Part 18

103K 6.8K 791
                                    

***

Dari balik jendela kaca dihadapannya, Jonathan berdiam dengan mata yang menatap lurus ke luar. Entah apa dipikirkannya, yang jelas. Salah satu diantaranya adalah meresapi ketenangan dan kedamaian yang menyelimuti.

Jonathan, suka keheningan. Namun ia benci merasa kesepian. Entahlah...

Jonathan dikaruniai kehidupan yang mungkin menjadi impian semua pria di usianya. Namun tetap saja, bagi Jonathan, sesuatu terasa mengganjal——ada yang kurang. Dan Jonathan jelas tahu apa itu.

Karena Seseorang, dengan lancang mengusik hatinya, terus-menerus—membuatnya tak pernah merasa nyaman.

Dan didukung tekad yang kuat membuat Jonathan ingin sekali meraihnya, mendekapnya, mengikatnya hingga si lancang itu tak bisa lari. Lalu menuntutnya untuk bertanggung jawab atas kelancangannya mengusik hari-hari Jonathan yang semula tentram.

Ya—Jonathan harus melakukannya. Cepat atau lambat.

"Kopi Anda, Pak."

Itu suara Raisa. Jonathan tidak menyahut dan membiarkan sang sekretaris mengerjakan rutinitas paginya. Namun ketika tak kunjung mendengar suara pintu yang tertutup, Jonathan menolehkan wajah, dan benar saja——Raisa masih berdiri di tempat, terlihat sedikit gugup.

"Ada lagi?" Tanya Jonathan.

Takut-takut Raisa menyahut.
"Nyonya Lili menghubungi saya dan bertanya kenapa anda tidak mengangkat telfonnya. Saya juga disuruh menghubungi beliau lagi jika sudah mendapat jawaban dari anda."

Perkataannya lantas membuat Jonathan mendengus dan memijat pangkal hidung. Tampak jengah.

Liliana Addison, iblis tua yang tak pernah jengah mencari perkara dengannya. Dan disaat Jonathan enggan terpancing, maka semua akal bulus akan dikeluarkan lalu disusul pergulatan. Dia tak akan berhenti dan Jonathan bukanlah tipe yang akan mendiami musuh. Jika dia ingin bermain, maka Jonathan akan ladeni. Namun sepertinya hari ini adalah pengecualian keras, Jonathan tengah berada dalam mode kacau. Sangat kacau untuk menerima tantangan perempuan yang berstatus ibunya kini. Akan ia biarkan Liliana sama kacaunya dengan dirinya di sebrang sana. Meski mungkin yang membedakan adalah cara mengekspresikan. Ah ya__kekacauan ala Liliana adalah kekacauan dalam arti yang sebenarnya. Berteriak, menghancurkan barang-barang.

Sungguh menggelikan.

"Jangan hubungi lagi," pinta Jonathan kemudian.

"Bagaimana jika nyonya—"

"Katakan saya tidak ingin bicara." Ia menegaskan.

"B-baik, pak." Raisa memberi anggukan patuh sebelum berlalu dari ruangan.

Tepat setelah pintu tertutup, denting ponsel menyentak ruangan Sunyi Tersebut. Rupanya sebuah pesan masuk.

Wilona : Bayaran yang selalu memuaskan, Mr. Addison.

Terbilang singkat namun cukup untuk membuat sudut bibir Jonathan berkedut samar. Senyum merendahkan ia tampilkan.

Bitch and money, it can't be separated.

Jonathan memang tak lagi seliar masa remajanya. Sampai saat ini bisa dibilang ia berhasil menata kehidupannya hingga tak seamburadul dulu. Tapi bukan berarti, ia benar-benar melepas gaya hidupnya yang sejak awal telah rusak itu. Jonathan hanya tengah meminimalisirnya. Jika dulu club' adalah tempat wajib kunjung maka kini tempat tersebut hanya menjadi persinggahan sementara dikala lelah menyapa.

Dan tentang perempuan ... Jonathan punya sedikit masalah dengan itu, masalah yang tak bisa dijelaskan secara rinci, namun yang jelas, ia bukan player yang siap menjelajah dari lubang satu ke lubang lainya.

SEANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang