50. Ezard Wattson

1.4K 101 18
                                    


۝ ͒⁠ ۝ ͒ ۝ ͒⁠

"Pahlawan yang menyelamatkan bumi, tapi selalu mengabaikanmu atas nama kebaikan, atau bajingan yang membunuh semua orang dan menghancurkan seluruh dunia untuk menyelamatkanmu. Kau pilih yang mana?"

"Aku lebih tertarik dengan pilihan kedua."

"Sudah kuduga, kau bukan wanita cerdas."

"Hei, memangnya apa hubungan kecerdasan dengan kriteria pasangan hidup?"

"Wanita cerdas akan memilih pilihan yang pertama karena jelas ia juga memandang dunia persis sebagaimana lelaki itu memandangnya. Kau tahu, orang-orang mulia dan bijak lebih tertarik membuat perubahan; menghentikan perang, menghapus air mata rakyat miskin, menyebarkan kebaikan. Orang-orang baik suka melakukan itu. Kaum sepertimu tidak peduli dengan urusan orang lain. Kau terlalu jahat untuk dunia ideal yang diimpikan banyak orang."

"Memangnya apa peduliku? Aku sekarat dan hampir bunuh diri beberapa tahun yang lalu. Di saat-saat sulit seperti itu semua orang bijak yang kau katakan itu tidak peduli. Aku menyembuhkan lukaku sendiri. Maka sekarang, jika aku memilih untuk menyelamatkan diriku sendiri, itu tidak akan jadi kejahatan karena tidak merugikan siapapun."

Oh, aku benar-benar pusing mendengar pertengkaran mereka. Aluna yang sok idealis dan Rania yang realistis. Ini bukan yang pertama untukku, aku sudah mendengarnya dari beberapa abad yang lalu. Dan aku sangat benci harus duduk di ruang tamu bersama dua wanita sialan ini. Menganggu saja.

"Aluna. Fakta yang harus kau ketahui, lelaki brengsek seperti adikmu ini, tidak peduli pada anaknya sendiri."

"Jangan sembarangan. Aku peduli." Bisa-bisanya Rania menarikku dalam pembahasannya yang tidak ada manfaatnya itu.

"Kau hanya tahu cara membuatnya." Wanita menjengkelkan itu memalingkan wajah.

"Kau tidak tahu apapun."

"Aku tahu banyak hal tentangmu, Sayang. Kau suka wanita seksi, pemabuk berat, tidur di kamar hotel bersama wanita yang asalnya entah darimana. Sungguh, aku tidak percaya spermamu sangat murahan."

"Aluna, suruh dia berhenti bicara atau aku benar-benar akan merobek mulutnya."

"Robek saja, aku tidak peduli."

"Untuk apa kau datang kesini?"

"Rania, kenapa kau penasaran denganku?"

"Karena kau bejat, Ezard. Aku tahu itu. Kau meniduri adik Naima di kamar tempat kalian bercinta!"

"Aku tidak menidurinya, sialan!"

Aku menarik napas panjang dan mempertimbangkan untuk mengangkat cangkirku dan meminum kopi buatan Naima. Entah ada dimana wanita itu sekarang, yang jelas aku tidak bisa tahan berada diantara dua orang yang terus menyudutkanku. Brengsek! Aku tidak sejahat itu untuk menyakiti Naima lebih dalam.

Seharusnya aku pingsan sampai besok pagi saja. Bukan malah terbangun di sofa sialan ini dan mendapati dua orang yang sedang berdebat.

"Pembohong sepertimu layak di neraka!"

Shit! Rania kali ini sungguh keterlaluan.

"Ada apa ini?"

Sang penyelamat datang. Wanita paling suci di muka bumi ini menatapku dan Rania bergantian. Aku menatapnya tajam, amarahku memuncak mendengar hinaan orang-orang disekelilingku sedari tadi.

"Puas, Nai? Puas karena sudah membuatku malu dengan menyuruhku datang ke sini?"

"Ezard, kau. Apa maksudmu?!"

Season With You || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang