Part 31

117K 5.9K 3K
                                    

Jemaah Bulgos, kangen Joanna atau Author? 👀

***

Anna terbangun, menggeliat kala rasakan usapan lembut dan deru nafas tepat di atas kepala. Membuka mata dengan pelan, dua obsidiannya langsung dihadapkan dengan dada bidang tak berlapiskan apapun, kulit Tan nan hangat itu bersentuhan dengan ujung hidungnya---membuat Anna lantas sadar Ia tengah dalam pelukan lelaki yang semalam mengagahinya seperti orang kesetanan.

Keduanya masih dibalik selimut, telanjang dan hening. Tak ada yang membuka suara sampai Anna lebih dulu membawa tubuhnya membelakangi Jonathan dan kembali memejamkan mata, tak peduli.

"Selamat pagi"

Deep voice Jonathan yang terdengar lebih serak khas bangun tidur memasuki pendengaran Anna dengan jelas sebab lelaki itu kembali merengsek---berbisik dengan bibir menempel pada telinga dan tangan diatas perut rata wanita itu. Anna yang masih dalam posisi membelakangi, ditariknya agar lebih merapat. Bersamaan dengan sentuhan telapak kasarnya yang merambat turun dibalik selimut, hingga dekat dengan pusat tubuh Anna, Jonathan menyapukan bibirnya di sepanjang garis leher wanita itu, dan Hal yang membuat Anna tidak nyaman adalah ketika merasakan sesuatu yang mengeras di bawah sana. Dibalik tubuhnya.

Melenguh, Anna berniat menyikut namun kalah cepat dengan Jonathan yang sudah lebih dulu melumpuhkan pergerakan dengan menangkap pergelangan tangannya. Namun seketika Anna meringis, genggaman Jonathan menimbulkan rasa perih disana, padahal lelaki itu tak mencengkram Terlalu kuat.

Tatkala kembali membuka mata, Anna dibuat nyaris menangis syok ketika terdapat bekas serupa lebam yang melingkari pergelangan tangannya. Dan begitu ia perhatikan pergelangan lainya, bekas serupa ia temukan.

Tak hanya itu, Anna pun merasa lelah luar biasa. Ia tak pernah selemas ini. Benar-benar tak bertenaga. Seolah tulang-tulangnya akan retak bila dipaksa bergerak sedikit saja.
Sekujur tubuhnya sakit. Bukan hanya Kepala, namun pangkal pahanya turut berdenyut nyeri. Mungkin terdapat sedikit lecet. Oh, Anna tidak tahu pasti, yang jelas-ini Sungguh buruk. Bagaimana ia bisa mengurus Jayden jika seperti ini?

Dan seperti biasa, layaknya orang yang mampu membaca pikiran. Jonathan berkata tenang. "Istirahatlah, aku sudah menyuruh Mala untuk datang lagi. Dia yang akan mengurus Jayden." Tandas pria itu.

Anna diam, terlalu muak untuk sekedar memberi respon. Sampai sebuah kata yang Anna pikir tidak akan pernah terucap dari bibir seorang Jonathan Addison membuatnya tertegun.

"Maaf"

Gumamnya secara tak terduga, mengusap bekas kemerahan di pergelangan tangan Anna yang kini menegang kaku.

Wanita itu tampak ingin mengeluarkan suara, tetapi ditahannya sekuat tenaga dengan gigitan di bibir bawah. Dan entah karena apa, kantung air matanya bereaksi dengan cepat.

"Ini terjadi karena aku terlalu merindukanmu" Bisik Jonathan parau, kali ini lebih intim. Menyusup diantara leher dan bahu telanjang Anna. Kemudian mengecup tengkuk wanita itu seraya menghirup dalam-dalam aroma manis yang begitu ia candui.

Merindu? Benarkah? Bukankah Jonathan bilang menganggap itu sebagai hukuman? Atau yang ia maksud adalah hukuman atas nama rindu? Entahlah, apapun itu---sama-sama berujung menyakiti Anna.

"Itu nyakitin aku" respon Anna spontan.

Jonathan lalu lebih mendesakkan tubuhnya pada wanita itu dengan paksa meski Anna menggeliat tak nyaman. "Ssstt, I know, tapi kita akan selalu seperti itu saat bercinta, Anna. Seberapa keras pun aku berusaha mengendalikan diri, jika itu adalah kamu-aku tidak bisa. It's about a tendency of mine" Tegasnya.

SEANNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang