51. Ezard Wattson

1.4K 97 6
                                    


۝ ͒⁠ ۝ ͒⁠۝ ͒⁠

Aku tersenyum, menatapnya dengan kelopak mata yang mulai sayu tapi tetap tajam. "Apakah tidak apa kalau pintunya tidak dikunci? Atau kau ada kamar yang tidak ada seorangpun di dalamnya?"

Saat itu juga bisa kurasakan Naima lebih banyak menghirup oksigen di sekitarnya. Tubuhnya semakin gelisah, sebelum akhirnya ia membalas tatapanku. Di detik berikutnya kedua tangannya dililitkannya di leherku, sampai kemudian ia berjinjit untuk menyamakan wajah kami. Matanya bergantian melihat bibir dan mataku. Aku tersenyum, sebelum akhirnya mewujudkan keinginan Naima.

Aku menarik diri agar lebih dekat padanya, lalu memperlambat pergerakkanku. Sengaja, ini hukuman karena aku tidak mendapatkannya selama 2 tahun lebih. Aku tersiksa selama 2 tahun belakangan. Jadi tidak akan kubiarkan Naima mendapatkanku dengan begitu mudah. Aku tidak akan takluk hanya dalam beberapa menit.

Aku tersenyum licik, kemudian mencium sudut bibirnya sekilas, hanya sebuah ciuman singkat yang aku yakin itu tidak akan memberikan kepuasan apapun untuk seseorang yang sedang kehausan.

Kelopak mata Naima yang basah itu menjadi sangat layu, pandangan menjadi sayu, aku tahu dia telah dikendalikan kerinduan. Tapi demi apapun aku hanya ingin balas dendam dulu padanya.

"Ezard."

"Katakan, dimana kamarnya?" Aku berbisik di telinganya, menyatukan bibirku yang basah dengan kelopak telinga Naima, lalu memberikan sentuhan kecil di lehernya hingga membuat Naima tambah gelisah. Ia bergerak dan memandangku dengan wajah putus asa.

Aku kembali tersenyum, lalu menarik pita di pinggangnya. Sangat berharap ketika tali itu benar-benar terbuka, aku bisa mengakses dengan mudah bagian tubuhnya yang sedari tadi menyatu dengan dadaku.

Sialnya, itu hanya pengaman pertama. Setelah pita itu ditarik, ada beberapa kancing yang tersembunyi di sana. Aku menghela napas panjang. Tanpa berpikir membuat gerakan memutar dengan telunjukku tepat di pusat Naima. Perempuan itu mulai resah. Lalu menangkup wajahku, memiringkan kepalanya dengan cepat hendak menciumku. Sayang sekali aku terlalu sigap untuk serangan tiba-tiba itu. Aku menarik kepalaku kebelakang, membuat Naima semakin kebingungan.

"Katakan, kau akan kembali pelukanku ketika aku memberikan apa yang kau inginkan."

Menyadari tindakan bodohnya, Naima melangkah mundur. Tetapi untuk saat ini aku tidak ingin ia dikendalikan oleh kewarasannya. Maka dengan cepat aku menariknya kembali, menyatukan tubuh kami lagi. Aku yakin ia bisa merasakan sesuatu yang terdesak di bawah sana.

Kemudian, memberikan sentuhan di bagian tubuhnya yang lain. Titik sensitifnya; ceruk di punggungnya dan perut atasnya. Aku tak melewatkan satu inci pun. Drees yang dipakainya terlalu menyatu dengan tubuh sehingga membentuk lekukan Naima yang indah, membuatku semakin menginginkannya.

Naima hampir mendesah sebelum akhirnya menjatuhkan sepenuhnya berat badannya dan bersandar di dadaku.

"Ezard. Kau menyiksaku."

"Katakan, hanya aku yang bisa membuatmu merasa, Nai."

"Kau gila?! Sudah hentikan!"

"Sayang, aku sudah berhenti." Aku tersenyum nakal.

Naima mengangkat wajahnya, memandangku tidak terima. "Aku tidak akan semudah dulu lagi untukmu, Ezard."

"Aku juga tidak pernah menganggap kau semudah itu untukku, Nai."

"Bajingan!" Dia mengutukku. "Tunggulah sebentar lagi. Azura pasti bangun dan aku akan bawa dia padamu. Setelah itu terserah kau mau pergi kemanapun." Dia bergerak, melepaskan pelukannya dan mengambil langkah mundur.

Season With You || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang