Harapan. Sebuah keadaan dimana seseorang menaruh ekspetasi terhadap sesuatu. Berharap ekspetasinya itu terwujud. Tapi, terkadang menaruh ekspetasinya di hal yang tidak pasti.
Bicara soal harapan. Ini tentang menaruh harapan terhadap seseorang. Seseorang yang bahkan hanya menganggap kamu sebagai orang biasa. Tidak begitu berarti dalam hidupnya.
Seperti Reira. Dia menaruh harapan terhadap Ravaro. Menaruh harapan dalam bentuk perasaan yang bahkan tidak pernah ditunjukan sekali pun. Hanya terpendam untuk dirinya sendiri. Jadi, bagaimana mau terwujud jika hanya dipendam sendiri? Dia maju pun tidak, mundur pun tidak. Hanya stuck di satu titik. Tanpa kepastian.
Dia tidak tau, tapi dia merasa bahwa Ravaro memberi harapan kepadanya. Dengan bersikap manis, memberi perhatian, dan hal kecil lainnya yang selalu membuat Reira semakin jatuh untuk lelaki itu. Entah, hal itu benar atau tidak. Atau hanya dia saja yang terlalu perasa.
Tapi, dia tersadar dengan kenyataan, bahwa Ravaro mencintai sahabatnya, Aqilla. Aqilla begitu berarti untuk Ravaro. Jika dibandingkan dengan Aqilla, Reira itu tidak begitu berarti untuk Ravaro. Reira tau hal itu. Sangat tau.
Terkadang, jika Ravaro bercerita tentang Aqilla, sebenarnya ada bagian dari dirinya yang merasa tidak terima. Berpikir kenapa harus Aqilla? Seperti kejadian kemarin di kedai makanan, saat mereka melihat Haikal bersama perempuan lain. Ravaro terlihat begitu emosi, dia terlihat tidak terima jika Aqilla disakiti. Sebegitu berartinya Aqilla untuk Ravaro.
Tapi bagi Reira, Ravaro pun berarti untuknya. Dia selalu bisa memberikan Reira kenyamanan. Bahkan Ravaro mungkin tidak sadar, bahwa semua yang Ravaro berikan untuknya selalu membuat Reira jatuh terlalu dalam. Reira terlalu perasa.
Mengenai perasaannya terhadap Ravaro, dia tidak berniat untuk mengungkapkannya. Lebih tepatnya belum berniat. Mungkin nanti jika waktunya sudah tepat.
Dia tidak mau jika pertemanannya retak bahkan hancur, jika saja dia mengutarakan apa yang dia rasakan selama ini. Dia terlalu takut kehilangan teman spesialnya itu.
---
Senin. Hari yang paling tidak disenangi oleh para murid. Karena setiap hari itulah, mereka harus berjemur di lapangan dengan panas matahari pagi yang cukup membuat mereka berkeringat. Tau kan apa yang akan dilakukan para murid pada Senin pagi?
Upacara bendera.
Reira berdiri tenang di barisan kelasnya. Dia tenang bukan berarti dia tahan dengan sinar matahari pagi ini. Tapi karena dia sedang menahan pusing di kepalanya. Entah mengapa, hari ini pembina upacara begitu panjang menyampaikan amanatnya. Padahal amanat yang diberikan selalu sama dari minggu ke minggu.
Reira masih berusaha menahan pusing yang menyerang kepalanya. Ini karena tadi dia buru-buru, jadi belum sempat sarapan.
"Ra, muka lo pucet. Lo kenapa?" kata salah satu teman kelasnya.
"Ah, gapapa kok. Gue tadi pagi cuma lupa pake lipbalm," katanya.
"Serius?"
Reira mengangguk dan memberikan kode untuk kembali menghadap ke depan. Pasalnya, jika dia ketauan oleh Pak Bandi, bisa-bisa dia berjemur sampai jam istirahat nanti.
Tahan, tahan bentar lagi selesai. Batin Reira berusaha menyemangati dirinya.
Tapi sepertinya penyemangat itu tidak berfungsi dengan baik. Karena detik berikutnya, Reira limbung dan akhirnya jatuh dengan wajah pucat yang menghiasinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Special Friend | When You Were Special For Me ✔
Ficção Adolescente[COMPLETED] "Ceweknya itu yang lagi makan cilok di depan gue." "Mau gue musuhin seumur hidup lo?" •••• Tentang perasaan yang muncul karena sebuah ikatan bernama pertemanan. cover by _adindazp