Keesokan harinya...
Siska datang ke rumahku dengan membawa pakaian syar'i untukku. Akupun langsung pergi ke kamar dan memakai pakaian itu.
Ketika aku keluar dari kamar, "MasyaAllah, Al, lo cantik banget pake pakaian syar'i!" puji Siska.
"Yang bener, lo Sis. Tapi kok gue ngerasa kayak ibu-ibu yaa? Gapede banget gue!" kataku tak percaya diri.
"Iya, bener cantik kok, tapi masih cantikkan gue wleee. Yuk, berangkat! Udah telat nih!"
"Dasar!"
Dan kamipun berangkat ke pengajian. Setelah setengah jam, kami tiba di sana.
Sesampainya di sana, saat hendak masuk masjid, tak sengaja kami bertemu dengan Kak Abi. Kak Abi terlihat sangat tampan sehingga mataku tak berpaling darinya.
"Eh, Kak, ada di sini juga?" sapa Siska.
Siska pura-pura tidak tahu bahwa Kak Abi yang akan menjadi pengisi dalam kajian tersebut.
"Ehh, kamu? Iya, kebetulan Kakak yang isi acara disni. Kamu sama siapa kesini?" tanya Kak Abi balik.
"Ini, Ka, sama temanku. Namanya Alesha. Alesha, kenalin ini Ka Abi, tetanggaku," ujar Siska.
Tanpa berpikir panjang, aku langsung menyodorkan tanganku untuk bersalaman dengan Kak Abi, namun terjadi suatu peristiwa yang sangat memalukan! Kak Abi menolak salamanku.
"Maaf, bukan mahrom, nama saya Abi," ucapnya.
"Oh iya-iya, maaf Pak Ustadz," ujarku tidak enak hati.
"Panggil saja Abi, atau Kakak," lanjut Abi memberikan keterangan.
"Hehe, iya, Ka Abi," balasku sambil cengengesan.
"Dih, Alesha, lo kenapa sih kok gugup gini!" gerutuku dalam hati.
Tiba-tiba, dua wanita mendekati Kak Abi.
"Ustadz, boleh minta tanda tangan ga?" tanya salah satu dari mereka.
Saat itu, aku dan Siska hanya bisa terdiam, dengan tatapan yang tajam melihat ke arah mereka.
"Boleh," lalu Kak Abi pun menandatangani buku wanita tersebut.
Lalu, teman wanita itu nyeletuk, "Kalau wa boleh ga, Ustadz? Kebetulan teman saya lagi nyari tulang punggung!"
"Idih, dasar cewek centil, genit!" ujarku dalam hati.
Akupun me-melototkan mataku ke arah mereka.
Nampaknya mereka menyadari, karena mereka mengalihkan pandangannya dariku.
"Eh, Ka, ayo acaranya udah mau dimulai. Yuk, kita masuk!" ajak Siska kepada Kak Abi, padahal itu dalih Siska karena ia tak ingin Kak Abi di dekati wanita lain.
"Maaf, Mbak. Wa saya privasi," jawab Kak Abi.
"Yuk, kita masuk. Kajian sudah mau dimulai!" ajak Kak Abi kepada kami.
"Hahaha, makanya jadi cewek tuh jangan kecentilan deh lo! Rasain di tolak kan!" ujarku dalam hati.
Majelis Ta'lim pun dimulai, dan Kak Abi mulai memberikan ceramah. Tak terasa, 50 menit telah berlalu. Di akhir ceramah, Kak Abi berkata,
"Wahai ukhty, di dalam Islam, wanita sungguh sangat di muliakan. Oleh karena itu, Allah memerintahkan para wanita untuk berhijab, menutup aurat. Hal ini tidaklah tanpa sebab, karena Allah ingin menjaga kalian, agar kalian terlindungi dari dunia yang fana ini dan agar kalian tidak mudah diganggu oleh lelaki ajnabi."
Wanita itu semakin tertutup pakaiannya, maka akan semakin cantik. Mengapa bisa begitu, Ustadz? Karena ia taat, ia taat atas perintah Rabb-Nya.
Wanita itu semakin tertutup pakaiannya, maka semakin mahal. Mengapa bisa mahal, Ustadz? Ya, mahal, karena hanya lelaki yang mempunyai keberanian untuk menghalalkannya yang bisa memilikinya dan bisa melihat keindahannya.
Seketika para jama'ah wanita yang mendengar itu tersenyum, Karena hari itu hari Minggu, banyak anak muda yang ikut datang ke pengajian.
Setelah itu, Kak Abi berpamitan kepada para jama'ah untuk menyelesaikan pengajian.
Aku sangat meresapi apa yang disampaikan oleh Kak Abi. Ini adalah kali pertama aku begitu menikmati ceramah, dan bagiku ceramah yang disampaikan oleh Abi sangat menyentuh hati.
Rasanya aku ingin berlama-lama mendengarkan ceramahnya. Biasanya, ketika mendengar ceramah di tv atau media sosial, aku langsung melewatinya. Mengapa ini berbeda? Apakah karena... ah, sudahlah!
"Gimana, Al? Ka Abi itu idaman banget ya. Hem, jadi pengen dilamar sama dia!" ujar Siska.
Aku hanya tersenyum.
"Dah, yuk, kita pulang!" ajak Siska.
"Yuk, Sis!"
Kamipun keluar dari masjid.
"Oke, tunggu di sini ya, Al. Gue mau ambil motornya dulu di parkiran."
"Gue tunggu di sana aja, ya?" ujarku sambil menunjuk ke arah gerbang Masjid.
"Okey, Al."
Akupun berjalan menuju gerbang Masjid, lalu aku berteduh di bawah rindangnya pohon karena cuaca masih panas walaupun sudah sore.
Tiba-tiba ada motor yang berhenti tepat di sampingku, "Belum pulang?" tanyanya.
Ternyata itu adalah Kak Abi. Aku sungguh tak menyangka ia menyapaku.
"Iya, Ka," jawabku sambil tersenyum, namun Ka Abi tidak melihat ke arah wajahku.
"Yaudah, Kakak pulang duluan ya. Assalamu'alaikum." lalu Kak Abi pun pergi.
"Iya, Kak. Wa'alaikumussalam," balasku sambil tersenyum.
"Kirain mau diajak bareng, dih, Alesha jangan ngarep deh. Dia bahkan gamau natap, apalagi bonceng," ujarku dalam hati.
Namun, hatiku saat itu sangat senang. Bagaimana tidak? Ternyata Kak Abi juga mengenalku. Ini adalah langkah awal yang baik bagiku!
Tak lama kemudian, terdengar suara klakson motor.
"Tiin, Tiin, Tiin."
"Alesha hey!! Alesha, ayo naik!!" teriak Siska.
Dan akupun tersadar dari lamunanku.
"Eh, Sis, biasa aja kali jangan klakson-klakson kayak gitu!" teriakku.
"Lo sih, ngelamun sambil senyum-senyum sendiri. Mikirin apa sih?"
"Kepo ya? Yaudah, yuk, kita jalan!"
"Ish, nggak asik lo, Al! Yaudah, yuk, berangkat!"
Dan kamipun berangkat untuk pulang.
Bersambung ....
KAMU SEDANG MEMBACA
Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]
Teen Fiction~Alesha Khumairah Setiap kita yang sudah berhijrah tentu punya alasan di balik hijrahnya. Apapun itu, jadikanlah Allah yang utama sebagai alasan di balik hijrahmu, agar hatimu tidak kecewa nantinya. ~Muhammad Abi Ghazali Jika engkau mencintai seoran...