Hujan

252 37 0
                                    

Selama satu pekan, Ghea merasa sudah tidak tahan lagi dengan kelakuan si kutu beruang, Leo. Kalau ia tahu akhirnya Leo akan posesif seperti ini, ia tidak akan terang-terangan bilang bahwa dirinya sering keluar bersama Arez. Lagipula, ini semua juga karena si mulut ember Iyan, coba kalau cowok itu tidak mengatakan yang aneh-aneh, maka semuanya akan baik-baik saja seperti biasanya.

Seperti sekarang ini, saat Ghea sudah bersiap untuk berangkat menuju Klub Musik, tiba-tiba saja Leo menghadang didepan pagar rumah dengan mobil hitam yang ia jadikan sandaran.

"Gue bisa berangkat sendiri Leeee!!" Ghea greget sendiri saat tiba-tiba Leo menariknya dan membukakan pintu.

Ghea berdecak sebal saat Leo tidak merespon apapun dan malah menutup pintu dengan keras lalu berjalan menuju kursi kemudi.

Leo kalau sudah mode seperti ini, berarti dirinya memang tidak bisa diajak bercanda. Itu salah satu sifat dari Leo yang Ghea ingat sangat baik.

Ghea tetap diam menatap lurus ke depan tanpa melirik sedikitpun ke arah Leo. Cowok itu pun sama, namun ia ingat ada sesuatu yang kurang. Ia melirik Ghea, lalu mendekat sampai ia bisa mencium harum parfum di badannya. Ia tahu tindakannya ini bisa jadi fatal kalau Ghea tiba-tiba mode bar-bar. Tapi, begitu seatbelt sudah terpasangkan, Ghea tidak merespon apa-apa dan hanya diam menatapnya.

Netra hitam mereka beradu beberapa saat sampai Ghea menyerah dan mengalihkan pandangan ke jendela luar. Leo menarik dirinya.

Ia menyalakan mobil lalu beranjak dari sana.

Hari ini sedikit gerimis mengingat bulan sudah memasuki musim penghujan. Ghea dan Leo adalah dua sosok yang sama-sama benci hujan, kalau Leo memang karena ia tidak mau kerepotan ketika akan berpergian. Sedangkan Ghea, hujan mengingatkannya akan suatu kejadian dimana hal itu akan selalu ia ingat sampai kapanpun.

Kejadian dimana saat itu hujan lebat disertai petir sedang melanda daerah mereka. Lalu secara bersamaan mama merenggut nyawa begitu hujan deras datang. Hujan, petir, dan malam adalah tiga perpaduan yang akan berhasil membuat Ghea berada di titik terlemahnya. Dan hari ini, Leo tidak akan membiarkan itu terjadi.

Malam sabtu cowok itu sudah tahu jika Ghea akan pergi ke tempat dimana seharusnya ia mengajar alat musik. Tapi begitu melihat perkiraan cuaca di hp nya mengatakan pukul enam malam nanti akan turun hujan, maka ia berinisiatif untuk mengantar sahabatnya.

Lagipula, faktor yang mendukung tidak hanya itu. Kata-kata Iyan beberapa pekan yang lalu membuatnya terus-terusan khawatir pada Ghea. Tidak bisa ia biarkan jika Ghea keluar bersama dengan cowok berhidung belang bernama Arez yang ia tahu cowok itu adalah anggota band juga-yang sejujurnya ia pun tidak peduli.

Ghea sudah melarang, tapi dengan kekeh Leo memaksa. Dan ya, demi menghindari cek-cok akhirnya Ghea mengalah.

Mereka tiba didepan gedung bertingkat dua yang tidak terlalu besar itu. Saat akan keluar, tangan Ghea dicegah.

"Gue tunggu di sini sampe nanti."

"Gak usah, gue bakalan lama, lo pulang aja nanti kalo udah kelar gue call. Ya?" Leo menggeleng, "bentar lagi ujannya bakalan lebat banget Ghe, lo yakin?"

Ghea tampak berpikir sejenak, "ya... Gak mau sih. Tapi kan nanti lo capek kalo nunggu di sini, apa ikut masuk?"

Hadeh, malah ditawarin masuk.

"Gue, tunggu, disini."

Dengan sedikit cemberut akhirnya Ghea nurut. Ia berjalan gontai ke dalam gedung.

-

Seharusnya Ghea itu mengajar bagian anak-anak yang bener-bener pemula. Tapi ini malah digabung dengan kelas Arez, yaitu kelas medium dimana anak-anaknya kebanyakan sudah bisa bermain gitar.

DINEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang