21. Naima Rosdiana

1.5K 125 2
                                    


 ⁠۝  ͒⁠⁠۝  ⁠۝ ͒

Bulan keenam, hingga bulan ke sembilan pernikahan, Ezard sibuk sekali. Ia di tuntut oleh ibunya untuk mengambil ahli perusahaan. Pasalnya, ibunya itu sudah merasa sangat lelah bekerja sepanjang tahun dan memilih untuk berhenti dari pekerjaan.

Wattson Corp. Bergerak di bidang properti. Ibunya mendesak agar perusahaan dan restoran miliknya bisa jadi satu bisnis yang berjalan beriringan. Aku tidak tahu pastinya bagaimana karena aku bukan orang bisnis.

Tetapi dari sela-sela percakapan yang kudengar antara Ezard dan ibunya sewaktu mertuaku itu berkunjung ke rumah, ia mengatakan kalau restoran Ezard harus berada di bawah naungan Wattson Corp.

Dua bulan terakhir, Ezard sangat sibuk. Dia jarang tidur. Paling lama hanya tiga jam, selebihnya ia menghabiskan waktu di ruang kerja, kantor induk, kantor cabang, meeting dengan klien, menghadiri gala dinner, pesta pembukaan cabang perusahaan baru dan segudang jadwal penting lainnya.

Jangan tanya berapa kali Ezard mengkonsumsi pil tidur selama dua bulan ini. Ia jadi seperti mayat hidup yang dipenuhi oleh sugadang tanggung jawab. Karena itu mungkin ia jarang mengantuk sebab memikirkan masalah klien yang banyak minta, belum lagi masalah restoran yang tidak ada habisnya, kerjasama yang membingungkan.

Sehingga kerap kali aku menemukan Ezard terkapar di sofa ruang tamu sepulang kerja. Lelaki dua puluh tujuh tahun itu pasti sangat kelelahan. Aku sungguh tidak pernah menyangka bahwa aku akan menjadi istri dari pria pekerja keras seperti Ezard. Aku sedikit bangga untuk itu.

Jika dulu Ezard punya waktu setiap hari untuk berolahraga, sekarang ia hanya punya satu hari dalam dua minggu menyempatkan dirinya untuk berolahraga. Aku yakin otot-ototnya akan hilang jika ia terus-terusan begini. Tidak memperhatikan kesehatan adalah kejahatan yang dilakukan orang-orang pada dirinya sendiri.

"Kau mau kedudukan yang seperti apa lagi, Ezard?" Aku tidak menyalahkannya, hanya saja aku cukup prihatin dengan kondisinya akhir-akhir ini. Alih-alih terlihat seperti pria yang gila wanita seperti biasanya, ia justru terlihat seperti pria yang gila kerja.

"Nai, aku ingin restoran bisa dia bawah naungan Wattson Corp. Kau tahu kan kalau suamimu ini ingin punya perusahaan properti yang dikenal di seluruh Asia seperti yang sudah kuceritakan sebelumnya padamu. Lagi pula, aku juga harus memutar otak untuk yayasan yang sekarang tidak cukup dengan pengeluaran seperti yang sudah-sudah."

Aku paham untuk masalah yang satu ini.

"Kau keras kepala. Sudah kubilang buka donasi untuk yayasan. Itu akan lebih mudah."

"Begini." Kalau aku terus membantah, ia selalu memulai dengan argumen yang lebih serius. "Aku tidak suka mengikutsertakan orang lain dalam mimpi-mimpiku mengejar kesuksesan. Aku hanya ingin yayasan yang kupunya bisa tetap berdiri tanpa kekurangan biaya sepersenpun. Lagi pula satu kontrak kerja dengan klien bisa menutup satu tahun pengeluaran untuk yayasan."

"Okeh, aku mengerti. Sekarang kau sudah mendapatkan banyak kontrak kerja, kau tidak perlu mengkhawatirkan yayasan kekurangan dana lagi, atau sekedar memikirkan perusahaan yang bermasalah."

"Tidak, Nai. Seperti yang kukatakan di awal. Aku ingin punya perusahaan properti yang terkenal di Asia."

Dia lelaki gila kerja! Aku akui itu.

Tanpa memikirkan Ezard lagi, aku sepenuhnya membebankan wajah di kasur. Menutup mata dan meninggalkan Ezard yang masih fokus pada laptop dan berkas-berkas di sekitar tempat tidurnya.

Aku memunggunginya. Sengaja. Karena sudah sangat kesal pada suamiku ini. Sebab dua bulan terakhir ia jarang memperhatikanku. Ia jarang menanyakan kabarku, apa hari-hariku baik-baik saja, apa aku sudah makan, dan pertanyaan-pertanyaan kecil lainnnya yang seharusnya tidak dilewatkan Ezard.

Season With You || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang