(40) Uwuw-uwuw after akad.

282 18 0
                                    

19.25 WIB.

Saat itu, setelah sholat Isya', aku duduk di ruang tamu dan terus memikirkan perkataan Kak Abi tadi siang. Lalu, Kak Abi datang dan duduk di sebelahku.

"Kenapa melamun?" tanya Kak Abi.

"Gapapa," jawabku lalu tersenyum.

Kak Abi pun memegang tanganku lalu berkata, "Bolehkah, Kakak memanggilmu dengan sebutan sayang?"

"Boleh," jawabku sambil berkeringat dingin.

Rasanya jantungku berdegup kencang kala itu.

"Ya Allah, senang banget dipanggil sayang sama Kak Abi," gumamku dalam hati.

"Sayang, mulai kemarin engkau adalah istriku, kita sudah halal," lalu Kak Abi pun mencoba membuka hijabku.

Akupun mencoba menyanggah tangannya.

Saat itu, Kak Abi hanya tersenyum dan menjelaskan tentang pahala yang didapatkan oleh suami istri.

Saat itu, aku tertunduk malu. Dan tersenyum, sungguh saat itu aku masih sangat malu dan gugup.

Lalu akupun masuk ke kamar. Di kamar, aku terus saja memikirkan apa yang dikatakan oleh Kak Abi. Aku memandang kamar kami, kamar kami masih terlihat indah kala itu.

••••

Lalu akupun mencoba memakai baju yang diberikan oleh Siska, sesungguhnya aku tak terbiasa memakai baju seperti itu. Lalu akupun memakai parfum.

Tak lama kemudian, Kak Abi pun masuk ke dalam kamar. Dia terlihat begitu terkejut. Dan ia menundukkan pandangannya.

"Kak?" ujarku, sungguh saat itu aku merasa sangat malu.

Lalu Kak Abi menoleh ke arahku. Lalu ia duduk di sampingku, "MasyaAllah, sungguh cantiknya istriku," puji Kak Abi.

"Kak Abi bisa juga gombal ternyata," ujarku dalam hati.

Kak Abi pun terus saja merayuku dengan kata-kata indah. Kak Abi pun memegang tanganku.

"Bolehkah Kakak berbicara tentang sesuatu?" ujar Kak Abi.

"Boleh, apa?" tanyaku penasaran.

"Bolehkah Kakak terus memandangi wajahmu dan membelai rambut indahmu? Sebelumnya, Kakak juga ingin berterima kasih padamu yang sudah mau menjadi istri yang sholeha. Terima kasih karena sudah mau berhias hanya untuk suamimu saja. Malam ini, kamu terlihat sangat-sangat cantik," ujar Kak Abi.

"Iya, suamiku sayang," balasku.

Kami pun saling menatap kala itu, dengan tatapan yang malu-malu. Tiba-tiba terdengar suara petir, "Jegarrr," dan rintik hujanpun mulai turun.

"Astagfirullah," kagetku, dan karena refleks, akupun tak sengaja memeluk Kak Abi.

Dan Kak Abi pun merespon pelukkanku.

"Bilang aja kalau mau dipeluk," ujar Kak Abi.

Akupun hanya tertawa kecil kala itu, padahal sesungguhnya aku memang takut karena suara petir tadi. Tapi karena sudah halal, gapapa deh aku tidak melepaskan pelukkan itu.

Kak Abi pun mengambil selimut dan menyelimutinya ke badanku.

"Cuacanya dingin, kamu pakai baju mini nanti masuk angin," ujar Kak Abi.

"Yaudah, Lesha pakai hijab lagi ya, pakai baju yang tertutup," ujarku lalu mencoba untuk pergi.

"Eh, gausah kan ada selimut," ujar Kak Abi, menarik tanganku sehingga aku terduduk di sebelahnya.

Kak Abi menyelimutiku sekaligus menyelimuti tubuhnya.

Hingga akhirnya, aku dan Kak Abi pun terbuai dengan suasana pada malam itu.

Kak Abi pun berkata, "Kita berdoa dulu, yuk, mumpung lagi hujan." ajak Kak Abi.

"Ayo," jawabku.

"Ya Allah, semoga Abi dan Alesha bisa bersama hingga Jannah, dan semoga impian kami kala itu terwujud. Semoga kami bisa memiliki keluarga yang harmonis dan semoga keluarga kami menjadi keluarga yang paham akan Agama," ucap Kak Abi.

"Nanti, kalau Allah mengizinkan, kita punya anak perempuan, nanti dede nya dipakaikan cadar ya," sahutku.

"Iya, biar cantik kayak Ibunya," jawab Kak Abi sambil mencubit hidungku.

Akupun tertawa kecil, sambil bersandar di bahunya Kak Abi.

"Emang udah mau punya Dede?" tanya Kak Abi.

"Mau, lah," jawabku.

Lalu aku dan Kak Abi pun saling memandang.

"Yaudah, sayang, kita ikhtiar dulu yuk, supaya bisa punya Dede," ajak Kak Abi.

"Ayo," ucapku dengan malu-malu.

Bismillah, kamipun membaca doa untuk mendapat anak yang Sholeh Sholeha.

Dan setelah itu terjadilah, hubungan intim antara Abi dan Alesha. Setelah sekian lama kami berpuasa, menahan diri dari kemaksiatan. Kini kami baru merasakan nikmatnya cinta yang halal, ketika sudah menikah, dan bagiku ini adalah kisah cinta yang sesungguhnya: ketika kita jatuh cinta sesudah halal, ketika kami saling mencintai karena Allah, ketika kami saling menyempurnakan separuh agama.

"Skipp!"

1 bulan kemudian...

"Tokk, tokk, tokk." suara ketukan pintu.

"Assalamu'alaikum, sayang," ujar Kak Abi mengetuk pintu.

"Iya, Wa'alaikumussalam, bentar sayang." ucapku, lalu aku pun membukakan pintu.

"Gak sabar pengen pulang, pengen lihat kamu," ujar Kak Abi.

"Aaa iya, gombal," jawabku, lalu aku pun kembali membersihkan rumah.

Lalu tiba-tiba, Kak Abi memelukku dari belakang.

"Sayang, tau gak? Ada kabar baik nih," ujar Kak Abi.

"Apa?? Kok samaan," jawabku.

"Naskah yang kamu kasih ke Kakak waktu itu, udah diterima sama penerbit," ujar Kak Abi.

"MasyaAllah, Alhamdulillah," ujarku, lalu mencium kening suamiku.

"Kabar baik dari kamu apa?" tanya Kak Abi.

Aku pun mengambil kertas di atas meja dan memberikannya kepada Kak Abi. Lalu, Kak Abi pun membukanya.

"MasyaAllah, Alhamdulillah," ujar Kak Abi. Ia tampak sangat bahagia.

Kertas itu berisi pemberitahuan bahwa aku hamil.

Lalu Kak Abi mengelus perutku. "Dede, nanti kalau dah lahir jadi anak yang pinter  ya," ujar Kak Abi.

"Iya, nanti dibimbing sama Abi ya," ujarku.

"Iya, sama Umi-nya juga," ucap Kak Abi.

Lalu Kak Abi bersholawat sambil mengelus-elus perutku.

"Udah sayang, jangan cape-cape, biar Kakak aja yang ngerjain. Besok Kakak juga libur, kamu istirahat aja dulu," ujar Kak Abi sambil mengambil sapu di tanganku.

"Udah, biarin," ucapku.

Lalu Kak Abi pun menggendongku menuju sofa, lalu ia menurunkanku di sana.

Dan ia menggantikan posisiku menyapu.

"MasyaAllah, terima kasih Ya Allah, karena Engkau telah mengirimkanku suami seperti Kak Abi. Dahulu sebelum menikah, aku memiliki banyak kriteria untuk lelaki idamanku, namun sekarang kriteria lelaki idamanku hanya ada satu, yaitu yang seperti Kak Abi," ujarku dalam hati sambil tersenyum memandangi Kak Abi.

Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang