Ravaro?
Dia masih terdiam di tempatnya. Merasa seakan dunia berhenti hanya untuk menyaksikan keterkejutannya. Tatapannya mendadak kosong. Tapi tidak dengan pikirannya. Pikirannya sibuk mencerna apa yang dikatakan Reira.
Jujur saja. Hal itu cukup membuat jantungnya berdetak lebih cepat.
Jujur saja. Selama ini dia hanya menganggap Reira sebagai teman.
Jujur saja. Dia berlaku seperti itu karena dia senang saja melihat Reira yang memasang wajah kesal, jika dia melakukan hal manis terhadapnya.
Jujur saja. Dia benar-benar tidak berniat memberikan harapan palsu.
Jujur saja. Dia tidak sadar kalau perlakuannya selama ini mampu membuat Reira menaruh harap padanya.
Ravaro menghela napas. Dia menjambak rambutkan kasar bermaksud meluapkan emosinya. Dia baru sadar kalau selama ini Reira menyukainya.
Ada rasa bersalah dalam dirinya. Karena selama ini dia selalu bercerita tentang Aqilla pada Reira, tanpa mengerti bagaimana perasaannya.
Ravaro berjalan dengan langkah lunglai menuju kelasnya. Benar-benar merasa bersalah. Jujur saja, dia tidak bisa membalas perasaan Reira terhadapnya dan kalian tau pasti apa penyebabnya. Di sisi lain, dia juga tidak mau pertemanannya dengan Reira berakhir begitu saja.
---
Setelah mengatakan hal itu kepada Ravaro, Reira langsung keluar dari rooftop. Dirinya mendadak gusar karena takut. Takut kalau Ravaro benar-benar akan menjauhinya, padahal saat itu dia bilang tidak apa-apa. Munafik.
Reira menuruni tangga dengan langkah tergesa. Padahal dia tau jika tidak ada yang mengejarnya. Dia hanya ingin sampai di kelas dengan cepat. Reira makin mempercepat langkahnya.
Begitu sampai di kelas, dia langsung terduduk di bangkunya dengan ekspresi gusar. Sungguh. Padahal dia tidak ada rencana untuk mengutarakan hal itu. Kejadian tadi begitu cepat. Reira merutuki dirinya yang tidak berpikir dulu sebelum berbicara.
"Kenapa lo?" tanya Jeno, ketua kelas sekaligus teman sebangkunya.
Pertanyaan itu hanya dijawab gelengan kepala oleh Reira. Meskipun dia cukup dekat dengan Jeno, tapi dia belum siap untuk menceritakan hal ini.
Perasaannya campur aduk. Takut, panik, kesal, sedih, lega. Jantungnya kini memompa darah terlalu banyak hingga menimbulkan detak yang cukup kencang. Mungkin setelah ini, dia yang akan menjaga jarak dengan Ravaro.
---
Bel berakhirnya jam pelajaran terakhir berbunyi, menandakan selesainya proses belajar mengajar untuk hari ini. Pintu kelas Reira langsung terbuka lebar dengan para murid yang berhamburan keluar kelas.
Tapi tidak dengan Reira. Dia masih setia menidurkan kepalanya di atas meja dengan menghadap ke arah kiri. Dia tidak akan pulang sebelum sekolah sepi, pikirnya begitu. Karena dia mau menghindari Ravaro.
Jeno yang sedang sibuk mengemaskan bukunya ke dalam tas menoleh ke arah Reira. Tidak biasanya Reira seperti ini. Karena jika sudah mendengar bel pulang, cewek ini biasanya akan langsung bergegas keluar kelas.
Jeno menghela napas, "Ayo pulang,"
Reira yang mendengar itu langsung berpura-pura memejamkan matanya. Bermaksud supaya Jeno tidak mengajaknya berbicara lagi dan meninggalkannya. Tapi rencananya gagal.
"Gue tau lo gak tidur,"
Reira menghela napas, mengangkat kepalanya lalu menoleh ke arah Jeno. Tersenyum tipis lalu beralih membereskan barangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Special Friend | When You Were Special For Me ✔
Teen Fiction[COMPLETED] "Ceweknya itu yang lagi makan cilok di depan gue." "Mau gue musuhin seumur hidup lo?" •••• Tentang perasaan yang muncul karena sebuah ikatan bernama pertemanan. cover by _adindazp