39 : Unexpected

23 6 0
                                    

Rasanya sudah biasa melihat kemacetan di pagi hari. Tidak asing lagi. Jakarta, kota besar yang sepanjang hari akan diwarnai dengan kemacetan.

Seperti pagi ini, lagi-lagi Aqilla terjebak dalam kemacetan. Sebenarnya belum terlalu siang juga, dia juga heran. Biasanya jam segini jalanan belum terlalu macet.

Ah, tapi namanya juga Jakarta. Macet itu pasti.

Hari ini Aqilla berangkat bersama Ayahnya. Hari ini Ayahnya libur karena kemarin baru saja kembali dari Surabaya. Biasalah urusan pekerjaan.

"Kok tumben ya Yah macet?"

"Namanya juga pagi-pagi,"

"Tapi biasanya kalo Aqilla berangkat bareng Ravaro jam segini belum macet,"

"Oh jadi selama ini berangkat sama Ravaro?" tanya Ayah dengan nada meledek.

Aqilla menoleh, "Y-ya kan dia yang ngajak,"

Tunggu kenapa Aqilla jadi gugup begini?

"Ayah libur sampe kapan?"

"Paling besok udah masuk,"

Aqilla mengangguk mengerti. Aqilla lega, pasalnya Ayahnya bisa dibilang terlalu sering ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Kan pasti capek.

"Harusnya Ayah istirahat aja, jangan nganterin Aqilla dulu,"

"Kenapa? Oh biar bisa berangkat bareng Ravaro ya?"

"Ih enggak," sela Aqilla. Yang benar saja.

Ayah tertawa, "Ya gapapa lah, kan jarang juga Ayah nganterin kamu,"

Aqilla membalas dengan anggukan. Iya juga sih. Waktu seperti ini tidak boleh disia-siakan. Dia memang jarang menghabiskan waktu dengan Ayahnya.

Mobil mulai berjalan pelan setelah lama berhenti karena kemacetan. Aqilla melihat ada ambulance. Bisa Aqilla simpulkan, kemacetan pagi ini disebabkan oleh kecelakaan.

"Ada kecelakaan, Yah,"

"Eh iya,"

Saat melewati tempat kejadian, Aqilla memalingkan wajahnya. Dia takut. Traumanya bisa saja kambuh kalau melihat itu. Bahkan saat sudah memalingkan wajah pun, langsung terbayang kejadian saat dia tertabrak motor.

Aqilla menutup mata sejenak, sambil menetralkan detak jantungnya.

"Minum dulu," kata Ayah sambil menunjuk air mineral dengan dagunya.

Huft.

Setelah meminum air, Aqilla kembali tenang. Aqilla tidak banyak berbicara lagi sampai sekolah. Dia turun dari mobil setelah berpamitan oleh Ayahnya.

Aqilla memasuki sekolah tepat saat bel masuk berbunyi. Aqilla melangkah terburu-buru ke kelasnya. Kelasnya ada di lantai tiga, jadi dia harus ekstra. Jangan sampai dia masuk setelah ada guru di kelasnya.

Aqilla duduk di bangkunya. Untungnya belum ada guru.

"Tumben baru dateng,"

"Iya, Ma. Macet tadi,"

Rahma mengangguk.

Aqilla merasakan ponselnya bergetar di saku roknya. Ternyata ada telepon. Kalian tau? Yang menelepon itu Haikal, sang mantan. Saat akan mengangkat panggilan itu, Bu Siti masuk kelas. Akhirnya Aqilla mengurungkan niatnya.

"Oke nak, hari ini kita ulangan ya,"

"Loh bu kok dadakan?" tanya Renjun.

"Yah bu belom belajar,"

Special Friend | When You Were Special For Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang