one day

229 50 5
                                    


"Pokoknya kamu harus ikut papa ke Singapura!"

"Nggak mau pa! Ghea mau disini sama teteh!"

Plak!

"Mau bantah kamu?!"

"Papa nggak bisa maksa aku untuk ikut papa sama orang itu. Mereka asing pa! Aku nggak kenal sama mereka!"

Plak!

"Jadi ini hasil kamu kuliah? Kamu semakin kurang ajar!"

"Papa udah!"

"Diam kamu Rhea!"

Gadis itu tidak tinggal diam, langkahnya yang sempoyongan berjalan menuju wanita yang sedang berdiri bersama anaknya dengan bersendekap dada.

"Kalau anda masih layak disebut mama, cepat tolongin adik saya!"

Wanita yang ditegur seperti itu hanya mengangkat sebelah alisnya.

"Kalau saya nggak mau?"

Rhea sudah mau ancang-ancang sebelum—

Brak!

"Akh!"

—papa mendorongnya kuat. "Kamu itu sudah besar Rhea! Jangan seperti anak-anak!"

"Papa yang kaya anak-anak! Papa egois! Mentingin kebahagiaan sendiri. Papa nggak mikir perasaan kita disini." Rhea bersuara.

"Atau... Ini yang dirasain mama dulu?"

Abram menoleh pada Ghea, menatapnya tidak percaya. "Kamu, jangan pernah sebut mama kamu lagi!"

"Mama, mama, mama, mama. Kenapa? Keinget dia bikin papa sadar kalo papa dosa?"

"Kamu—"

"Lo," Ghea mengacungkan telunjuknya pada gadis yang berdiri disebelah wanita yang sedikit tua sambil bersendekap dada dan memasang tampang paling menyebalkan. "Dan lo, adalah orang paling najis didunia!"

Ucapnya sebelum meninggalkan mereka, tapi dengan cepat—

Plak!

"Akh!"

—cewek itu menampar Ghea sampai tersungkur. "Lo udah keterlaluan sama kita."

"Oh, jadi lebih baik kalian yang udah ambil suami orang, udah ambil papa orang, terus minta uang papa gue bahkan ketika dia udah nggak punya apa-apa kalian tetep mau paksa papa buat ambil harta mama. Kalo itu memang bukan keterlaluan lagi, tapi busuk!"

Cewek yang sedari tadi berdiri angkuh didepan Ghea melotot, tidak terima dengan ucapan Ghea.

"Kamu mundur Sa, biar bunda yang kasi pelajaran." Wanita itu maju, Sandrina mundur, memberi jarak bundanya untuk mendekati Ghea yang sedari tadi tersungkur didepannya.

"Ikut saya!" Ghea terseret, gadis itu tampak meringis kesakitan karena lengannya digenggam begitu kuat sampai mati rasa. Telinganya mendengar jeritan kakaknya dari kejauhan, rupanya ditahan oleh Sandrina.

"Kamu sudah kurang ajar sama petinggi kaya saya. Kalau bukan karena saya, lelaki bajingan itu nggak akan hidup sampai sekarang," ucapnya sembari menenggelamkan kepala Ghea pada wastafel di kamar mandi.

Kepalanya terasa pening saat didiamkan beberapa saat didalam air, kemudian ditarik, lalu dimasukan kembali.

"Bahkan kamu juga."

Wanita itu menjambak rambut Ghea dan kembali mencelupkan kepala gadis itu kedalam wastafel sampai air didalamnya tumpah.

"Kamu pikir saya akan diam saja? Papa kamu, keluarga kamu, semua itu saya yang mengeluarkan uang. Tanpa saya kamu nggak ada apa-apanya."

Kepalanya ditarik, tapi belum sempat Ghea mengambil kesempatan untuk menarik napas, kepalanya kembali dimasukkan.

"Seandainya papa kamu menolak untuk nikahi saya, mungkin kalian semua jadi gelandangan."

"Dengar, rumah sama perusahaan papa kamu masih belum setengahnya dari hutang papa kamu. Setidaknya, nyawa kalian bertiga sudah cukup."

















M-mama... Sakit...













Ghea menangis didalam air, matanya perih, kepalanya pening, tangannya sakit karena wanita itu masih mencengkeram dengan sangat kuat.

Ghea... Tidak bisa berkutik.

"Kalau kamu masih mau hidup, ikut kami, setidaknya kamu bisa kan putus kuliah dan jadi pembantu? Pekerjaannya luar biasa sederhana. Hanya melayani, tidak perlu beban terlalu banyak."

Kepala Ghea ditarik lalu dibenturkan pada dinding dibelakangnya.

Luar biasa pening. Ghea lemas, ia terkulai di dinginnya lantai keramik.

Wanita itu jongkok didepannya, menatapnya lekat.

Rahang Ghea dicengkeram.

"Saya puas."

"Tapi saya rasa... Kurang puas jika belum mendengar jawaban kamu. Nanti, ketika saya kembali, saya harap kamu sudah yakin dengan jawaban kamu." Ucapnya sebelum meninggalkan Ghea disana.

Gadis itu tidak bisa bergerak, matanya hampir tertutup. Ghea harus bertahan.

"M-mama..."

"Sakit..."

Gumam gadis itu lemah, hampir tidak terdengar.

Kejam, papanya sungguh kejam. Mereka sudah tidak punya rasa sayang, mereka hanya mementingkan hal yang sama sekali tidak berguna dalam hidup Ghea. Keluarganya hancur.

Sungguh, Ghea benar-benar ingin ikut mamanya. Diam disana menyaksikan semuanya tanpa merasakan. Ghea tidak tahan dengan semuanya.

"Mama... Ghea capek..."

Gadis itu kira, semuanya sudah berakhir setelah papa pergi. Ternyata tidak, semuanya bahkan lebih buruk dari apa yang dibayangkan.

Semua tidak sesuai ekspektasi.

Terlalu kejam dan sadis.

"Mama... Ghea—"
































Brak!



































"GHEA!!"














"GHEA!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DINEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang