Dari kecil, yang selalu membuat papa dan mama khawatir adalah Fey. Gadis itu selalu sakit-sakitan. Luka sedikit bisa panas dingin, mau ujian pasti demam, mikir terlalu sering pusing, tubuhnya terpapar sinar matahari terlalu lama bisa oleng dan pingsan. Membuat kedua orang tuanya serta Leo sendiri untuk menjaga Fey agar tidak membuatnya sakit. Kalau di sekolah pun, Fey tidak bisa makan makanan kantin, karena pernah dia makan soto berakhir di opname selama satu minggu. Fey setiap hari makan bekal yang dibuatkan papanya. Entah bento dengan hiasan paling lucu, orak arik telor sosis, dan masakan rumahan lainnya.Katakan saja manja, karena banyak sekali yang Fey mau dan yang lain menyetujui. Entah itu tentang tali sepatu yang harus papanya yang membuat sampul, atau bekal sekolah yang papanya buatkan, serta papa yang harus mengantarnya sekolah. Bukan berarti tidak sayang mama, tapi katanya, masakan, serta sampul yang papa buatkan itu memiliki rasa yang berbeda.
Fey dari dulu sampai sekarang masih tetap dia yang sakit-sakitan, tapi bedanya, kali ini setiap dia sakit, tidak ada papa yang menemani. Hanya bujukan Leo agar gadis itu makan dan meminum obat. Kamarnya yang dulu penuh dengan lampu tumbler sekarang menjadi tempat paling gelap dan sunyi dirumah.
"Nanti gimana minum obatnya kalo kamu nggak makan." bujuk Leo sekali lagi. Sudah tidak bisa dihitung dengan sepuluh jari saking banyaknya bujukan Leo agar gadis itu bisa makan. "Yaudah, aku taruh disini ya, nanti kamu makan sendiri. Aku, ada didepan kalo kamu butuh apa-apa." Ucapnya diakhiri dengan elusan lembut pada puncak kepala Fey.
Kakinya berjalan ke depan, pikirannya tidak sadar jika Fey membutuhkan eksistensinya.
Sampai didepan, lelaki itu menemukan Ghea sedang duduk nongkrong di sofa sembari memainkan ponsel, matanya menyipit melihat robekan di lengan dengan darah sedikit menetes menuju tangan. Nalurinya menuntun mencari kotak P3K dan mengobati lengan Ghea agar tidak infeksi.
Ghea terkejut, gadis itu terlalu fokus pada handphone nya sampai tidak sadar Leo sudah duduk disampingnya lalu menggulung lengan bajunya.
"Ngapain lo?"
"Bikin kissmark."
Untung Ghea sudah kebal dengan candaan ++ yang sering Leo ucapkan. Jadi dia hanya memutar bola matanya malas.
"Serius lo ngapain?"
"Ya masa kotak ini sama luka lo nggak bisa jadi jawaban sih neng."
Benar juga, luka di lengan sebelah kanannya ia dapatkan saat melindungi Fey. Dia kira hanya luka biasa, ternyata lumayan perih saat Leo meletakkan kapas yang sudah diberi obat merah.
"Orang ngobatin tuh ya pelan-pelan, bukan malah dicocol!"
"Lo kira cimol di cocol?"
Sahutan Leo membuat Ghea diam, menahan luka yang semakin diolesi obat malah semakin perih. Makanya saat menopang Fey tadi sedikit cenut-cenut.
Ghea diam, Leo bungkam. Membuat suasana menjadi lumayan canggung.
Setelah diberi perban dan diplaster dengan sangat rapi, Leo berdiri untuk mengembalikan kotak P3K sebelum Ghea berucap membuatnya seketika menghentikan langkah.
"Gue minta maaf."
"Gue... Minta maaf karena waktu itu, juga papa—"
"Lo nggak salah neng, apapun yang lo lakuin kemarin itu nggak salah. Gue ngerti." potong Leo. Lelaki itu duduk disebelah Ghea. Memegang tangannya perlahan. Hati-hati jika si pemilik marah karena menyentuh tanpa seijinnya. Namun yang ada malah Ghea diam saja tanpa protes atau marah-marah. Meski raut terkejutnya dapat Leo lihat dengan sangat jelas.
"Gue malu Le. Gue malu sama lo, sama semua orang. Keluarga gue malu-maluin." Ghea menunduk, menyembunyikan wajah serta air mata yang siap keluar jika tidak ditahan.
"Kita sama Ghe. Lo dan gue punya jalan cerita yang sama. Jadi lo nggak perlu malu."
"Janji sama gue, apapun yang terjadi lo bisa cerita ke gue. Berbagi sama gue, biar gue siap bantu. Nanti gantian, ya?"
Ghea mengangguk samar, masih setia dengan posisi tertunduknya.
"Dongak dong neng, masa ngomong sama Leo ganteng nunduk gitu. Rugi dong."
KAMU SEDANG MEMBACA
DINERO
Teen Fiction"Bahagia kok karena uang. Bahagia tuh kalo lo sama gue nikah." Cae; 2020