"Mau kemana dek?" Leo bersuara ketika adiknya keluar dari kamar dengan pakaian sedikit...short.
"Main." Jawabnya singkat tanpa melihat lawan bicaranya.
"Jam 10 gini?? Kamu sama siapa aja?" Leo sudah berdiri dari duduknya.
"Nggak usah sok peduli."
Mendengar jawaban Fey, Leo lantas mengacak rambutnya frustasi.
"Udah malam Fey—"
"Nggak. usah. sok. peduli." Perkataan Leo terpotong karena Fey berbalik dan berucap dengan menekankan setiap kata. Tatapannya marah, tapi lelaki itu masih melihat kerapuhan di matanya.
"Jangan pulang malem—"
Brak!
"—malem"
Leo tidak bisa melarangnya, atau sekadar menghentikan adiknya. Karena sudah jelas, ia akan dianggap tidak lebih sebagai angin lewat.
Ini terjadi setelah papa dan mamanya sering bertengkar dan berakhir cerai. Mereka berdua menjadi saksi dimana papanya terus-terusan bersikap acuh kepada mamanya. Kasih sayangnya seperti tidak dibagi sama rata antara uang dan keluarga. Lebih besar pada uang tentunya. Apalagi didukung dengan Tirta yang diangkat menjadi seorang manager perusahaan majalah di Bandung, membuat lelaki berkacamata itu enggan pulang sebelum pukul sebelas malam.
Tidak masuk akal jika ada klien sampai pukul demikian, yang ada mungkin hanya beberapa karyawan yang tengah lembur untuk menyelesaikan pekerjaan. Lalu apa yang dilakukan Tirta sampai malam? Bahkan tidak jarang pula dia pulang dini hari. Membuat Yulia kadang merasa tidak dihargai menjadi seorang istri. Pergi pagi pulang dini hari, tidak membawa pulang kabar baik malah yang ada keadaan si suami yang kadang sedang mabuk.
Sampai akhirnya Yulia lelah dan meminta cerai. Tirta menyetujui, dan hak asuh jatuh pada Yulia.
Fey sedikit kecewa dengan Yulia, karena perempuan itu sudah berjanji padanya untuk tidak membuat suatu hal yang berharga, menjadi hilang. Dan untuk tidak membiarkan Fey tidak lagi merasakan kebahagiaan tersendiri bersama keluarga. Ah bohong, pikir Fey waktu itu.
Dulu Fey sangat dekat dengan Tirta, bahkan kalau mau sekolah, tali sepatunya saja harus papanya yang membuat sampul. Katanya rapi dan romantis. Juga waktu ditanya keluarganya ketika Fey sudah beranjak remaja, siapa pacarnya, Fey menjawab Tirta sebagai pacar paling romantis yang pernah ada.
Disaat anak lain seusianya harus disiapkan bekal ibunya, Fey tidak. Gadis itu selalu disiapkan makanan racikan tangan Tirta sendiri. Makanan Yulia sih mau, tapi katanya tidak se-legend Tirta.
Hingga suatu kesalah-pahaman, waktu itu Fey bangun dari tidurnya ditengah malam, melihat Yulia melemparkan sebuah pigura tepat ke arah Tirta, membuat beberapa pecahan kaca menggores kulit wajah suaminya. Fey kira Yulia itu jahat, sudah membuat 'pacar' nya pergi dari rumah dan hanya mampir ketika malam tahun baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
DINERO
Teen Fiction"Bahagia kok karena uang. Bahagia tuh kalo lo sama gue nikah." Cae; 2020