26. Naima Rosdiana

1.6K 132 7
                                    


⁠۝ ͒ ⁠⁠۝  ⁠۝ ͒


Pukul 09:59

"Ezard, kau tidak akan ke kantor?"

Pertanyaan macam apa itu? Jelas ia tidak akan ke kantor karena matahari sudah hampir berada di atas puncak kepala manusia.

Aku baru saja keluar dari kamar mandi. Berganti pakaian dan memakai sedikit bedak tabur. Tidak ingin berdandan, sebab tidak ada yang bisa kulakukan ketika Ezard masih berada di rumah. Karena salah satu perjanjiannya; aku tidak akan bekerja jika suamiku ini tidak bekerja. Itu peraturan pertama mengenai kontrak kerjaku dengan Ezard satu bulan yang lalu.

"Suamiku, Sayaaaangg. Apa kau akan tidur sepanjang hari? Aku yakin istri-istrimu di kantor sudah menunggu!"

Berkas-berkasnya, jelas mereka adalah istri kedua Ezard.

Lelaki itu tak merespon, aku merasa bicara dengan tembok. Ia masih setia dengan posisi telungkupnya dengan wajah sepenuhnya dibiarkan terbenam di atas bantal.

"Ezard, bangun Sayang. Komohon, aku perlu membersihkan tempat tidur."

"Nai, jangan keras-keras. Atau kau akan membangunkan seluruh penduduk bumi."

Lelaki itu berujar sebentar, sebelum akhirnya menutup telinga dengan bantal. Sepertinya ia memang butuh memejamkan mata untuk beberapa jam kedepan.

Jadi, untuk membiarkan tidur tenang tanpa ada gangguan, aku hanya perlu memastikan bahwa diriku ini tidak akan menjaillinya. Sehingga dengan langkah santai aku keluar dari kamar, menutup pintu dan berjalan menuruni anak tangga.

Dan di bawah sana terlihat Alana yang sedang duduk di atas sofa dengan kedua kaki di lipat dan mata yang sedang fokus pada laptop yang ditaruh di atas pahanya.

Aku menghampiri gadis itu, ikut duduk di sampingnya.

"Kau baru selesai mandi?"

"Hm." Aku hanya mengangguk saja. Mengambil kacang almond di dalam toples dan memakannya.

"Kau keramas. Pasti habis olahraga pagi."

Ah! Isi kepala si Alana ini benar-benar jorok.

"Daripada memikirkan hal-hal negatif seperti itu, lebih baik kau fokus pada pelajaranmu, adikku tercinta." Aku mencibir ke arahnya. Dan memalingkan wajah jengah.

"Dia tidak bekerja?"

"Siapa?"

"Suamimu. Memangnya siapa lagi?!"

"Tidak."

"Dia pasti lelah, hahahh!"

"Berhenti berpikir macam-macam!" Aku melotot. Anak ini! Selalu saja aneh-aneh.

"Okeh." Gadis itu terkekeh. Sementara matanya maish fokus pada layar laptopnya. Enatah apa yang dia kerjakan, yang jela saku tidak mau tahu.

Oh, hari ini ia tidak masuk kuliah karena tidak ada jadwal. Jadi seperti biasa. Ia akan duduk di depan televisi, tapi malah fokus pada laptonya.

"Bagaimana dengan toko bunga, Kakak?"

"Ya begitu. Permasalahannya ada pada kebun bunga." Aku mengehela napas. Gara-gara Alana aku jadi ingat toko bunga sialan itu lagi.

"Kau masih belum menemukan kebun bunganya? Hah! Bodoh sekali! Padahal ada banyak kebun bunga di kota ini! Sekali-kali tolong jalan-jalan lebih jauh lagi! Biar kau tidak kelihatan seperti orang bodoh!"

"Jangan menceramahiku."

"Aku hanya memberi saran." Gadis itu tiba-tiba mematikan laptonya dan sepenuhnya menghadap padaku. "Kau tahu,  Kak. Meski kau tidak diberikan pilihan untuk memilih jalan hidupmu, kau sangat beruntung."

Season With You || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang