40 : Keep Strong

21 6 0
                                    

Mereka melangkah tergesa saat memasuki rumah sakit. Semuanya panik. Berharap orang yang dituju baik-baik saja. Meskipun itu hanya kemungkinan kecil.

Sebenarnya Aqilla tidak mau lagi menginjakan kakinya di bangunan putih berbau obat ini. Traumanya bisa saja muncul. Tapi demi orang yang ingin ditemuinya, dia memberanikan diri ke rumah sakit.

Mereka berjalan menuju ruangan, terlihat Haikal yang sedang duduk di kursi, masih memakai seragam sekolah yang sedikit terkena noda darah. Haikal mendongak saat sadar ada suara langkah kaki terburu menuju ke arahnya.

"Ravaro gimana kak?"

Haikal diam menatap Aqilla. Dia belum berani mengatakan hal ini.

"Kak, gimana?"

Saat Haikal akan menjawab, orang tua Ravaro keluar dari ruang rawat Ravaro.
Mereka menatap sekumpulan remaja ini, Mama Ravaro menghela napas. Matanya sembab.

"Ma, gimana Ravaro?" Aqilla bertanya lagi.

"Ravaro koma," jawab Mama.

Hening.

Aqilla membatu. Dia merasakan lagi, seperti mati rasa. Air matanya kembali jatuh. Dia tidak menyangka akan separah ini.

"Aku boleh masuk, Ma?"

Mama mengangguk sambil tersenyum, "Tapi gantian ya,"

Aqilla mengangguk. Dia melangkah masuk ke ruangan Ravaro. Dia melihat Ravaro terbaring lemah di atas ranjang rumah sakit dengan bantuan alat pernapasan. Aqilla menghampirinya dengan langkah pelan.

Aqilla menatap sedih ke arah Ravaro. Dia belum mampu berkata-kata. Yang dia lakukan hanya menangis. Hatinya mencelos melihat keadaan Ravaro seperti ini.

"Ro, kenapa bisa?"

Aqilla tau. Ravaro tidak akan menjawab. Aqilla semakin merasakan sesak di dadanya. Dia sedih, sangat sedih.

"Ayo bangun, Ro,"

Aqilla menunduk. Perlahan tangannya bergerak untuk menggenggam tangan Ravaro. Bergerak pelan mengusap punggung tangan Ravaro. Menyalurkan kehangatan.

"Katanya gak mau liat gue nangis, ayo bangun,"

Saat ini yang merespon ucapan Aqilla hanya suara EKG yang terus berbunyi.
Satu tetes air mata Aqilla jatuh membasahi tangan Ravaro.

"Lo pasti bangun kan, Ro? Lo kan kuat,"

Aqilla tersenyum pedih, masih menangis. Dia tidak sanggup melihat Ravaro seperti ini, tapi dia masih mau di sini menemani Ravaro.

Aqilla masih memandangi Ravaro yang kepalanya dibalut perban. Sekelebat kejadian masa lalu menghampirinya lagi. Kepalanya mendadak pening. Namun dia tahan.

"Pasti sakit ya, Ro?"

Hening. Jelas saja.

"Lo denger gue kan, Ro?"

Hening. Miris sekali. Ucapannya hanya ditanggapi oleh suara mesin EKG. Aqilla menggenggam tangan Ravaro erat.

"Lo harus bangun. Gue bakal bantu lo. Pasti. Lo harus bangun,"

Aqilla akan setia menunggu Ravaro bangun. Entah sampai kapan. Sebentar atau lama, akan Aqilla tunggu. Dia tidak mau kehilangan sahabatnya. Ravaro harus tetap bersamanya dalam keadaan sehat.

---

Suara deheman seseorang baru saja menginterupsi Aqilla. Dia mendongak dan mendapati Haikal yang berdiri di hadapannya. Keadaannya masih sama, dengan seragam yang sedikit dihiasi noda darah.

Special Friend | When You Were Special For Me ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang