"Taruhan, Leo pasti gagal dapet Cece.""Oke, chatime seminggu. Deal?"
Nana datang, sambil membawa lima buah permen Chupa Chups dan dua keresek berisi minuman kaleng dan camilan. Kemudian menumpahkannya di meja sampai membuat tiga bibit setan berhenti main game. "Nih Le, permen indomaret yang kata lo sakral banget untuk nggak dibeli."
Leo tersenyum, kemudian menerimanya dan tidak serta merta memasukan kedalam mulut. Benar sih, diantara mereka berlima termasuk Leo sendiri, dialah yang dijuluki Chupa Chups. Karena, jika pergi ke indomaret, tidak lengkap rasanya jika tidak membeli beberapa buah permen Chupa Chups.
Katanya, permen itu untuk para orang-orang tertentu, karena harganya melebihi harga permen biasanya. Kalau Nana dan kawan-kawan sih cukup permen di warung dekat kostan, lima ribu sudah dapat banyak. Kalau permen yang sedang diemut Leo sih, Nana tidak mampu, bukan karena sedikit mahal, tapi harganya setara dengan semangkok cilok kuah di sebelah kampus. Jadi sayang uang dan perutnya, karena harga yang seharusnya bisa untuk mengenyangkan perut anak kos semacam dia malah digunakan hanya untuk memberi rasa pada air liurnya.
"Dia kenapa, Yan?" Tanya Juna dengan tangannya memangku sekantong besar cemilan. "Lo sama gue dari tadi cuma main tembak-tembakan, mana tau sih, Ko." Sahut Iyan walau sedikit berbisik, suara mereka masih bisa didengar dengan baik oleh telinga Leo. "Tck! Lo kan tadi cuma lari-larian, giliran gue sama Juan dikejar lo malah sembunyi dibalik batu!"
"Lo kira gue gajah?!"
"Berisik."
Baik Nana, Rega, Juna, Iyan maupun Juan, semuanya terdiam dan saling menatap. Pikiran mereka dipenuhi dengan pertanyaan tentang Leo. Aneh jika Leo bersikap seperti demikian, karena hari biasanya lelaki yang sedang menikmati Chupa Chups itu akan sama ramai dengan yang lain, akan ikut bermain PS, atau membuat rusuh tempat tersebut.
Satu hal yang mereka ingat, jika Leo bersikap demikian maka suatu hal memenuhi pikirannya, atau bisa dikatakan sedang dalam mood yang tidak bagus.
"Perasaan dia lagi nggak deket sama cewek, kecuali-" Juna tidak melanjutkan karena teringat akan suatu hal.
"Lo berantem sama Ghea?" lanjutnya.
"Oh..."
"Pantesan.."
"Oalah maleh, maleh."
Seruan dari yang lain dan pertanyaan dari Juna tidak Leo hiraukan. Yang ada malah alisnya semakin bertaut.
"Enggak, kalian main aja gue mau ke atas."
Saat Leo sudah beranjak, Rega mulai berkonspirasi.
"Teh Ghea nggak pernah ngambek sampe bikin Leo jadi aneh gini. Biasanya kalo marahan mah Leo biasa aja didepan kita." Pendapat Rega diangguki oleh yang lain.
"Na, lo kan yang paling deket tuh, coba deh lo tanya. Kali aja ada masalah kan?" Iyan bersuara dengan mulut yang masih penuh makanan.
"Jorok duh!"
"Ghea mana mungkin marah sama lo. Lo kan nggak salah. Lagian Ghea juga selama ini baik-baik aja kan?"Benar sih, Ghea memang asik-asik saja dengan Leo, sering juga main ke rumahnya, masak sama mamanya, selama ini dia tidak pernah menyalahkan Leo untuk bersamanya, malah Ghea sendiri sudah ketergantungan. Maksudnya ketergantungan bukan hal-hal yang negatif, tapi karena dia sendiri membutuhkan Leo untuk dijadikan tempat ternyaman selama ini setelah tetehnya.
Diantara semua temannya, Leo lah yang punya posisi paling utama di hidup Ghea. Bahkan Eden, Gendis, Olin serta Echa berada di nomor kedua. Ya mungkin karena mereka baru mengenal Ghea baru dua setengah tahun, sedangkan Leo sudah bertahun-tahun.
Leo tidak pernah sekalipun melihat wajah Abram, kecuali di foto, yang jarang di pajang. Kalau Diana sih sudah sering melihatnya, walau hanya tersenyum dibalik frame antik di kamar Ghea. Gadis itu sering sekali menceritakan mamanya pada Leo, entah karena rindu atau memang menceritakan hal-hal yang menurutnya lucu. Bahkan Leo sendiri sudah merasakan kehadiran Diana di kehidupannya. Tidak jarang juga Leo memikirkan perempuan itu, bagaimana bisa seorang yang baik hati sepertinya harus menutup usia disaat Ghea dan Rhea masih belum bisa menerima hal itu. Diana meninggal dengan menikam diri sendiri didepan Abram, karena perselisihan yang tiada ujungnya, hingga membuat Diana merasa lelah untuk semuanya.
"Gue takut kalo gue selama ini yang bikin dia dan papanya nggak bisa akur."
"Gue tanya, mereka nggak akur sejak kapan?" Nana bertanya.
"Sejak tante Diana meninggal...?" Leo menjawab ragu.
"Lah itu lo tau! Jadi bukan salah lo maleh!" Ya tidak menyalahkan sih, kalo Nana sedikit geram. Karena dari tadi, yang dilakukan Leo hanya menyalahkan diri.
"Terus kalo gue nggak salah, kenapa dia jadi cuek ke gue?"
KAMU SEDANG MEMBACA
DINERO
Teen Fiction"Bahagia kok karena uang. Bahagia tuh kalo lo sama gue nikah." Cae; 2020