🔥Anna cemberut, pusing dan lelah. Kakinya juga lumayan pegal. Yang diinginkannya saat ini ialah berbaring di ranjangnya. Sayang situasi tak mendukung sehingga ia hanya bisa menidurkan kepala di atas meja dan memejam. Tubuhnya sangat lemas.
"Molor mulu lo, entar kalau dilihat pak bos bisa diomelin kayak tadi pagi. Saya gaji kamu bukan buat tidur saat jam kerja ya." Mbak Meira berucap dengan nada yang sengaja dimirip-miripkan dengan Jonathan pagi tadi. Hal itu membuat Anna sedikit kesal lantaran mendapati fakta bahwa percakapan mereka didengar, dan tidak menutup kemungkinan jika mbak Meira juga melihat posisi dan percakapan mereka yang tak lazim.
Ah, sial. Wanita di pertengahan 30-an itu mungkin tak akan menjadi biang Gosip, namun Anna harus menerima resiko jika dirinya berpotensi direcoki setiap hari.
"Oi Na! Kenapa sih lo? Sakit?"
"Pusing Mbak, sama mual dikit," sahut Anna serak.
"Mual? Jangan-jangan lo hamil lagi, Na? Wah semena-mena ni anak! Mantap-mantap ama siape lo, hah? Jujur sama gue sini!"
Anna menatap kesal mbak Meira yang sedang menghakiminya secara sepihak. Dasar mbak-mbak rempong, selain kepo juga mulutnya lemas banget.
"Lo tuh kalau ngomong banyakan ngaco ya mbak, gak lucu tau! Ini kayaknya lambung gue kambuh deh," sungut Anna.
Mbak Meira langsung manggut-manggut. "Lo sih! Ngomong yang jelas dong, namanya orang kalau dengar kata pusing sama mual dari cewek mah pasti gak jauh-jauh dari melendung."
"Gak selamanya mbak, otak lo aja yang gak bener"
"Tuh mulut, ngajak gelud?"
"Dahlah males gue, mau ke ruang kesehatan dulu." Anna meluruskan punggung, merapikan sedikit rambutnya yang berantakan dan sudah akan beranjak menuju pintu keluar ketika Seorang pegawai berambut pirang dengan heels setinggi 15cm, mungkin? Berdiri tepat di pintu masuk work space, menghalangi jalan Anna.
"Hay, Megan." Mbak Meira menyapa lebih dulu dan Megan membalas dengan senyuman menawan, sebelum akhirnya beralih pada Anna.
"Anna?"
"Ya."
"Kamu di panggil pak Jonathan ke ruangannya," kata wanita elegan itu, tenang.
Dan Anna bisa rasakan kepalanya yang sudah berdenyut semakin dirajam nyeri ketika kalimat itu dilontarkan. Mual di perutnya semakin bergejolak mengingat nama pria yang telah mengusiknya akhir-akhir ini.
Bayangkan, dirinya baru berada di kantor selama tiga jam, dan keduanya sudah melewati satu sesi bicara pagi tadi, lalu sekarang apa lagi?
Anna merasa sangat terusik ketenangannya.
"Saya? Ngapain?" Tanya Anna sembari memijit pangkal hidung, kekesalannya tidak bisa disembunyikan, mungkin karena faktor tubuhnya yang sedang tidak se-vit biasanya.
"Gak tau, saya cuma disuruh manggil."
"Ya udah, bentar lagi saya naik," tandas Anna. Si pirang Megan mengangguk, sekali lagi menampilkan senyum elegannya sebagai respon lalu meninggalkan ruangan.
"Pak Boss makin hari makin jadi ya. Gue mah udah feeling sejak lihat tatapan dia di ruang rapat." Dan perawan tua itu mulai lagi, entah untuk kali keberapa Anna memutar bola matanya pagi ini.
"Feeling apaan sih mbak?!" tanpa minat Anna langkahkan kaki ke mejanya guna memastikan Penampilannya sudah cukup rapih untuk naik ke lantai sepuluh, tempatnya para wanita-wanita seperti Megan dan Raisa dengan Stiletto mahal dan pakaian tanpa celah mereka yang tak secara langsung mengintimidasi jiwa kemiskinan perempuan-perempuan seperti Anna.
KAMU SEDANG MEMBACA
SEANNA
Romance[21+ ] Seanna pernah berjuang begitu keras demi penuntasan obsesinya pada sosok Jonathan ...Sebelum akhirnya menyerah kala lelaki itu menghancurkan harap serta merenggut asa yang susah payah dirajutnya kembali--dalam bayang-bayang penyesalan. Memutu...