"Gue pamit ya, pamitin juga ke mama. Dadah!""Gue anter gak?"
"Alay banget sih. Liatin aja dari sini."
Leo mengangguk, dan menuruti permintaan sahabatnya. Cowok itu kini memandang si gadis dari depan teras rumahnya. Awal-awal baik-baik saja sampai Ghea masuk dengan aman. Tapi, begitu Leo akan masuk kerumahnya karena hawa dingin semakin menusuk kulit, netra nya menatap sosok berkerudung hitam itu lagi.
Leo semakin menyipitkan matanya berusaha melihat siapa sosok dibalik pakaian serba hitamnya.
Belakangan, Leo sering menemukan Ghea diikuti oleh seseorang yang Leo sendiri tidak tahu siapa dan apa motif orang itu.
Ketika akan melihatnya, ada saja yang selalu jadi pengacau.
Seperti sekarang ini, ketika Leo akan mendekati sosok itu dan menegur, mama nya datang.
"Neng udah pulang?"
Ada rasa kecewa begitu melihat sosok itu hilang.
"Udah ma. Mama gak tidur?"
"Kebangun, mama kira Ghea masih main, jadi mau mama bikinin makan. Ehh pas keluar udah liat ruang tamunya kosong."
"Udah makan kok dia ma, tadi sebelum kesini dia udah dibikinin tetehnya makanan."
Mama manggut-manggut.
"Mama salut sama mereka, udah ditinggal orang tuanya, tapi masih tetep bisa ngurusin hidup mereka. Mama kira dulu cuma Rhea yang banting tulang ngurusin adeknya. Tapi ternyata Ghea gak semanja itu. Mereka terlahir mandiri."
Leo hanya bisa diam, bertanya kenapa mama tiba-tiba membicarakan sahabatnya.
"Mama kasihan bang... Mama bingung harus kaya gimana lagi. Padahal dulu mama Ghea selalu bantu keluarga kita. Tapi sekarang mama kaya gak bisa bantu apa-apa. Mama kaya gak becus nurutin janjinya mama Ghea."
Leo menunduk mendengarkan.
"Mama nguliahin Ghea juga rasanya gak cukup. Masih gak ada separuh kalo dibandingin sama bantuan mama Ghea yang dikasih buat kita. Mau ngangkat mereka jadi anak mama juga gak mungkin. Mereka gak mau, udah jelas banget."
Kenapa, saat mamanya merencanakan akan mengangkat Ghea dan Rhea sebagai anak, hati Leo seakan tidak terima? Bukan maksudnya Leo tidak mau kasih sayang mamanya dibagi, tidak. Itu terlaku kekanak-kanakan. Tapi membayangkan sahabatnya dari kecil akan jadi saudara... Itu seperti... Aneh.
Dan Leo tidak mau itu terjadi.
"Waktu Ghea minta ijin buat kuliah... Mama kira mama bakalan biayain kuliahnya, dan ngurus tetek bengeknya. Tapi, waktu Ghea bilang, 'mama gak perlu biayain kuliah aku. Mama cukup dukung apa yang aku mau, dan larang apa yang harusnya nggak aku lakuin. Mama cukup jadi pendukung aku aja. Kalo semisal memang Ghea butuh bantuan, mama bakalan bantu kan?'"
"Kamu tahu? Mama jadi keinget Fey. Seumur hidup, mama gak pernah lagi dengerin Fey ngoceh, Fey pengen ini-itu. Mama kaya punya anak satu. Tapi gimanapun, Fey selalu mama anggap anak. Mama sayang banget sama Fey, mama gak pernah sekalipun kepikiran buat melupakan Fey. Bahkan, ketika mama disakiti entah fisik atau psikisnya, mama selalu sayang sama Fey."
"Makanya bang. Kamu jangan sesekali sakiti Fey ya? Meski Fey salah, jangan disalahkan, jangan dimarahi. Cukup kasi tau aja salahnya dan apa yang harus dia lakukan. Kamu juga harus gitu sama Ghea, dan tetehnya. Gimanapun mereka sudah kita anggap keluarga, ya? Kamu gak papa kan?"
Leo mendengus, "Gak papa atuh ma ih. Jangan anggap aku kaya anak kecil yang kalo ada keluarga baru pasti cemburuan."
Mendengarnya mama terkekeh, "bagus deh. Oh iya, tahun depan, Fey kan udah kuliah nak. Gimana ya? Apa dia mau kuliah, atau kerja? Jujur, mama bingung banget, adek kedepannya harus kaya apa karena selama beberapa tahun terakhir dia jadi diem. Dia kaya bangun tembok gedeeeee banget, sampe mama aja gak bisa nembus."

KAMU SEDANG MEMBACA
DINERO
Teen Fiction"Bahagia kok karena uang. Bahagia tuh kalo lo sama gue nikah." Cae; 2020