Afraid

363 46 4
                                    

Rhea bingung.

Belakangan ini tiba-tiba adiknya muram dan gak banyak ngomong. Padahal setiap kali dia pulang, pasti Ghea menyerangnya dengan pertanyaan seperti, "titipan gue mana?" atau menceritakan hal-hal yang telah terjadi padanya seharian.

Tapi belakangan ini, terhitung dari empat hari yang lalu gadis itu lebih banyak menghabiskan waktu di kamar dan lebih sering bergadang. Bisa dilihat dari lampu kamarnya yang masih menyala dari sela-sela jendela antara kamarnya dan kamar Rhea. Waktu di tanya kenapa, gadis itu justru mengalihkan pembicaraan, seperti saat ini.

"Lo udah jarang banget keluar bareng Leo. Berantem?"

Sedangkan yang ditanya hanya sibuk menghabiskan Indomie nyemek buatan Rhea.

"Tck, gue gak tau. Bingung."

"Lo salah apa sampe Leo kayaknya ogah gitu main sama lo?" Kali ini Rhea duduk berhadapan dengan Ghea sembari meletakkan buah apel yang sudah di potong-potong.

"Lo tau Arez gak? Temen gue di Klub Musik itu?"

Rhea menggeleng.

"Jadi ceritanya tuh--ah! Gak tau deh! Panjang banget. Ntar kalo gue ceritain juga lo berdua nggak bakal bisa bantu."

"Se berat apa sih sampe otak lo gak bisa berfungsi gitu? Mana Ghea yang apa-apa bisa sendiri?"

"Masalahnya ini gue buntu banget Teh! Semuanya sampe gak bisa nolongin, dari Leo sampe curut-curutnya juga."

"Temen-temen lo yang lain?"

"Orang gue juga dimarahin sama Gendis."

"Gak tanggung-tanggung berarti ya kesalahan lo. Sampe Gendis yang kalem gitu marah. Gak bisa bantu lagi sih gue kalo udah warning gini."

Diam sejenak, dan hanya suara ASMR dari Sasha yang tengah menikmati apel.

Kemudian tidak lama setelah itu, eksistensi Fey datang dari arah depan, sembari membawa tupperware yang Ghea sudah tebak pasti masakan buatan Mama.

"Nih, martabak telor. Katanya Teteh kemarin ngidam." Katanya lalu duduk di sebelah Ghea. Tanpa disuruh, dia sudah lebih dulu mengambil garpu dan menyantap apel di meja.

Rhea yang requestannya datang langsung sumringah dan memakannya seakan lupa dengan masalah adiknya.

"Enak banget! Kenapa gak chat gue aja biar ikutan masak juga?" Ucap Rhea begitu melahap satu gigitan martabak telor yang endess parah.

"Ah, teteh kan jarang pegang HP. Aku mau jalan kesini mager, jadi yaudah lah biarin Mama sendiri. Toh aku juga jago."

Rhea menyebik, tapi tetap lanjut memakan martabak.

"Kenapa muka kamu gitu?"

Kali ini Fey juga menyadari hal itu, wajah Ghea yang semrawut padahal didepannya ada makanan kesukaan dia.

"Itu. Berantem sama abang lo." Cepu Rhea.

"Hah? Oh iya! Aku baru sadar belakangan ini kalian berdua kaga main. Kenapa sih? Abang main belakang ya?"

Osa sudah mau ancang-ancang memberi pukulan pada Fey kalau saja gadis itu tidak menghindar.

"Yeee biasa aja dong. Aku kan cuma nanya, tapi serius, kalian ada masalah apa sampe bisa berantem kaya gitu?"

Ghea menelungkupkan kepala ke atas meja, menyembunyikan kepalanya dibalik kedua lengannya. "Gue gak tau... Semuanya panjang banget."

"Neng, kalau ada apa-apa seenggaknya cerita sama kita. Biar kamu gak stress sendiri gini." Begitu kata Rhea setelah menghabiskan hampir separuh martabak telor buatan Mama.

DINEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang