22. Naima Rosdiana

1.4K 127 0
                                    







 ⁠۝  ͒⁠⁠۝  ⁠۝ ͒

Setelah sembilan bulan pernikahan kami berjalan. Aku baru menyadari satu fakta. Tidak ada yang gratis di bawah kolong langit ini, termasuk ketika adikku diselamatkan hingga kemudian disekolahkan.

Aku jadi ingat kalimat yang kubaca dua hari yang lalu. Kira-kira begini kalimatnya, manusia tidak akan pernah sudi memberikan miliknya tanpa ada jaminan untuk menerima yang lebih baik.

Dan sekarang aku berakhir di sini. Dengan helaan nafas kasar ketika baru saja tadi pagi Ezard mengatakan kalau ia ingin aku tetap disampingnya. Menjadi istri yang selalu menuruti apa maunya, dengan imbalan bahwa ia juga akan memberikan apa yang kuminta padanya.

Baiklah, sekarang aku mulai menjalani hubungan yang cukup realistis. Aku di sini membutuhkannya sebagai tulang punggungku. Sementara ia membutuhkanku sebagai perempuan yang paling pantas ia ajak ke pesta, gala dinner, pembukaan cabang perusahaan rekan bisnisnya, atau hal paling kecil seperti melayaninya di atas tempat tidur.

Aku tidak mengerti jalan pikiran lelaki itu sehingga memilihku sebagai pajangan yang paling layak ia perkenalkan pada orang-orang penting yang ia temui dalam perjalanan bisnisnya.

Setiap kali kutanya kenapa ia memilihku, ia hanya menjawab singkat, "Karena kau cantik." Jawaban lainnya seperti, "Kau tiada duanya." Dan jawaban paling monohok lainnya, "Kau wanita yang kucari selama ini."

Kalimat-kalimat umum yang tidak berarti apa-apa untuk jiwaku yang terlanjur terkubur ini.

Hahahah!

Dia gila!

Brengsek!

Memangnya dia pikir aku anak yang lahir kemarin sore? Yang akan termakan dengan omong kosong semacam itu. Sudah bisa dipastikan dia sangat keliru menilaiku.

Huft!

Ternyata rumah tangga memang serumit itu. Aku menghirup oksigen banyak-banyak sebelum akhirnya melangkah keluar dari rumah besar milik Ezard. Satu-satunya tempat yang ingin kutuju di awal Minggu yang cerah ini adalah toko bungaku yang ada di pusat perbelanjaan.

Aku sudah menitipkan Andre pada Bi Marti untuk homeschooling. Dan Alana sudah berangkat pagi sekali. Katanya, ia ada keperluan mendesak hingga wajib menemui dekan fakultas. Aku tidak tahu apa itu, karena Alana belum menjelaskannya. Tetapi biasanya tidak pernah beralih dari permasalahan sekitar lomba, dan semacamnya.

Setelah di antar Pak Gober menggunakan mobil, aku menyuruh lelaki itu pulang. Hanya butuh waktu 20 menit dari rumah untuk bisa sampai ke toko bungaku. Waktu yang lumayan singkat menurutku.

Di pagi hari tidak terlalu ramai sehingga rasanya sangat damai, karena aku berangkat disaat semua pekerja sudah berteduh di kantornya. Tetapi pas mau pulang sore hari ke rumah, itu benar-benar melelahkan karena banyak pekerja yang baru pulang juga.

Sempat beberapa kali memutuskan untuk pulang malam untuk menghindari kemacetan, tetapi sayang sekali Ezard tidak mengizinkan, karena katanya rumah jadi sepi kalau aku tidak menyambutnya di depan pintu.

Sebagai istri yang baik sudah pasti aku akan mendengarkan apa yang Ezard katakan, selagi hal itu masih dalam batas wajar dan masih berlandaskan pada kebaikan atas hubungan kami dalam waktu yang panjang.

Namun, alangkah menyedihkannya nasibku ketika mendengar dua orang perempuan tengah bertengkar di samping toko bungaku. Tepatnya di kedai Teh Mbak Aluna, perempuan 30 tahun yang memutuskan untuk tidak menikah.

Sudah bisa dipastikan ia bertengkar dengan sahabatnya yang bernama Rania, seusia dengannya. Kabar baiknya Mbak Rania sudah memiliki seorang kekasih. Perempuan seperti Mbak Rania sedikit cerewet dan ia suka dengan hal-hal yang berbau kemewahan. Meski begitu entah kenapa ia tetap bertahan bersama sahabatnya yang tidak suka barang-barang mewah.

Season With You || Lee Jeno [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang