Part 26

93.5K 6.8K 2.4K
                                    

Maaf baru bisa up sekarang, yang follow aku pasti tahu kenapa update-an kupending. Ini aja nyuri-nyuri waktu buat ngetik.

Happy reading. Kutunggu vote & komennya

***

Anna membasuh wajahnya dengan air, lalu menatap pantulan dirinya yang kacau di depan cermin kamar mandi. Mata bengkak dengan kantung yang menghitam, bibir pucat, pipi yang baru ia sadari tampak lebih tirus dari sebelumnya. Anna benar-benar tampak mengerikan.

Akhir-akhir ini, ia memang sangat sering menangis dan jarang sekali mengisi perut. Nafsu makannya seolah lenyap, dan kalian tentu tahu apa yang menjadi penyebabnya.

Sudah tiga hari sejak Jonathan mengumandangkan kesepakatan dan lelaki itu tak pernah datang lagi kemari. Bukan karena tak ingin, Ia selalu mendesak untuk membesuk Jayden tapi Anna selalu melarang keras. Alasannya, karena Anna belum siap kembali bertatap muka. Waktu satu hari yang diberikan Jonathan untuknya membuat keputusan pun, Anna ulurkan.

Dan entah malaikat mana yang merasuki Jonathan, pria itu dengan mudah memaklumi Anna. Tapi bukan berarti Jonathan lepas tanggung jawab begitu saja. Setiap hari selama disini, ia selalu rutin mengutus anak buahnya datang membawakan makanan, mulai dari sarapan, makan siang hingga makan malamnya dan Jayden semuanya Jonathan yang mengurusi. Hal yang tentu tak lepas dari pengamatan para sahabat Anna yang juga menyempatkan datang setiap harinya. Tanpa bisa mengelak, tentu Anna pun sudah menceritakan segalanya kepada mereka, Well, kecuali tentang kesepakata. Dan beruntung, ketiganya tak terlalu terkejut dengan fakta itu. Karena saat dirinya pingsan malam itu, Jonathan sendirilah lah yang menawarkan diri untuk melakukan transfusi di hadapan mereka. Sempat timbul perasaan gelisah dan sangat tidak rela, namun ya--Ini demi keselamatan Jayden. Mereka bukan Tuhan yang bisa memprediksikan segala sesuatu, dan Jonathan adalah satu-satunya harapan saat itu.

Berbalik, Anna sandarkan tubuh lemasnya pada wastafel, lalu menghembuskan nafas berat.

Hari ini Jayden sudah dibolehkan pulang ke rumah. Dan hari ini pula, ia harus segera menyampaikan keputusannya pada Jonathan. Lelaki itu menerornya setiap hari lewat telepon, namun Anna hanya akan mengangkatnya tengah malam, ketika Jayden sudah tidur. Karena Topik yang dibahas lelaki itu pasti selalu soal kesepakatan, dan Anna tak bisa berhenti tersulut emosi jika sudah seperti itu. Kadang, demi menjawab telepon Jonathan, Anna bahkan harus melipir ke kamar mandi. Tangis dan seruannya sulit diredam kala Jonathan selalu menolak untuk bernegosiasi kembali. Lelaki itu terlalu memaksakan kehendak.

Mungkin akan lebih mudah jika Jennar, Lala dan Rosie tidak terbawa-bawa dalam permasalahan ini, namun sialnya Jonathan bersikeras dengan berkata bahwa sahabat-sahabat Anna juga mengambil alih dalam hal penyembunyian Jayden dan ia tidak bisa membiarkan mereka begitu saja. Alasan tersebut pun turut digunakannya sebagai ancaman untuk Anna. What a son of bitch. Jonathan benar-benar licik sekaligus tak tahu diri. Ia hanya beruntung lantaran kekuasaan ada bersamanya.

Bayangkan betapa tidak masuk akalnya, Kesepakatan ini. Jonathan menginginkan Jayden sepenuhnya dengan cara menyerang Anna. Melumpuhkannya. Tanpa memikirkan semua pengorbanan yang sudah ia kerahkan. Lelaki itu tak membiarkan ia memiliki pilihan dan sebaliknya justru menggunakan segala cara untuk menindasnya. Sekali lagi, dan kini Anna tidak bisa kabur lagi seperti dulu.

"Biarkan aku datang kesana malam ini" tukas Jonathan di seberang sana.

Anna yang sedang menyandarkan tubuhnya pada dinding kamar mandi, langsung menyergah, meski dengan suara yang gemetar. "Jangan dulu, kumohon"

"Kenapa?" Hardik Jonathan.

Anna menelan ludah kalut. Ponsel di tangannya ia cengkram kuat-kuat. "Aku belum siap, Jo" ucapnya lirih.

SEANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang