(18) kenang-kenangan

158 25 6
                                    

Keesokan harinya, setelah pulang sekolah pukul 13.10 WIB, aku melanjutkan perjalanan pulang dengan berjalan kaki seperti biasa. Saat itu, tiba-tiba aku mendengar seseorang memanggil namaku.

"Alesha!" teriak seorang lelaki.

Aku menoleh dan melihat Gavin berdiri di sana.

"Aduh, Gavin lagi. Kenapa dia memanggil-manggil!" gerutuku dalam hati.

Meskipun Gavin memanggilku, aku memutuskan untuk tidak menghiraukannya dan melanjutkan langkahku. Namun, Gavin malah mengejarku.

"Al, lo masih marah ya?" tanyanya sambil berjalan di sampingku.

"Enggak, siapa yang marah? Justru merasa bahagia sih karena Allah udah nunjukkan kebenaran," jawabku.

"Terus kenapa lo masih jutek, sama gue?" tanya Gavin.

"Cewe dan cowo tuh batasannya, Gavin!" ketusku.

"Iya, Al, gue paham, tapi lo jangan jutek gini dong sama gue,"

Gavin terus berjalan di sampingku.

Aku hanya terdiam pada saat itu sambil  berjalan cepat.

"Al, gue akan buktiin ke lo kalo gue beneran mau berubah!" ucap Gavin.

"Buktiin ke Allah, bukan ke saya!" ketusku.

"Iya, pokoknya gue akan buktiin!"

Dan tak lama dari itu, kami pun sampai di depan rumah.

"Alesha, makasih ya udah mau pulang bareng gue," ujar Gavin dengan tersenyum.

Akupun menoleh ke arahnya, tetapi aku tidak memandang wajahnya.

"Emm," jawabku.

Akupun masuk ke dalam rumah. Ketika aku masuk ke dalam rumah, ternyata Nanda telah menunggu di sana.

"Kak, tadi Kaka pulang bareng tetangga baru kita ya?" tanya Nanda.

"Kenapa, emangnya?? Kamu ngintip ya tadi?"

"Hehe... sedikit. Tetangga baru kita yang pulang bareng Kaka tadi ganteng banget ya," puji Nanda.

"Huh, kamu gak pernah lihat cowo ganteng ya? Gitu aja dibilang ganteng," jawabku.

"Wajahnya mulus, ada lesung pipi, hidungnya mancung, alisnya tebal, badannya tinggi. Terus ya, Kak, semalam pas Nanda disuruh Mama beli garam di warung, Nanda ketemu dia pake baju koko, sarung, dan juga peci. Kayaknya mau sholat isya' di masjid deh, Kak."

"Oh ya? Siapa yang nanya?"

"Kaka, ngeselin banget ih!" ujar Nanda lalu pergi.

"Apa benar ya, Reyhan juga sholat Isya di masjid," tanyaku dalam hati.

Ah, udahlah, males mikirin dia," lalu akupun melepas tas dan pergi ke kamar mandi.

[Skip]

14.35 WIB

Aku bersiap-siap untuk menemui Kak Abi. Karena ingin bertemu dengan Kak Abi, aku mencoba berdandan secantik mungkin dan memakai gamis tercantik yang kumiliki.

"Ngapain aku dandan cantik-cantik ya? Kak Abi kan nundukkin pandangan pas ketemu," ujarku sambil bercermin.

"Ah, gapapa deh, siapa tau dilirik dikit," lanjutku sembari melanjutkan dandan.

Aku mulai mengaplikasikan make-up dengan lapisan yang sangat tebal, hingga Nanda masuk ke kamar dan langsung tertawa terbahak-bahak.

"Hahaha!" tawanya bergema di ruangan, melihat hasil make-upku yang berlebihan.

"Kakak, kenapa pake make-up malah kayak ondel-ondel?" kata Nanda sambil tertawa, lalu meninggalkan kamarku.

Kemudian, aku memandang diriku sendiri di cermin.

"Aduh, apa iya ya?" gumamku ragu.

"Tapi kan Nanda emang suka ngejek, ah cantik gini kok! Biarin aja deh," ujarku mencoba menghibur diri.

Lalu, aku duduk sejenak sambil main hp di kasur tempat tidurku. Akupun membuka Instagram dan melihat sebuah postingan yang berisikan tentang larangan berlebihan dalam berdandan, atau tabaruj.

"Astagfirullah, mungkin ini adalah teguran dari Allah," gumamku dalam hati, merasa tersadar.

Tanpa ragu, aku mulai membersihkan beberapa lapisan make-up yang berlebihan dari wajahku.

Setelah selesai membersihkan make-up, aku melihat jam dan terkejut menyadari bahwa sudah pukul 15.00 WIB.

Tanpa membuang waktu, aku bergegas pergi ke taman. Aku memilih untuk mengendarai motor.

Namun, di tengah perjalanan, aku terjebak dalam kemacetan yang menghambat perjalananku.

"Aduh, gimana ini Kak Abi udah nunggu lama kayaknya," ujarku cemas.

Akupun memutuskan untuk beralih melewati jalan lain, walaupun agak lebih jauh, demi menghindari kemacetan yang menghambat perjalananku.

Tak lama kemudian, aku tiba di taman. Segera aku melihat jam dan terkejut menyadari bahwa sudah jam 15.25 WIB.

"Aduh, kira-kira Kak Abi marah ga ya?" gumamku dalam hati, khawatir tentang keterlambatanku.

Lalu, aku mendekati tempat di mana kami janjian dan melihat Kak Abi sedang duduk di kursi sambil memandangi air mancur. Suasana di sekitar begitu damai, diiringi oleh hembusan angin sepoi-sepoi.

"Wsshhhhhhh, ssshhhh," suara angin menyapu lembut telingaku, menambah kedamaian suasana.

Daun-daun berterbangan, dan tiba-tiba ada salah satu daun yang hinggap di wajahku. Namun, ada yang aneh dengan daun itu. Di daun tersebut terdapat tulisan "Ana Uhibbuka Fillah" yang ditulis dengan spidol berwarna hitam. Aku menyukai daun itu, lalu akupun memasukkannya ke dalam tasku.

"Cuaca saat ini lagi bagus ya, Ka?" sapaku sambil berdiri di samping kursi Kak Abi.

"Iya, sama kayak suasana hati Kaka saat ini," jawab Kak Abi dengan suara yang pelan.

"Maksudnya?" tanyaku.

"Nggak, udah lupain."

"Hmm, oke deh," jawabku dengan sedikit kebingungan.

Lalu, akupun duduk di samping Kak Abi, seperti biasa kami duduk berjarak.

"Afwan kak, Lesha telat. Kakak udah lama di sini?" tanyaku.

"Iya, gapapa. Gak terlalu lama kok, santai," jawab Kak Abi.

"Ok deh,"

"Ini bukunya," ujar Kak Abi sembari memberikan buku kepadaku.

Akupun mengambil buku itu lalu membaca judulnya. Judul bukunya adalah "Panduan Menjadi Istri yang Sholeha".

"Syukron, kak, atas bukunya," ucapku berterimakasih.

"Sama-sama, anggap aja itu kenang-kenangan dari Kaka, karena besok Kaka mau berangkat,"

Seketika itu, aku merasa sedih saat Kak Abi berkata, "Anggap saja itu kenang-kenangan." Mataku berkaca-kaca, tak tertahan. Aku tidak memperdulikan apakah Kak Abi melihatku atau tidak. Mungkin dia tak melihatku karena yang aku tahu, dia selalu menjaga pandangannya.

"Besok Kaka berangkat jam berapa?" tanyaku.

"Habis sholat subuh Kaka udah berangkat dari rumah,"

Akupun hanya terdiam saat itu.

"Gimana Kak, suratnya udah dikasih ke akhwat itu?" tanyaku pada Kak Abi.

"Alhamdulillah udah, Kaka harap ia merasa bahagia dengan surat itu," jawab Kak Abi.

"Semoga saja, Aamiin," aku tetap mendoakan, walaupun dengan berat hati.

Hijrahku karna-Nya Bukan Karnamu [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang