the day

279 55 0
                                    

Perjalanan pulang mereka dihiasi dengan candaan dan ocehan tentang hal-hal yang random. Apapun mereka jadikan bahan jokes, Ghea bahkan tidak habisnya memegang perutnya yang mulai sakit karena terlalu banyak tertawa. Leo sendiri sampai lupa bahwa mereka sedang dijalan raya. Tapi, untung saja cowok itu masih bisa fokus walau kadang ketika tertawa matanya sedikit menganggu penglihatannya.

Rencananya hari ini mama Yulia mengajak Ghea untuk makan malam bersama sebelum gadis itu benar-benar pulang kerumahnya. Mama kangen katanya, rindu dengan gadis itu yang sudah lama tidak berkunjung kerumah. Lagipula mereka sudah jarang makan malam sejak beberapa bulan terakhir.

Sampai di gerbang, Ghea bisa melihat pintu rumahnya terbuka dan sudah mulai tercium bau sedap makanan. Waktunya pas, gadis itu sungguh lapar.

Gadis itu masuk dan di sambut hangat oleh mama. Mereka berpelukan, mengucapkan kata rindu yang tidak berkesudahan sebelum mama menggiring keduanya menuju meja makan untuk memulai makan malam.

Dihadapannya sudah ada banyak sekali lauk dan setumpuk nasi untuk disantap malam ini. Perut Ghea rasanya sudah meronta-ronta minta diberi asupan, tapi mama maupun Leo tidak ada yang mulai menyentuh piring atau apapun.

"Loh, nunggu apa lagi?" tanya Ghea dengan polosnya. "Em... Nunggu adek dulu ya neng, kayanya bentar lagi pulang." jawab mama dengan nada sedikit tidak enak.

"Oh... Nggak papa ma, lagian ini juga udah malem mungkin Fey bentar lagi pulang." ucap Ghea menenangkan. Gadis itu menyembunyikan raut lesu karena perutnya tidak kunjung mendapat asupan. Leo membuka suara dengan bercanda, Ghea serta mama ikut larut dalam candaan. Sejenak mereka melupakan Fey dan mulai makan malam tanpanya.

Ghea tau mamanya gelisah, rautnya sudah terlihat jelas. Maka yang gadis itu lakukan ditengah makan adalah melontarkan candaan agar suasana tidak hening hingga membuat mama tidak lagi memikirkan anaknya yang tak kunjung pulang.

Percakapan sederhana yang membuat mereka tertawa, menghilangkan rasa lelah yang sedikit menghampiri ketiganya. Sampai seseorang masuk dengan keadaan yang begitu mengejutkan.

Fey pulang, dengan tampilannya yang begitu acak-acakan, langkahnya sempoyongan, tangannya memegang sebuah botol kaca yang diduga adalah botol minuman alkohol.

Mereka bertiga terutama mama datang menghampiri Fey yang masih setengah sadar.

"Astaga nak.... Kamu habis dari mana aja, ini botolnya-akh!"

Ghea mendelik, Leo lari membangkitkan mama yang sedang tergeletak di lantai karena Fey mendorongnya begitu kuat.

"Dek kamu-" belum sempat Leo berbicara, Fey sudah berjalan melewati keduanya. Bahkan gadis itu melangkahi kaki mamanya.

Melihat itu, Ghea lantas menghentikannya.

"Jangan buat orang yang udah sayang sama lo jadi kecewa."

Mendengar itu Fey tertawa, bibirnya terangkat sebelah kemudian kepalanya berpaling. Enggan menatap Ghea.

"Gak usah sok pahlawan kalo lo masih numpang kasih sayang."

Semakin marah Ghea dibuatnya, gadis itu memberikan tatapan benci pada Fey yang entah berapa persen kesadarannya.

"Yang paling penting, gue nggak pernah dorong mama gue sendiri sampe dia jatoh. Gue nggak pernah berlagak sok nggak peduli, gue nggak pernah memperlakukan mama gue sendiri seperti orang paling najis di dunia. Gue masih waras."

Masih sama, keadaan mereka masih tidak berubah. Bedanya, cengkeraman pada lengan Fey semakin mengencang.

"Seenggaknya mata gue masih berfungsi untuk liat kebaikan mereka dan perjuangan mereka untuk bisa ngebesarin lo tanpa ada campur tangan om Tirta yang masih lo anggap seorang papa."

Mata tajam Fey memudar, digantikan tatapan kaget dan tidak percaya karena ucapan Ghea.

"Lo pikir selama ini mama sama Leo pulang malem karena apa? Bukan karena mereka foya-foya, habisin uang, demi kebahagiaan mereka sendiri tanpa pernah mikir lo, bukan Fey! Mereka banting tulang, kerja sampe nggak kenal istirahat, kerja sampe rela waktu tidurnya cuma beberapa jam. Demi siapa? Demi lo! Demi orang yang selama ini bahkan nggak mikir seberapa keras perjuangan mereka. Sadar Fey! Uang yang selama ini lo buat jajan, lo buat foya-foya, lo buat beli botol kotor kaya gini, itu dari siapa!"

"Leo rela kerja paruh waktu jadi kurir sama kasir indomaret, rela ngebandnya vakum, rela dia ngerjain skripsi malem-malem disaat orang lain udah tidur nyenyak di jam itu. Mama rela nambah kerjaan jadi pelayan di rumah makan, mama rela katering kue, mama rela kerja meski kadang suka pusing dan kecapekan. Mana otak lo?!"

Bentakan demi bentakan Ghea berikan pada Fey yang masih terkejut ditempatnya. Kesadarannya mulai membaik, karena tadi hanya meminum beberapa botol. Mata Ghea merah, memperlihatkan amarah yang tidak bisa lagi ditahan. Cengkraman semakin kuat, membuat Fey sedikit meringis menahan sakit, yang tidak apa-apanya dengan sakit di ulu hati.

Semuanya mendadak, terlalu tiba-tiba bagi Fey yang sebelumnya beranggapan bahwa semuanya sudah benar.

Fey.... Masih terkejut.

"Kalo lo masih aja bela om Tirta silahkan, tapi mulai saat itu, kalo mama udah ngelepasin lo, jangan marah dan jangan pernah kembali. Mereka udah terlalu capek sama lo."

"Ghea," gadis itu enggan menoleh meski telinganya mendengar dengan jelas Leo memanggilnya.

"Ikut gue."

Sedetik kemudian, Ghea sudah dibawa Leo keluar dari rumah tersebut menuju teras. Cengkeramannya Ghea lepaskan dengan kasar.

"Lo keterlaluan." Leo berucap penuh penekanan, nadanya menunjukan amarah yang ditahan.

"Gue? Keterlaluan? Terus lo diem aja gitu liat mama lo diperlakuin kaya gitu sama adik lo sendiri?!"

"Le, Fey nggak buta, dan otaknya udah pasti masih bisa dipake. Dia pasti tau dan bisa mikir siapa yang dia perlakuin kaya gitu." air matanya sudah membendung di pelupuk, sebentar lagi sudah pasti menetes.

"Mama Le, yang dorong mama! Fey udah jelas tau gimana rasanya jadi gue waktu ditinggal mama! Dia nggak bersyukur punya mama paling baik didunia! Dia sia-siain anugerah itu. Lo sadar, mama nggak layak digituin!"

Leo yang tadinya akan marah, langsung luluh begitu melihat Ghea menangis didepannya. Wajahnya begitu merah.

"Terserah lo mau dengerin gue atau lanjut jadi babu Fey. Itu terserah lo, yang penting gue udah berusaha bikin kalian semua sadar. Gue pamit."
























































DINEROTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang