.

"Ra, jangan coba-coba," kata Ravaro menginterupsi Reira.

"Apa?"

"Manjat pager lagi,"

Reira terkekeh, "Ya enggak lah,"

Aqilla yang sudah tidak bersandar lagi di bahu Ravaro, kini bergabung dengan pembicaraan mereka.

"Lo ngapain manjat pager?" tanya Aqilla.

Special Friend | When You Were Special For Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang