48. Ezard Wattson

1.4K 123 18
                                    

۝  ⁠۝  ͒⁠⁠۝ 

Pukul sebelas pagi aku menyentak gorden kamarku dengan kasar. Hanya bermodal celana panjang dengan dada telanjang, aku menggeser pintu kaca yang terhubung ke balkon kamar ini. Kemudian, berjalan ke sana. Menghirup udara pagi yang damai. Sebenarnya sudah tidak pantas disebut pagi juga.

Salju-salju sisa kemarin sore masih menggantung di atas pohon pinus, di atap-atap apartemen dan di badan jalan Washington DC. Salju-salju itu kemudian menjelma butir-butir yang mencair sebab panas matahari. Musim dingin hampir berakhir, begitu juga dengan pekerjaanku di ibukota Amerika ini. Aku ada perjanjian bisnis dengan perusahaan asing di kota tersebut.

Selama satu Minggu penuh aku berada di Washington DC, dan kini hari terakhirku. Jadwal penerbangan ke Jakarta sudah disiapkan, sekertarisku yang mengurusnya. Bukan Kiara lagi, wanita itu sudah kupecat. Dan Alana juga angkat kaki dari rumah tiga hari setelah kepergian Naima. Aku menyingkirkan semua hal yang membuat Naima kesakitan. Walaupun semuanya sudah tidak ada gunanya.

Hari berlalu begitu cepat, secepat saat Naima meninggalkan rumah—hingga aku terus merasa hampa sepanjang hari.

Waktu 2 tahun ternyata sangat tidak cukup untuk membuatku melupakan seorang Naima Rosdiana. Aku selalu berakhir sekarat di sudut ruangan dengan kepala yang ingin pecah karena terus memikirkan wanita yang melahirkan anakku tersebut. Kau tahu, saat aku mendapati kabar gembira itu dari Naima, hatiku menghangat. Hal itu juga yang membuatku bertahan sampai sejauh ini.

Satu minggu setelah kepergian Naima, aku menemukan surat di dalam laci ketika tidak sengaja membukanya untuk mengambil berkas penting. Dan kau harus tahu apa isinya sehingga bisa menjadi kekuatan untukku.

Ezard.

Dulu aku pikir, dengan aku mencintaimu, mendedikasikan hidupku hanya untukmu, mengorbankan semua hal yang aku punya untukmu, bahkan aku siap menukar hidupku demi kehidupanmu jika masa itu datang padaku, aku mungkin tanpa pikir panjang akan menyerahkan hidupku, Ezard.

Lalu, kau akan berbalik, menatapku dengan bangga, penuh rasa syukur karena telah dicintai oleh orang sepertiku. Tapi tidak, Ezard. Sekalipun kau tidak pernah berbalik. Kau tetap jadi orang yang tidak ingin berlari ke arahku.

Apa aku kurang baik? Apa aku kurang cantik? Apa aku benar-benar tidak memuaskanmu? Kau terus memburu kepuasan! Kau terus berlari mengejar sesuatu yang entah apa. Aku tidak bisa mengendalikanmu, kau terlalu rumit untuk kupahami. Kenapa? Kenapa aku tidak bisa memilikimu sekali saja? Kenapa kau menyesal? Kenapa kau menangis? Kenapa kau mengatakan cinta disaat aku sudah menyerah dengan hubungan ini? Apa kau ingin membuatku bimbang? Jangan begini, aku akan tetap meninggalkanmu meski kau berlutut di bawah kakiku.

Jangan cari aku. Aku tidak ingin kembali. Dan, ada kabar baik di antara kabar buruk ini. Aku hamil, sudah dua minggu. Rencananya akan kukatakan saat kita pergi ke pantai, tapi sebelum itu aku ternyata harus menangis dulu karena kehilanganmu.

Jaga diri, brengsek! Jangan minum sembarangan! Kau tidak boleh seperti kelelawar lagi! Kau punya tanggung jawab besar sekarang! Perusahaan dan juga anakmu yang ada di dalam kandunganku. Aku tidak ingin kau jadi gelandangan hanya karena memikirkanku! Cepat bangkit dari kasurmu dan kembali bekerja! Katanya mau punya perusahaan besar! Ayo bergerak cepat! Aku ingin anakku suatu saat bisa menceritakan sosok ayahnya dengan senyum bangga pada teman-temannya.

Naima.

Tiba-tiba ponselku bergetar, berbunyi nyaring. Aku langsung menuju kasur dan mengambil ponsel itu. Mengangkat panggilan dari seseorang.

Season With You || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang