He's returns

407 88 1
                                    

"Mana ada abang-abang ojek online setampan gue?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mana ada abang-abang ojek online setampan gue?"

Jeje, serta Ghea sempat berdecih, "Nggak usah pede gitu deh, malu-maluin tau nggak."

"Orang tampan nggak ada yang malu-maluin Ghe."

Ghea memutar bola matanya malas, "Le stop deh, males gue dengerin lo dari tadi."

Hari ini Ghea ada meeting sama Jeje, mengurus full album sama sekalian membahas soal lagu yang sudah Ghea buat. Sebenarnya sih mau pergi sendiri, tapi lagi-lagi dibuat kacau karena ketahuan sama Leo. Dia tidak akan pernah memberi ijin untuk Ghea pergi berdua saja dengan lelaki buaya semacam Jeje. Baik sih, tapi kalau dipikir-pikir sedikit sengklek juga otaknya kalau jalan berdua saja sama cewek. Untung Ghea sedikit tepos.

"Udah jam sembilan, pulang yuk?" Ghea mengangguk setelah melihat arlojinya. Kemudian pamit ke Jeje.

Di jalan mereka bercanda, menertawakan kendaraan lain yang berkendara ugal-ugalan lah, atau ibu-ibu rempong yang belokan sama lampu sennya berbeda arah, kemudian anak-anak ABG yang nongkrong dipinggiran jalan sambil nge-vape. Heran, Ghea saja berusaha keras agar segera pulang. Mereka malah main-main biar dibilang keren.

Mereka sampai dirumah dua puluh menit kemudian, Leo mau pulang tapi ditahan sama Ghea karena katanya dirumah lagi horor-horornya karena teteh udah pasti belum pulang kerja. Ya.. kerja sampingan saja.

"Tadi kocak banget mukanya Jeje, kaget-kaget emejing gitu ahahaha!"

Mereka heboh membicarakan Jeje yang kaget karena Leo ikut, padahal Leo tau, lelaki semacam buaya modelan dia itu mau curi-curi waktu biar bisa sama Ghea.

"Mana tadi tanya, 'loh? Leo ikut?' kasian banget yarobunn ahahaha..."

"Kak Jeje—"

"Dari mana saja kamu Ghea?!" Hilang sudah tawa mereka, berganti menjadi sorot bingung terkejut.

"Papa?"

Ghea diam membeku saat lelaki itu berjalan mendekat, sedangkan Leo yang sebelumnya duduk bersila diatas sofa, langsung merubah posisinya menjadi lebih sopan.

"Oh, Dia lagi...? Neng sudah berapa kali papa bilang untuk nggak-"

"Papa kapan datang?" Ucapan Abram sengaja Ghea potong, karena dia tidak mau Leo dan kucingnya mendengar perkataan sampah dari papanya. "Tadi sore, rumahnya kosong, papa mau buka pintu ternyata sudah diganti. Kamu dari mana saja?"

"Main."

Bingkisan tas rotan yang sedari tadi Abram pegang jatuh, membuat suara gaduh yang membuat Ghea, Leo, dan kucingnya sedikit tersentak.

"Jadi gara-gara cowok ini kamu jadi kaya sekarang? Tau begini harusnya dulu papa nggak ijinin kamu kuliah!"

Gue? Jadi...penyebab semua ini? Batin Leo.

"Papa pulang cuma buat marahin Ghea? Papa pulang cuma mau nyalahin temen Ghea? Iya?"

"Sayang—"

"Aku nggak mau lagi liat papa." Kemudian ia melangkah ke lantai atas, sebelum Abram mulai berbicara, "ini yang papa benci dari kamu."

Lantas, Ghea berbalik, "kenapa? Karena aku keras kepala kaya mama? Atau karena aku keluar malam? Oh mungkin karena aku nerusin kuliah? Yang mana pa?"

Leo melihat dengan jelas pria didepannya sedang menahan amarah, dilihat dari genggaman tangannya yang begitu mengeras. "Jangan sesekali menyebut mama kamu!"

"Kenapa? Papa takut dihantui? Atau-"

"Jadi ini hasilnya dari sekolah kamu? Percuma papa sekolahin kamu. Mending kamu terima tawaran kerja dari temennya papa! Nggak usah iri-irian sama teteh karena dia kuliah, lihat sendiri sekarang dia masih aja belom dapat kerjaan! Mikir neng, harusnya dulu kalo tawaran itu kamu ambil kita nggak jadi kayak sekarang ini!" Abram marah, sudah terlihat dengan jelas dari sorot matanya.

Semua orang tau, Ghea benci percakapan seperti ini.

"Salah banget ya Ghea sekolah? Sesalah itu? Kenapa sih sekolah kayanya salah banget di mata papa? Perasaan papa dulu juga kuliah sampai S2. Papa pengen anak-anaknya bodoh hanya karena takut uangnya kurang?"

"Pa, ghea sekolah tinggi tinggi biar dapet pekerjaan yang sepadan juga. Lagian kerjaan nanti juga bukan buat Ghea aja. Nanti ada saatnya papa ngerasain hasil kerja Ghea pa! Kalo papa bandingin sama teteh jelas beda! Teteh masih belum dapat kerjaan karena dia memilih untuk nggak kerja disini, sedangkan di Malaysia masih belum ada yang cocok! Papa pernah gak mikir kayak gitu?!"

"Yang papa pikirin cuma uang, perusahaan, uang, perusahaan. Makanya mama sampai nggak mau lagi hidup sama papa. Kasih sayang papa cuma buat uang! Sama jalang—"

Plak!

"GHEA!"

"PAPA!"

Leo yang melihat hal tersebut lantas berlari untuk menolong Ghea yang tersungkur ke lantai. Cewek itu hanya bisa memegang pipinya dan menatap papanya penuh kebencian.

Setelah dibawa pergi bersama Leo, Rhea masih harus menangani papanya di rumah, dengan keadaan letih setelah pulang dari kerja.

"P-papa, n-nggak sengaja..."

"Satu hal yang aku, Ghea dan mungkin mama benci adalah, papa nggak pernah bisa ngatur emosi. Sekalinya marah papa pasti main kasar. Asal papa tau, hal itu nggak akan pernah nyelesein masalah pa."

"Lebih baik papa nggak usah balik lagi kesini, kalau papa masih mau liat aku dan Ghea bahagia. Cukup papa nggak ada dilingkup kami, kami udah seneng pa."































"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DINEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang